2. Feelings ( Perasaan )
Pada awalnya terdapat kebingungan dalam pelaksanaan P5 di sekolah kami.  Pada saat kami melakukan refleksi awal untuk menentukan tingkat kesiapan sekolah dalam menjalankan  P5. Identifikasi awal kesiapan satuan pendidikan dalam menjalankan P5 didasarkan pada kemampuan satuan pendidikan dalam menerapkan pembelajaran berbasis projek (project based learning).  Hasilnya, kurang dari 50% guru pernah melaksanakan Pembelajaran berbasis projek. Artinya sekolah kami termasuk dalam tahap awal dalam identifikasi tingkat kesiapan satuan pendidikan. Untuk menjawab kebingungantersebut, melalui mini IHT, kami menyamakan persepsi tentang P5, membentuk tim fasilitator, mengidentifikasi tema P5 yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, mengidentifikasi dimensi dan elemen profil pelajar pancasila yang hendak ditumbuhkan. mengadaptasi Modul P5, mengidentifikasi para pemangku kepentingan baik dari pemerintah maupun masyarakat yang bisa berkolaborasi untuk pelaksanaan P5 serta memfasilitasi kolaborasi dengan pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup), pegiat lingkungan di Kecamatan Gempol, Komite sekolah dan masyarakat sekitar.
Selama pelaksanaan P5 berlangsung perasaan kami berubah menjadi antusias  dan bersemangat karena ada banyak hal baru yang bisa kami lakukan selain pembelajaran di dalam kelas, berkolaborasi dengan banyak pihak juga membuat wawasan kami semakin terbuka. Prinsip kontekstual dalam P5 yang  berkaitan dengan upaya mendasarkan kegiatan pembelajaran pada pengalaman nyata yang dihadapi dalam keseharian juga berpotensi dalam meningkatkan motivasi intrinsik peserta didik dalam melaksanakan kegiatan ini.
3. Â Findings (Pembelajaran)
Pembelajaran dari seluruh rangkaian P5 ini, Â diantaranya adalah :
- Â Kegiatan P5 tidaklah serumit yang dibayangkan. Ada beberapa misskonsepsi tentang P5 yang harus diluruskan, diantaranya bahwa P5 harus melakukan gelar karya, bazaar, panen raya atau pameran dengan mengundang banyak orang, pembiayaan yang mahal. Yang terpenting adalah P5 harus didasarkan pada kebutuhan sekolah.
- Kegiatan P5 bukan integrasi mata pelajaran, sehingga guru tidak perlu memaksakan untuk memasukkan CP mata pelajaran.
- Kolaborasi adalah kekuatan yang mengatasi keterbatasan. Ketika satuan pendidikan kita terbatas dalam sarana dan prasana, narasumber dan contoh ideal, maka kolaborasi bisa memberi peluang untuk mengatasinya.
- P5 memberi kesempatan munculnya ide-ide baru untuk pengembangan sekolah,baik itu dari tim fasilitator maupun dari peserta didik.
4. Future ( Penerapan )
 Ada hal-hal baik yang bisa dipertahankan untuk terus diterapkan pada masa yang akan datang, diantaranya yaitu kemampuan menginisiasi, memfasilitasi, mendapatkan komitmen hingga realisasi kerjasama dengan para pemangku kepentingan. Kolaborasi menjadikan sekolah  sebagai sebuah ekosistem yang terbuka untuk partisipasi dan keterlibatan masyarakat.
Pelaksanaan tahap kontekstualisasi dimana peserta didik dihadapkan pada dunia nyata dengan segala permasalahannya dan diajak untuk memikirkan solusinya menjadikan sekolah  sebagai organisasi pembelajaran yang berkontribusi kepada lingkungan dan komunitas di sekitarnya
 Hal-hal yang masih harus ditingkatkan diantaranya adalah kesamaan persepsi diantara tim fasilitator, kemampuan mengembangakan modul projek, merancang projek yang inovatif dan bermakna serta melakukan asesmen di sepanjang proses berlangsungnya projek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H