Oleh karena itu, baik secara langsung maupun tidak langsung air hujan merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan manusia. Karenanya, musim kemarau yang panjang merupakan suatu bencana yang mengancam kehidupan manusia. Bencana kemarau panjang pernah ditimpakan kepada Firun dan pengikutnya (QS. 7: 130) sebagai hukuman akibat perilaku mereka yang mengingkari Allah dan kerasulan Musa serta perilaku mereka yang berbuat sewenang-wenang dan suka membuat kerusakan di Bumi ( QS. 89: 10-13).Â
Jika kekeringan ditimpakan kepada Firun, hal sebaliknya yaitu kondisi dengan kelebihan air berupa banjir bandang atau tsunami pernah ditimpakan kepada kaum Nabi Nuh yang dholim hingga mereka binasa (QS. 11: 40-44).
Air hujan, baik kekurangan maupun kelebihan dapat menjadi bencana sebagai hukuman bagi suatu kaum yang berdosa. Yang perlu diperhatikan bahwa dampak dari bencana bukan hanya menimpa pada kaum yang berbuat dosa saja tetapi juga ditanggung oleh seluruh masyarakat meskipun tidak berbuat dosa.Â
Ada dua jenis dosa yang dapat menyebabkan air hujan ini menjadi bencana. Pertama dosa kepada Allah, karena menyekutukan dan melawan perintah Allah. Bencana banjir atau kekeringan dapat ditimpakan kepada mereka yang durhaka kepada Allah seperti yang terjadi pada Nabi Nuh dan Firun.
Dosa yang kedua adalah dosa kepada lingkungan alam sekitar. Sudah menjadi sunnatullah, dalam siklus hidrologi air hujan turun ke Bumi sebagian menguap kembali ke atmosfer, sebagain meresap ke dalam tanah dan sisanya mengalir di permukaan. Air hujan yang meresap ke dalam tanah akan menjadi aliran-aliran air (sungai) dalam tanah (..., dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, ... QS. 6: 6).Â
Aliran-aliran air dalam tanah tersebut pada suatu tempat secara alami keluar sebagai mata air atau dengan campur tangan teknologi manusia dibuatlah sumur oleh manusia. Aliran air dalam tanah maupun yang keluar sebagai mata air menjadi sungai mengalir menuju laut. Tetapi karena hak air hujan untuk meresap ke dalam tanah dirampas, semua permukaan Bumi ditutup untuk resapan air maka muncullah banjir yang kadang diiringi dengan tanah longsor karena dipicu dosa lain yaitu merusak lahan pada topografi miring.
 Agar hujan tidak menjadi bencana maka kuncinya adalah jangan berbuat dosa, baik dosa kepada Allah maupun dosa kepada alam, dan agar hujan dapat bermanfaat secara optimum maka harus ada pengelolaan dengan benar. Prinsip dasar untuk pengelolaan hujan adalah mengetahui karakter curah hujan pada suatu daerah dan prediksi curah hujan di masa mendatang. B
agaimana pola curah hujan secara temporal dan spasial pada kondisi normal dan dapat memprediksi kejadian yang akan datang terutama jika terjadi anomali dari kondisi normal merupakan dasar pengelolaan curah hujan. Bagaimana membangun infrastruktur untuk menyimpan air hujan dalam tanah, bagaimana menysun kalender tanam, bagaimana menyusun agenda kegiatan dan lain sebagainya dapat memanfaatkan perkiraan curah hujan secara spatial maupun temporalnya.
 Sejarah pengelolaan curah hujan berdasarkan prediksi penyimpangan curah hujan dari kondisi normal sudah dilakukan oleh Nabi Yusuf (QS. 12: 43-55) dengan sukses. Nabi yusuf memprediksi hujan berdasarkan takwil mimpi sang Raja dengan bimbingan wahyu Ilahi dan memanfaatkan prediksinya itu untuk mengelola sumber daya yang di negaranya, sehingga mereka tidak kelaparan ketika musim kemarau panjang menimpa.
Wallahu'alam bi showab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H