Bangun budaya kesepahaman
Sudah selayaknya kita bangkit berdiri agar mampu membangun budaya kesepahaman pribadi dengan pihak lain. Bukannya kesepahaman pribadi dengan egoisme diri sendiri dan kelompok terdekat. Di sudut lain, pemerintah, pejabat publik dan elit politik harus mau memberi contoh dengan berbagi kebaikan.
Mereka dituntut mampu menginspirasi warganya demi kebaikan bersama. Mereka harus memahami aspirasi serta gerak langkah warga yang diayominya. Mereka seyogianya membangun budaya kesepahaman kepada rakyat melalui komunikasi pelayanan. Terpenting, demi kebaikan bersama, mereka wajib membangun budaya kesepahaman guna menyejahterakan warganya.
Hal itu mengemuka karena komunikasi pelayanan digerakkan lewat nalar perasaan. Sebuah gerakan kejujuran hati nurani yang realitas sosialnya sangat rasional. Berbeda dengan komunikasi biasa yang biasanya didasarkan akal pikiran. Kecenderungan yang muncul dalam proses komunikasi seperti itu, membuahkan berbagai bentuk komunikasi yang sangat emosional.
Sudah saatnya, upaya membangun budaya kesepahaman tersebut dikomunikasikan secara intensif ke ranah publik. Harapannya mampu menggairahkan konsep hidup yang mengedepankan gotong royong dan solidaritas pada sang liyan.
Sebab dengan menjalankan kehidupan yang mengedepankan aspek budaya kesepahaman lewat komunikasi pelayanan, sama maknanya dengan nasihat visual yang disampaikan Presiden Joko Widodo seperti diunggah dalam vlog Kaesang.  ‘’Yang besar itu adalah yang kuat kesabarannya. Yang besar adalah yang kuat kesalehannya’’.
(Sumbo Tinarbuko, Pemerhati Budaya Visual dan Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta | http://sumbotinarbuko.com/cv-sumbo | Follow IG: @sumbotinarbuko | Twitter: @sumbotinarbuko | Facebook: @sumbotinarbuko )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H