Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menyambut Lailatul Qodar dengan "Selikuran"

10 Juni 2018   14:33 Diperbarui: 10 Juni 2018   14:39 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. utusan.com.my

Selikuran ini dilaksanakan di masjid dan musholla dengan cara bersedekah makanan yang diaminkan dengan doa-doa oleh kyai pada masjid musholla tersebut. Makanan sederhana tak istimewa, hanya makanan yang dimasak seperti biasa harian masyarakat. Setelah didoakan oleh kyai, makanan tersebut dijadikan satu kemudian dibagikan kembali kepada masyarakat yang membawanya ke masjid atau musholla. Selain itu dimakan bersama-sama dan dibagikan kepada pengurus masjid dan masyarakat yang membutuhkan.

Makan Bersama. Dokpri.
Makan Bersama. Dokpri.
'Selikuran' ini bernilai positif dalam bentuk sedekah kepada sesama. Juga mampu menyatukan masyarakat untuk memerat tali persaudaraan dengan silaturahim. Kebersamaan juga tercipta dengan adanya makan bersama dan dicampur makanan dari seluruh masyarakat. Merasakan seluruh makanan yang ada, sehingga tak ada kesenjangan di antara ummat muslim seluruhnya. Satu hal yang lebih penting lagi, 'selikuran' digunakan sebagai penanda datangnya sepertiga ramadhan terakhir.

'Selikuran' sebagai penanda agar ummat muslim lebih meningkatkan ibadahnya meraih malam lailatul qodar. Di mana lailatul qodar merupakan suatu malam yang dimana malam ini adalah merupakan malam yang memiliki keutamaan dan keistimewaan yang luar biasa, yaitu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan atau bisa juga dikatakan sebagai malam yang penuh kemuliaan.

Beda daerah beda adat dan kebiasannya. Di jawa sendiri, tak semua masjid dan musholla melaksanakan 'selikuran'. Namun hal ini biasanya ditunggu oleh jamaah masjid musholla. Baik anak-anak maupun dewasa. Momentum makan bersama tersebut menjadi kebahagiaan tersendiri. Selain itu mampu memerat ukhuwah islamiyah. Wallahu'alam bisawab.

-Ummi Azzura Wijana-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun