Mohon tunggu...
Sumarti Saelan
Sumarti Saelan Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ketua KEB Hobi Membaca

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Setiap Anak adalah Agen Perubahan

13 Juli 2013   00:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan dari sini apakah anak saya bisa disebut sebagai agen perubahan? Tanpa bermaksud sombong saya berkata bisa, karena Alisha sudah memaksa saya belajar berubah untuk menjadi orang tua yang lebih baik. Orang tua yang mendidik dengan konsisten.

Saya dengan Amel, gadis remaja yang sekarang duduk di bangku SMP kelas 1 (sekarang lebih familyar disebut kelas VII).

Amel adalah anak tetangga saya. Dia putri ke 5 dari 9 bersuadara. Kondisi ekonomi keluarganya sangat pas-pasan. Dan mengarah ke kurang. Saya sangat akrab dengan keluarganya karena sering menitipkan Alisha ke mama Amel kalau sedang pergi dan kebetulan suami belum pulang kerja.

Hubungan keluarga kami sangat dekat, termasuk ke Amel dan saudaranya yang lain dan saya tahu banyak soal keluarga Amel. Karena mamanya sering curhat berbagai hal. Bahkan para tetangga menyebut saya dan mama Amel soulmate.

Keakraban ini membuat saya sering ngobrol dan berinteraksi dengan Amel dan saudara-saudaranya pula. Dan saya pernah ngobrol dengan Amel soal cita-cita dan dengan yakin dia menjawab "aku cuma mau jadi orang sukses dan suatu saat bisa membantu mamaku mentas dari kondisi susahnya, jadi orang susah itu ga enak. Sering dihina sama orang, pengen apa-apa ga keturutan" itulah sepenggal ucapannya yang intinya dia punya cita-cita mulia mengangkat keluarganya dari kondisi susah saat ini.

Saat itu aku menjawab "bagus dong, tapi kamu kan masih kecil jadi yang bisa dilakukan ya belajar yang rajin biar dapat nilai bagus, masuk SMP unggulan biar mamamu bangga. Dan yang paling penting jadi anak baik yang ga ngeribetin dan bikin susah orang tua" dan Amel mengangguk sambil senyum manis.

Dan saat lulusan SD tahun ajaran 2011/2012 lalu Amel benar-benar membuktikan dia bisa membanggakan orang tuanya dengan meraih nilai rata-rata 8, menjadi salah satu lulusan terbaik dari SDN 07 Pagi Warakas dan masuk SMPN 125 salah satu SMP favorit dan unggulan di Jakarta Utara. Dan mamanya curhat ke saya dengan berlinang air mata bahwa dia bangga Amel bisa meraih itu ditengah keterbatasan mereka. Saat teman-temannya dari keluarga mampu secara ekonomi mendapatkan fasilitas oke punya dari orang tuanya seperti buku-buku pelajaran tambahan yang dibeli sendiri dengan mahal, les di tempat Bimbel terkenal dan mahal supaya bisa meraih hasil maksimal, Amel tidak pernah mendapatkan itu. Dan sebelum ujian dengan pesimis dan pasrah mama Amel curhat pada saya kalau tidak yakin Amel bisa meraih nilai tinggi dan masuk SMP unggulan.Dan diantara Amel dan saudara-saudaranya yang lain memang baru dia yang meraih prestasi lumayan di bidang akademik.

Tapi setelah peristiwa ini mama Amel jadi orang yang optimis dengan anak-anaknya. Dan yakin dengan kerja keras dan kemauan yang gigih apapun bisa diraih. "Tentu saja dengan tambahan semangat dan dukungan dari sampean" jawabku saat itu.

Dan dengan bangga saya menyebut Amel sebagai agen perubahan. Paling tidak dia bisa membuktikan pada orang tua dan lingkungan sekitarnya. Termasuk beberapa tetangga yang pernah mencibir keluarganya yang akhirnya dengan berat berucap "ternyata anak Pak (menyebut nama bapak Amel) pintar ya, padahal kan nggak les, belajarnya juga cuma dari buku pinjaman sekolah" dan saya yakin bila Amel tetap mampu fokus dan konsisten pada cita-citanya maka suatu saat dia akan bisa merubah kondisi keluarganya menjadi lebih baik seperti yang dicita-citakannya. Dia bisa jadi agen perubahan untuk orang tua dan keluarganya cukup dengan menjadi dirinya sendiri. Dengan segala cita-citanya dan visi misi hidupnya yang mulia untuk keluarganya.

Dan contoh lain yang kompasianer pasti tahu adalah penglaman Mak Aulia Gurdi memiliki putra bungsu Bang Faiz. Siapa di Kompasiana yang tidak tahu kisah beliau mendampingi Bang Faiz bertumbuh dari bayi hingga sekarang dengan predikat anak berkebutuhan khusus? Dan saya kira tidak salah saya menyebut Bang Faiz sebagai agen perubahan bagi kehidupan orang tuanya. Yang mana pernah dicurhatkan Mak Aulia pada saya memiliki Faiz adalah sebuah titik balik dalam hidupnya. Dan memandang setiap kejadian dalam hidup itu bukan karena Allah selalu ingin menguji tapi karena Allah SWT percaya beliau sanggup menjalaninya dengan tulus. Dan kisahnya yang dituangkan di blog keroyokan ini tidak diragukan lagi membuat banyak orang terispirasi. Termasuk saya yang lebih banyak belajar menjadi manusia bersyukur. Karena saya sangat sadar selama ini saya masih sering mengeluh menghadapi hidup sehari-hari, seperti saat mengasuh putrid kecil saya. Padahal kalau dipikir lagi hidup saya tidak serepot Mak Aulia dalam mengasuh putranya. Dan inspirasi tersebut berawal dari seorang anak 8 tahun yang akrab disapa Bang Faiz.


Tiga pengalaman diatas adalah sedikit kisah sederhana tapi cukup menjadi pelajaran untuk membuat saya belajar menjadi orang yang lebih baik. Seorang anak bisa menjadi tempat belajar bagi para orang tua dan orang dewasa lain di sekelilingnya untuk berubah menjadi orang yang lebih baik. Dengan catatan kita para orang tua mau mengakuinya dan menekan egoisme kita serta percaya bahwa setiap anak juga manusia dengan segala daya pikir dan kemampuan mereka masing-masing.

Jadi bukan hanya anak-anak yang bisa membawa nama sekolah ke ajang tertentu, atau anak yang bisa membawa bendera Indonesia di negara lain melalui ajang tertentu yang bisa di sebut sebagai agen perubahan. Setiap anak adalah agen perubahan bila kita mampu mencermati setiap gerak dan tutur katanya yang bermakna. Tergantung kita memaknainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun