Mohon tunggu...
Sumadi JO
Sumadi JO Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

OTT dan Kepala Daerah Perusak Nasionalisme

30 Agustus 2017   12:41 Diperbarui: 30 Agustus 2017   12:49 1414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita patut bercermin pada masyarakat di pedesaan. Jika melihat bentuk aktivitas yang menunjukkan nasionalisme, maka menarik memperhatikan aktivitas masyarakat pedesaan. Misalnya saat menghadapi hari kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahunnya. Masyarakat desa selalu menujukkan antusias tingkat tinggi dalam menyambut hari kemerdekaan RI. 

Masyarakat bahu membahu memasang bendera dan umbul-umbul, mengecet jalan dan pagar, membuat gapura, mengadakan berbagai perlombaan, membuat berbagai karya seni untuk ditampilkan dalam rangkaian upacara, memamerkan hasil panen dan perkebunan, dan lain-lain. Semua dikerjakan dengan suka rela dan kesadaran cinta tanah air, bangsa, dan negara. Kita tidak boleh memandang remeh apa yang dikerjakan oleh masyarakat pada umumnya. 

Setidaknya ada sejumlah nilai-nilai yang menjadi keyakinan masyarakat terhadap bangsanya. Yaitu kecintaan atas bangsa dan negara di atas segalanya, rasa gotong royong, dan solidaritas sosial. Tiga nilai ini sesungguhnya yang merupakan nilai dasar pilar nasionalisme. Artinya bagi masyarakat pedesaan sesungguhnya nasionalisme tidak pernah menjadi masalah.

Mengapa masyarakat pedesaan atau daerah memiliki nasionalisme yang lebih baik dibanding dengan masyarakat perkotaan atau pejabat publik? Ada sejumlah argumentasi menarik tentang masyarakat di pedesaan, yaitu: Pertama, pemahaman agama yang baik. Agama mengajarkan kecintaan pada bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Beragama menjadi bagian menjadi sebuah bangsa. Agama dan bangsa menjadi bangunan yang saling menguatkan. 

Oleh karena itu makin baik pemahaman agama yang dimiliki oleh masyarakat di daerah menjadikan sikap terhadap bangsa dan negara positif. Walaupun saat ini banyak sekali ormas, kelompok masyarakat, dan budaya yang menawarkan sejumlah ideologi anti nasionalisme, anti NKRI, dan anti Pancasila tidak membuat runtuh visi dasar masyarakat pedesaan dalam mencintai bangsanya yaitu Indonesia.

Kedua, kesadaran menjadi warga negara yang baik. Saya yakin kesadaran nasionalisme warga masyarakat di pedesaan sangat baik, bukan skedar menjelang agustusan, jika masyarakat jiwa dan raganya untuk bangsa pasti akan siap. Masyarakat daerah pedesaan tidak pernah minta pengampunan pajak. Tanah, kebun, pekarangan, sawah walaupun hasilnya tidak mencukupi untuk kehidupan tetap pajaknya dibayar tepat waktu. Kalau nunggak mereka merasa menjadi warga negara yang tidak bertanggung jawab atas bangsanya. Artinya masyarakat di pedesaan memiliki jiwa rela berkorban demi bangsa dan negara. Tidak seperti gambaran lingkaran orang kaya di Indonesia.

Orang-orang kaya Indonesia termasuk yang menjadi perusak nasionalisme yaitu mereka menolak penurunan bunga deposito (neraca.com/14/9/16). Walaupun Bank Indonesia menurunkan acuan suku bunga (BI rate 25 bps) tidak berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi Indonesia penyebabnya 200 ribu deposan yang pastinya orang kaya menguasai 54 persen dana deposito bank di Indonesia menolak peneurunan suku bunga. Berbeda dengan para pengusaha seperti Jepang yang pro terhadap ekonomi rakyat. Mereka rela apapun demi kemajuan dan kesejahteraan bangsanya.

Ketiga, solidaritas sosial yang tinggi. Secara sosiologis masyarakat di daerah memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam sejarah solidaritas masyarakat di pedesaan misalnya, jika ada musibah yang menimpa seseorang atau tetangganya masyarakat tanpa diminta akan berbondong-bondong membantunya. Tradisi membangun rumah masih terawat dengan membantu tentangganya di lingkungan sekitar untuk membantunya, seperti pasang usuk, reng, dan genting. 

Dalam pembangunan, banyak dana aspirasi pembangunan jalan, tetapi masyarakat yang secara gotong royong mengerjakannya. Masyarakat tidak pernah mempersoalkan mengapa pembangunan dan perbaikan jalan hanya disediakan pasir dan semen. Pengerjaannya diserahkan pada masyarakat. Mereka tetap bersyukur dengan bantuan dana aspirasi yang disunat tersebut. Padahal anggaran yang tersedia seharusnya cukup beserta pengerjaannya oleh penanggung jawab proyek. Tetapi karena oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang menjadikan pengerjaan perbaikan jalan-jalan oleh masyarakat. Inilah nasionalisme tingkat tinggi masyarakat pedesaan.

Artinya masyarakat desa memiliki nilai-nilai kolektif sebagai bangsa dan negara Indonesia yang diyakini dan diimplementasikan dalam kehidupan. Tidak seperti potret orang-orang kaya Indonesia dan kepala daerah yang korup yang tidak mau berkorban, malah mengorbankan rakyat banyak untuk individunya. 

Rilis Lingkar Survei Indonesia (2010) ini cocok untuk menilai nasionalisme masyarakat pedesaan 92,1 persen bangga pada bangsa, mengalahkan negara-negara Asean lainnya seperti Malaysia (79, 3 persen), Filipina (87,4 persen), Singapura (86,6 persen), dan Thailand (89, 9 persen). Semoga kita semua menjadi bagian dari penguat nasionalisme, bukan penghacur, sehingga bangsa Indonesia makin sejahtera dan jaya berangkat dari daerah. Amiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun