Mohon tunggu...
Ummi Azzura Wijana
Ummi Azzura Wijana Mohon Tunggu... Guru - Music freak

Sumiatun a.k.a Ummi Azzura Wijana, menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020), Pendidikan dalam Refleksi Guru Penulis (2023), Dasar-dasar Kecantikan dan SPA Kelas X SMK (2023).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sum: Pelajaran Hidup

15 Oktober 2016   04:48 Diperbarui: 15 Oktober 2016   04:54 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Lakonana uripmu kanthi seneng lan kepenak!" aku terbengong-bengong.

"Jalani hidupmu dengan bahagia dan nyaman. Rejeki, jodoh, kematian, itu kuasane gusti. Jangan pernah kau risaukan." Seolah Mak Sum ingin menerjemahkan untukku.

Aku hanya diam. Beribu tanya dalam batinku. Sudahkah aku jalani hidupku dengan bahagia dan nyaman? Selama ini aku hanya meladeni setiap prasangka dalam pikiranku, yang berkutat dalam hatiku. Hingga waktuku habis untuk memikirkan anggapan dan perkataan orang. Tak mensyukuri apa yang aku miliki. Mestinya aku berpikir masih banyak yang tak seberuntung diriku. 

Kalimat Mak Sum sangat dalam. Banyak yang ingin ia sampaikan melalui kesahajaannya. Aku butuh waktu untuk menjadi seperti yang kau sampaikan, Mak. 

Sejurus lalu tak ada yang bicara. Hanya gemerisik dua tiga daun bambu yang bersentuhan di pojok depan rumah Mak Sum. Mengalun mengiringi lamunanku. Mungkin juga Mak Sum yang menunggu reaksiku.

Rintik hujan mendadak menyiramkan lagu cinta di hatiku.

Ah... hidup!

 

#bersambung

 

Tidar, 15102016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun