Rencana pengembangan bandar udara baru di Kulon Progo, Yogyakarta diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi daerah di sekitarnya. Seperti Kabupaten Sleman, Magelang, dan Purworejo. Dampak positif ini terutama dalam hal infrastruktur dan dampak ekonomi yang terus meningkat.
Jalur lalu lintas menuju tempat wisata akan berkembang pesat. Jalur wisata arah Borobudur Magelang, sebagai salah satu destinasi wisata keajaiban dunia melewati jalur Sleman hingga mencapai Magelang. Direncanakan, jalur ini akan dibangun jalan tol dari arah bandara yang baru menuju Magelang. Sehingga akses ke Magelang ini sangat mudah dan bisa ditempuh dalam waktu singkat. Mengingat Magelang merupakan kota persinggahan bisnis antara wilayah utara, Semarang, dengan wilayah selatan seperti Cilacap, Purwokerto, dan Purworejo.
Malangan, Sleman, sebagai daerah perlintasan jalur bisnis memiliki berpotensi dalam pengembangan bisnis dan pariwisata. Pengenalan kawasan wisata baru di wilayah Sleman bagian barat ini mulai menggeliat dengan melakukan re-branding dan pembenahan berbagai sektor. Bertujuan untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan bisnis dan pariwisata di kawasan yang masih didominasi dengan persawahan.
Menjadi sangat potensial ketika daerah wisata dikembangkan dengan baik. Manajemen pengelolaan yang baik antara aparat pemerintah khususnya Dinas Pariwisata bersama dengan masyarakat. Saling mendukung pengembangan bisnis dan pariwisata berbasis masyarakat pedesaan.
1. Saluran Irigasi Van Der Wicjk
Saluran irigasi Van Der Wick merupakan satu dari tiga saluran Induk Mataram di Yogyakarta. Saluran irigasi yang membentang sejauh 17 km yang menggunakan aliran air sungai Progo dan sungai Opak. Konon sejarahnya, Sunan Kali Jaga pernah berkata, ketika sungai Opak dan Sungai Progo bersatu, kesejahteraan bagi masyarakat Yogyakarta. Hal ini terbukti dengan adanya selokan mataram dan selokan Van Der Wick ini. Tidak serta merta menyatunya dua sungai namun terhubung oleh selokan.
Saluran irigasi ini dibangun dengan bendungan-bendungan untuk menangkap air. Tidak menggunakan mesin penggerak. Hanya memanfaatkan gaya gravitasi bumi saja. Hal ini dapat terlihat dari bendungan Karang Talun atau terkenal disebut Jembatan Ancol. Sebagai pangkalan Saluran Van Der Wick.
2. Minapadi
Saluran irigasi yang melewati desa Malangan membuat masyarakat sejahtera. Sawah tidak pernah kering. Petani bisa panen 2-3 kali pertahun. Saat inipun masyarakat mulai mengembangkan teknik tanam padi yang tidak lagi konvensional.
Teknik tanam yang diterapkan adalam Minapadi. Minapadi berasal dari kata Mina: Ikan dan Padi: Padi. Minapadi merupakan bentuk usaha tani gabungan (combined farming) yang memanfaatkan genangan air sawah. Dimana pada bagian tengah ditanami padi sekaligus kolam untuk budidaya ikan air tawar.
Menggunakan sistem tanam tersebut masyarakat sejahtera dan menjadi destinasi wisata alam yang menyejukkan.
3. Industri Perikanan
Perikanan selain dikembangkan di sawah dengan sistem Minapadi juga dikembangkan di kolam-kolam konvensional milik masyarakat. Sekali lagi, saluran Van Der Wick mampu menyuplai air untuk perikanan ini. Jenis ikan Nila, Bawal, dan Lele dibudidayakan untuk dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum. Selain itu, kolam ini menjadi tempat belajar pemeliharaan ikan yang baik.
Industri Bambu Malangan Mendunia
Tersebutlah sebuah pusat kerajinan bambu bernama Tunggak Semi di Desa Malangan. Tunggak Semi dipimpin oleh seorang pengrajin bambu Amad Saidi sejak tahun 1970. Mengembangkan kemampuan masyarakat sekitar Malangan yang sejak 1950 sudah terkenal dengan kerajinan bambunya.
Tunggak semi oleh pemerintah daerah dijadikan Inti Plasma pabrikan kerajinan bambu. Sebagai tempat studi bandingnya wilayah lain dalam hal kerajinan bambu. Baik dalam hal manajemen, pengerjaan, dan distribusi. Karena memang, perusaahaan pabrikan ini telah mengekspor kerajinan bambu ini ke banyak negara.
Di tangan Suryadi, penerus Amad Saidi sejak 2006 mengekspor kerajinan bambu hingga New Zealand, Asia, Eropa, dan Amerika. Ekspor ini berdasar permintaan pasar. Menjadikan Tunggak semi memiliki ribuan model kerajinan.
Dari segi ekonomi, usaha kecil menengah seperti ini telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Selain memperkenalkan hasil kerajinan dan kearifan lokal, usaha ini mampu menopang kehidupan masyarakat dengan baik. Sebagai sentra kerajinan yang dapat dikembangkan menjadi distinasi wisata pada sebuah Desa Wisata.
Keunikan Desa Wisata Malangan
Memotret desa wisata Malangan seperti menjejak sejarah masa lalu. Dimana pada masa kerajaan Majapahit saat itu banyak para keluarga kerajaan yang berlari ke arah barat untuk menyelematkan diri. Salah satu tempatnya adalam daerah Sleman. Termasuk para empu pembuat keris pusaka, banyak yang tinggal di tempat ini.
Para empu di antaranya Empu Jenggala (dusun Jenggalan Sumberagung), Empu Brojo (dusun Njitar Sumberarum), Empu Djeno Harumbrojo (dusun Gatak). Tahun 2000an empu-empu tersebut wafat dan tinggal satu pewaris dari Empu Djeno Harumbrojo yaitu Empu Sungkowo Harumbrojo. Empu Sungkowo merupakan generasi ke-17 dari Empu Supo (Empu jaman Majapahit). Empu Supo dan keturunannya hanya melayani pembuatan keris pusaka.
Begitu banyak potensi Desa Wisata Malangan. Kerjasama yang baik antara pemerintah daerah, khususnya Dinas Pariwisata dengan masyarakat setempat akan dapat menaikkan potensi sebelumnya. Rencana pembangunan besar-besaran di wilayah Yogyakarta bagian barat pasti akan berimbas pada wilayah Sleman, Malangan khususnya.
Potensi wisata, industri kerajinan kreatif, pertanian, dan perikanan bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan mengangkat kearifan lokal. Sebagai daerah yang dilewati lalu lintas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sehingga perlu segera menyesuaikan diri. Turut andil di dalamnya untuk memajukan daerahnya sendiri pada khususnya, Yogyakarta pada umumnya.
Umi Azzura
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H