Mohon tunggu...
Sumardinsyah
Sumardinsyah Mohon Tunggu... Penulis - Pencari Inspirasi

Penulis lepas pada media online lokal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Meremas Batuan pada Dinding Jembatan Babarsari

27 Agustus 2021   03:56 Diperbarui: 27 Agustus 2021   03:59 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nongkrong, foto by prasetya - patrapala

Disamping jembatan di lewati pula jalur selokan mataram. Selokan yang membentang sejauh 30 kilometer lebih tersebut menghubungkan Sungai Progo di sebelah barat dan Sungai Opak di bagian timur Yogyakarta. 

Di situ pula jadi tempat latihan lainnya. Selain panjat dinding, jembatan Babarsari dan jalur selokan Mataram juga sering dijadikan tempat latihan SAR.

Dipilihnya jembatan Babarsari atas dasar kemiripan dengan tebing karena tersusun dari batu-batu yang disemen.

Selain itu, dengan tinggian sekitar 15 meter mengundang adrenalin yang besar karena pegiat alam di Jogja adalah anak muda besar.

Kebiasaan di sabtu sore, sudah dibuka tenda untuk bermalam. Menuju sore kayu kering mulai di kumpul. Selepas magrib, mulai dinyalakan api unggun. Setelah makan bareng, gitar pun mulai dimainkan.

Lagu-lagu lawas adalah pilihan untuk dinyanyikan. Beranjak malam, panci mulai diisi oleh air. Memanaskan air untuk menyeduh kopi. Diselingi curhat dan cerita-cerita lucu. Kadang tawa, wajah serius menanggapi sebuah cerita. Tak jarang pula doktrin untuk para junior, untuk tetap semangat menjalani hidup.

Ketika gempa tahun 2004, pada ujung barat selokan yang bersebelahan dengan jembatan patah. Tempat paling ujung tersebut sering menjadi tempat nongkrong pada sore hari. Sembari menyeruput kopi, melihat aktivitas pecinta panjat tebing mengasah kemampuannya "meremas" dengan kuat batuan dinding jembatan.

Saya teringat di tahun 2005, mencoba peruntungan mengikuti sebuah kompetisi panjat dinding di kampus STTNas (sekarang ITN). Lomba tersebut dihelat oleh Mahasiswa Pecinta Alam kampus tersebut. Tipe perlombaan panjat yang saya ikuti adalah bouldering, yaitu panjat di sebuah  dinding yang berukuran lebih pendek dari papan panjat dinding.

Saya ikuti lomba tersebut tanpa persiapan dan pengetahuan yang minim tentang ilmu panjat. Ternyata bouldering membutuhkan stamina dan teknik yang khusus. Jadilah saya peserta yang begitu konyolnya tanpa persiapan berani menantang papan panjat. Alhasil belum sempat 1 menit sudah drop alias gugur.

Selepas dari lomba itu, saya pun selalu melintasi jembatan Babarsari hanya sekedar melihat orang-orang latihan.

Tampak tangan yang kuat mencengkram batuan yang menonjol. Dengan persiapan dan peralatan standar panjat yang harus disediakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun