Mohon tunggu...
SUMARLIN ZBUTIARAHMAN
SUMARLIN ZBUTIARAHMAN Mohon Tunggu... Dosen - analis hukum

Analis Hukum, Rimbawan, Pemerhati Lingkungan, Dosen

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Semua Orang Sama di Mata Hukum ( Kajian Relevansi Antara Kebenaran Normatif dan Kebenaran Substansi)

16 Agustus 2022   21:24 Diperbarui: 17 Agustus 2022   06:45 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"RASA KEADILAN DI MASYARAKAT" inilah jawaban logis menyikapi respon publik atas ketiga perkara hukum itu. Anomali hukum yang dipertontonkan secara vulgar yang beruntun terjadi dinegeri ini seolah membangkitkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan perlawanan atas segala simbol yang berbentuk penindasan dan kesewenangan.

 Seringkali Keadilan formal tidak berbanding lurus dengan rasa keadilan dimasyarakat. Vonis hakim atas perkara yang mereka tangani semata untuk memenuhi kewajiban formal dengan berdasar pada aturan formal serta mengikuti hukum beracara formal. 

Menjaga wibawa dan marwah hukum demi tegaknya kepastian hukum terkadang sedikit mengoyak rasa keadilan dan bahkan bertentangan dengan hati nurani sang hakim yang menangani perkara. Sikap yang dilkukan oleh seorang pejabat kementerian yang menuntut pengusaha laundri kiloan menggambarkan sikap kearogansian terhadap kaum yang lemah. 

Demikian juga langkah yang ditempuh oleh PT. Rumpun Sari Antan dalam memperkarakan Nek Minah, menggambarkan sikap tidak berperikemanusiaan, menuntut masyarakat kecil dan tua renta tak berdaya, sikap yang tidak berbeda juga ditunjukan oleh istri sang Jendral yang menunjukan kesewenang-wenang, angkuh dan sombong. Inilah yang memancing respon publik berdasarkan hati nurani dan mengabaikan hukum formil. 

Jadi penilainnya bukan terletak pada prinsip " semua orang sama dimata hukum" tapi atas dasar jenis kasus, latar belakang dan karakter yang ditunjukan oleh para subyek hukum yang terlibat dalam perkara itu.

Fenomena tersebut hanyalah sebagian kecil dari ratusan kasus yang yang terjadi dinegeri ini dan merupakan konsekwensi dari sistem hukum kita yang mengadopsi "civil law" atau lebih dikenal dengan "Eropa kontinental". 

Sebuah sistem yang menyandarkan segala penyelesaian hukum berdasarkan aturan yang ditetapkan. Menggiring dan membatasi penegak hukum dalam berinovasi menciptakan hukum untuk menemukan keadilan sebenarnya. 

Berbeda dengan aliran "common law" yang sering mengesampingkan Undang-undang untuk mencari keadilan substansi dengan merujuk penyelesaian perkara berdasarkan kasus perkasus.

Dalam sejarahnya, Indonesia pernah memiliki Hakim kontroversi beraliran common law, sosok hakim yang tidak mau terkungkung oleh aturan, mengedepankan KEADILAN ketimbang KEPASTIAN HUKUM. Dialah Hakim Bismar Siregar, sosok hakim yang sangat disegani dan dihormati, bekerja atas dasar nilai-nilai keimanan yang kukuh, memutus perkara dengan pertimba ngan yang "tidak biasa" yang dilakukan oleh para hakim pada umumnya.

Dari uraian diatas, kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis adalah, slogan "bahwa semua orang sama dimata hukum" dalam penerapannya haruslah melihat kasus perkasus dengan mengedepankan rasa keadilan ketimbang Kepastian Hukum. Kira-kira mungkin itu maksud sang Profesor. Wallahualam,..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun