Profil Pelajar Pancasila
Tujuan akhir seluruh  pembelajaran, program, dan kegiatan di satuan pendidikan adalah terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 menyebutkan bahwa : "Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif." (https://ditpsd.kemdikbud.go.id/hal/profil-pelajar-pancasila).
Profil Pelajar Pancasila dibangun  dan dihidupkan dalam diri setiap peserta didik melalui budaya keseharian satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Dalam Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) kegiatan kokurikuler tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan  Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Kegiatan ini menjadi istimewa karena  penerapannya tidak terintegrasi dalam pembelajaran setiap mata pelajaran melainkan mempunyai porsi khusus dalam setiap alokasi jam mata pelajaran yang membuat peserta didik memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka dengan belajar dari teman mereka, guru, bahkan sampai pada tokoh masyarakat sekitar dalam menganalisis isu-isu hangat yang terjadi di lingkungan sekitar. Adapun keenam dimensi profil pelajar pancasila dijadikan pilihan untuk menjadi tujuan dan capaian projek serta menjadi dasar dalam pelaksanaan asesmennya.
Pada semester gasal Tahun Ajaran 2023/2024 ini SD Negeri 3 Winong  melaksanakan P5 dengan mengusung tema gaya hidup berkelanjutan dengan judul projek : Sekolahku Hijau dan Bebas Sampah. Tema dan judul projek ini dipilih karena berdasarkan asesmen diagnostik peserta didik kurang peduli dengan kebersihan dan penghijauan di sekolahnya. Melalui projek ini, siswa diharapkan telah mengembangkan secara spesifik tiga dimensi Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia, gotong royong  dan Bernalar Kritis. Adapun fase capaian pembelajaran dari dimensi-dimensi tersebut adalah fase A, B dan C.
1. Facts ( Peristiwa)
Pojek ini dimulai dengan tahap pengenalan, murid mengenali dan memahami konsep  lingkungan hidup, penghijauan, jenis sampah dan cara mengelola sampah. Pada tahap ini kami dibantu oleh fasilitator  lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon yaitu Ibu Cici Apriliani untuk menjelaskan konsep sekolah hijau dan bebas sampah kepada peserta didik dengan cara yang menyenangkan yakni melalui permainan dan tanya jawab.
Tahapan selanjutnya adalah kontekstualisasi. Pada minggu kedua, siswa diajak untuk  melakukan survey lingkungan secara terbimbing, serta melihat konteks lingkungan sekitar yang berkaitan dengan sumber sampah di lingkungan sekolah. Selama proses projek ini berjalan, murid tidak hanya membentuk pengetahuan, namun juga membangun kesadaran dan melakukan penyelidikan secara kritis sehingga pada akhirnya dapat merencanakan solusi aksi dari situasi yang telah mereka ketahui dan pahami. Bersama fasilitator, murid dibekali lembar kerja untuk menuliskan masalah sampah  yang mereka temukan di lingkungan sekolah dan  ide-ide yang mereka tawarkan untuk mengatasinya.  Masih dalam tahap kontekstualisasi, pada minggu ketiga, murid-murid diajak melakukan Field Trip dengan mengunjungi sekolah terdekat yang dianggap telah  berhasil mengelola sampah dan melaksanakan penghijauan. Pilihannya jatuh pada SD Negeri 2 Pegagan yang merupakan sekolah sehat dan pemenang lomba pengelolaan sampah tingkat pendidikan dasar.  Pada tahap ini, murid  dibekali lembar kerja untuk menceritakan perasaan mereka jika  sekolahnya bersih dan hijau. Murid-murid juga diajak melihat secara langsung bagaimana seharusnya sampah dikelola dan bagaimana membuat sekolahnya hijau dan asri. Dalam tahap ini fasilitator projek dan murid-murid SD Negeri 3 Winong  mengambil pelajaran dari SD Negeri 2 Pegagan dalam pengelolaan lingkungan untuk diadaptasi di SD Negeri 3 Winong.
Tahapan Aksi terdiri atas 3 kegiatan yakni Aksi 1 berupa pembuatan poster dan kampanye, aksi 2 berupa penanaman pohon dan bunga dengan media galon bekas, dan  Aksi 3 dengan membiasakan membawa tempat makan dan minum sendiri.  Pada Aksi 1 (minggu ke- 4), peserta didik secara berkelompok disesuaikan dengan fasenya masing-masing membuat poster tentang penanggulangan sampah dan penghijauan di sekolah.  Setelah itu mereka mempresentasikan posternya masing-masing. Peserta didik yang lain diberikan kesempatan untuk menanggapi kampanye tersebut. Di tahap ini, murid menuangkan aksi nyata mereka dengan melakukan kampanye bagi komunitas sekolah agar terbangun kesadaran yang lebih luas, dan merencanakan beberapa solusi program sekolah agar komunitas sekolah dapat berkontribusi untuk mengurangi populasi sampah dan menghijaukan  lingkungan sekolah. Pada Aksi 2 (minggu ke-5) melakukan penghijauan dengan pemanfaatan media barang bekas. Setiap kelompok membawa galon bekas dan mengubahnya menjadi pot bunga, lalu bersama-sama melakukan aksi penanaman pohon dan bungan untuk menghijaukan sekolah. Pada tahap ini peserta didik dibangun kesadaran tentang syarat tumbuh tanaman sehingga mereka bertanggung jawab untuk memeliharanya. Pada Tahap ini sekolah bekerjasama dengan CSR PT Indocement Tunggal Prakarsa untuk menyediakan bibit tanamannya. Pada Aksi 3 ( Minggu ke-6) dilakukan kegiatan sarapan bersama di  halaman sekolah. peserta didik diminta untuk membawa makanan dan minuman dengan menggunakan tempat makan dan minum sendiri.  Dalam tahap ini dibangun kesadaran agar kegiatan ini menjadi pembiasaan untuk mengurangi populasi sampah di sekolah.
Tahap selanjutnya adalah evaluasi, refleksi dan tindak lanjut. Pada tahap ini ( minggu ke-7), peserta didik diajak untuk merefleksikan kegiatan P5 yang sudah dilaksanakan. Mereka diberi kesempatan untuk menyampaikan tahap mana yang paling menyenangkan, pengalaman apa yang berkesan, pengetahuan baru apa yang mereka dapatkan, dan apa rencana mereka ke depan berkaitan dengan persoalan sampah dan penghijauan di sekolahnya. Hasil dari refleksi peserta didik sebagian besar menjawab bahwa tahapan yang paling menyenangkan adalah ketika melakukan Field Trip, pengalaman yang paling berkesan didominasi oleh kegiatan penanaman bunga pada media galon bekas, pengetahuan baru sebagian besar peserta didik menjawab ekobrik dan rencana ke depan didominasi oleh jawaban akan merubah kebiasaan jajan dengan membawa tempat makan dan minum sendiri. Adapun  asesmen projek menggunakan asesmen formatif melalui  LK dan unjuk kerja. Yang menjadi dasar penilaian adalah tiga dimensi yang dipilih untuk dikembangkan  yakni Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME, dan Berakhlak Mulia, gotong royong  dan Bernalar Kritis. Jadi bukan menilai posternya atau pot tanamannya, tetapi bagaimana siswa bisa menunjukkan capaian pada ketiga dimensi projek tadi.
2. Feelings ( Perasaan )
Pada awalnya terdapat kebingungan dalam pelaksanaan P5 di sekolah kami.  Pada saat kami melakukan refleksi awal untuk menentukan tingkat kesiapan sekolah dalam menjalankan  P5. Identifikasi awal kesiapan satuan pendidikan dalam menjalankan P5 didasarkan pada kemampuan satuan pendidikan dalam menerapkan pembelajaran berbasis projek (project based learning).  Hasilnya, kurang dari 50% guru pernah melaksanakan Pembelajaran berbasis projek. Artinya sekolah kami termasuk dalam tahap awal dalam identifikasi tingkat kesiapan satuan pendidikan. Untuk menjawab kebingungantersebut, melalui mini IHT, kami menyamakan persepsi tentang P5, membentuk tim fasilitator, mengidentifikasi tema P5 yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, mengidentifikasi dimensi dan elemen profil pelajar pancasila yang hendak ditumbuhkan. mengadaptasi Modul P5, mengidentifikasi para pemangku kepentingan baik dari pemerintah maupun masyarakat yang bisa berkolaborasi untuk pelaksanaan P5 serta memfasilitasi kolaborasi dengan pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup), pegiat lingkungan di Kecamatan Gempol, Komite sekolah dan masyarakat sekitar.
Selama pelaksanaan P5 berlangsung perasaan kami berubah menjadi antusias  dan bersemangat karena ada banyak hal baru yang bisa kami lakukan selain pembelajaran di dalam kelas, berkolaborasi dengan banyak pihak juga membuat wawasan kami semakin terbuka. Prinsip kontekstual dalam P5 yang  berkaitan dengan upaya mendasarkan kegiatan pembelajaran pada pengalaman nyata yang dihadapi dalam keseharian juga berpotensi dalam meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik dalam melaksanakan kegiatan ini.
3. Â Findings (Pembelajaran)
Pembelajaran dari seluruh rangkaian P5 ini, Â diantaranya adalah :
- Â Kegiatan P5 tidaklah serumit yang dibayangkan. Ada beberapa misskonsepsi tentang P5 yang harus diluruskan, diantaranya bahwa P5 harus melakukan gelar karya, bazaar, panen raya atau pameran dengan mengundang banyak orang, pembiayaan yang mahal. Yang terpenting adalah P5 harus didasarkan pada kebutuhan sekolah.
- Kegiatan P5 bukan integrasi mata pelajaran, sehingga guru tidak perlu memaksakan untuk memasukkan CP mata pelajaran.
- Kolaborasi adalah kekuatan yang mengatasi keterbatasan. Ketika satuan pendidikan kita terbatas dalam sarana dan prasana, narasumber dan contoh ideal, maka kolaborasi bisa memberi peluang untuk mengatasinya.
- P5 memberi kesempatan munculnya ide-ide baru untuk pengembangan sekolah,baik itu dari tim fasilitator maupun dari peserta didik.
4. Future ( Penerapan )
 Ada hal-hal baik yang bisa dipertahankan untuk terus diterapkan pada masa yang akan datang, diantaranya yaitu kemampuan menginisiasi, memfasilitasi, mendapatkan komitmen hingga realisasi kerjasama dengan para pemangku kepentingan. Kolaborasi menjadikan sekolah  sebagai sebuah ekosistem yang terbuka untuk partisipasi dan keterlibatan masyarakat.
Pelaksanaan tahap kontekstualisasi dimana peserta didik dihadapkan pada dunia nyata dengan segala permasalahannya dan diajak untuk memikirkan solusinya menjadikan sekolah  sebagai organisasi pembelajaran yang berkontribusi kepada lingkungan dan komunitas di sekitarnya
 Hal-hal yang masih harus ditingkatkan diantaranya adalah kesamaan persepsi diantara tim fasilitator, kemampuan mengembangakan modul projek, merancang projek yang inovatif dan bermakna serta melakukan asesmen di sepanjang proses berlangsungnya projek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H