Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Golek Apem", "Genduren Riyaya", dan "Nyekar", Tradisi Jelang Lebaran yang Mulai Hilang

13 Juni 2018   22:47 Diperbarui: 13 Juni 2018   23:08 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. sangnanang.com

Sungguh nyekar ini memberikan pemelajaran yang luar biasa bagi sesiapa yang sungguh-sungguh melakukannya. Terpenting, dalam "nyekar" tidak melakukan hal-hal yang bersifat syirik hingga menyekutukan Allah SWT. Misalnya dengan minta doa kepada orang yang sudah meninggal bukan pada Allah SWT.

Sebagai catatan akhir dapat diambil hikmah bahwa tradisi Jawa yang kini kian menghilang memiliki makan filosofis yang dalam. Namun seiring perkembangan zaman kian hilang ditelan peradaban yang dikatakan kian maju melesat ke depan. Sayang sekali, budaya "golek apem" dan "genduren riyaya" ini sudah hilang. Jikapun masih ada hanya sebagian kecil masyarakat yang melakukannya. 

Sedangkan "nyekar" masih banyak yang melakukannya. Namun kebanyakan hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa. Belum diikuti oleh anak muda dan anak-anak yang seharusnya diikutsertakan sebagai bentuk pelajaran hidup. Wallahu'alam bisawab.

-Ummi Azzura Wijana-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun