Namun apa yang terjadi, tindakan pejabat itu justru mendapat hujatan dan cemoohan dari ribuan natizen. Natizen tidak menghargai pejabat tersebut dalam menggunakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945
Masih ingat kisah nenek minah yang sempat menggegerkan tanah air, Nenek Minah (55) pelaku pencurian 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan menjadi Terpidana dan diganjar 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.Â
Jutaan simpati dan pembelaan mengalir dari seluruh masyarakat Indonesia, mulai dari masyarakat biasa, pemerhati hukum, LSM, Pejabat Pemerintah dan para pengacara.
Padahal, entah sadar atau tidak, secara Hukum formil kita sedang membela orang yang salah dan mencemooh warga lain yang ingin menggunakan hak hukumnya yang dilindungi Undang undang bedasarkan "semua orang sama dimata hukum".
Selanjutnya mari kita bergeser pada kasus yang menimpa Jennifer Elizabeth Wehanto, seorang petugas Bandara Samrutalangi yang ditampar oleh seorang calon penumpang yang mengaku sebagai isteri Jenderal Polisi. Istri sang Jenderal merasa tidak senang dengan presedur melepas jam tangan yang diperintahkan oleh Jennifer Elizabeth Wehanto hingga berujung pada penamparan.
Berita ini menjadi viral dimedia sosial dan mewarnai layar kaca Indonesia selama sepekan. Masyarakat berbondong menyayangkan dan mencela sikap sang istri jenderal dan menaruh simpati terhadap Jennifer Elizabeth Wehanto dan mendorong agar istri sang Jendral di proses melalui jalur hukum dengan berdasar pada "semua orang sama dimata hukum".
Dari ketiga contoh kasus diatas, ada hal menarik untuk dikaji, Kasus Pertama dan kasus Kedua menggambarkan sosok yang memilki kedudukan, mewakili kaum golongan menengah keatas (Pejabat Kementerian dan PT. dan Rumpun Sari Antan) memperkarakan pihak lain yang kebetulan status sosialnya mewakili masyarakat lemah, tidak berdaya (Pengusaha laundry dan Nek Minah).Â
Gugatan dan laporan keduanya, sekalipun itu merupakan hak mereka berdasar " semua orang sama dimata hukum" tidak serta merta mendapat respon positip dari masyarakat. Bahkan sebaliknya yang diperoleh, hujatan dan cibiran.Â
Pada kasus ketiga sosok Jennifer Elizabeth Wehanto yang mengalami tindakan arogansi dari seorang istri Jendral mendapat simpati yang luar biasa dari masyarakat dan bahkan masyarakat mendorong korban untuk memperkarakan perlakuan istri sang jendral ke ranah hukum. Publik menuntut adanya prinsip " semua orang sama dimata hukum" dalam memproses perkara tersebut.
Ketiga kasus diatas seolah membalikkan logika hukum yang sudah kita pahami bersama, bahwa "Semua orang sama dimata hukum". Pejebat kementerian dan PT. Rumpun Sari Antam sedang menggunakan haknya, menuntut dan melaporkan pihak lain yang merugikan dirinya, namun justru mendapat hujatan, cibiran dan dan dicap tidak memiliki rasa kemanusiaan, dan disisi lain tindakan yang dilakukan oleh Jenifer Elizabeth Wehanto yang menggunakan haknya, melaporkan istri sang Jendral dengan prinsip "semua orang sama dimata hukum" mendapat apresiasi dan suport dari masyarakat luas.Â
Sama-sama sedang menggunakan hak sebagaimana diatur Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum". Namun mendapat respon yang berbeda, Lalu apa yang salah ?