Mohon tunggu...
SUMADI
SUMADI Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DI BAPAS KELAS I TANGERANG

Membantu menambah wawasan masyarakat tentang Hukum Pidana dan Keadilan Restoratif, serta pembaharuan hukum yang berlaku saat ini

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Diversi sebagai Bagian dari Restorative Justice

23 Juni 2023   08:40 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diversi Sebagai Bagian Dari Restorative Justice

(Oleh: Sumadi,S.H.,M.H JFT PK Muda di Bapas Kelas I Tangerang)

Pergaulan anak dan remaja yang kini mulai terasing dengan budayanya sendiri, karena tergusur dan mulai rapuh identitas jati diri suatu bangsa. Anak merupakan asset bangsa yang harus tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang memiliki peradaban yang jauh lebih baik dari generasi terdahulunya, Oleh sebab itu negara berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum untuk dapat melindungi anak yang dalam masa tumbuh kembangnya dan dalam proses pencarian jati dirinya.

Anak merupakan subyek hukum dan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda, anak berperan sangat strategis sebagai generasi penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan suatu bangsa. Peran strategis ini telah disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak. Seorang anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya adalah merupakan proses meniru ataupun terpengaruh dari orang dewasa.

Pengertian perlindungan anak, telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Pasal 1 angka 2 memberikan batasan perlindungan anak sebagai berikut: "Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak-anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi " Batasan mengenai Perlindungan anak tersebut, maka anak perlu untuk dilindungi dari apapun yang akan terjadi pada dirinya. Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum mempunyai permasalahan yang cukup luas tidak hanya anak sebagai korban tetapi juga anak sebagai pelaku kejahatan akibat dari perbuatan anak yang mengakibatkan adanya korban.

Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak. Pengertian frasa "terbaik bagi anak" terkait dengan sifat anak, baik fisik, psikis, maupun sosial sehingga kepentingan anak satu dengan lainnya tidak harus sama. A definition of the child's best interests cannot accommodate the diverse nature of the interests appropriate for a particular child, from a particular back ground and at a particular time ofdevelopment. (Sifris at.all 2014). Pengutamaan kepentingan terbaik bagi anakini juga didasarkan pada asas umum perlindungan anak sebagaimana diatur dalam konvensi anak

Pengertian anak pada hakikatnya menunjuk pada persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana (Criminal Liability / toerekening-vatsbaarheid). Dalam undang-undang Pengadilan Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana ditentukan antara usia 8 sampai 18 Tahun. Adanya rentang Batasan usia dalam undang-undang pengadilan Anak tersebut, diakui sebagai suatu kemajuan bila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam KUHP yang sama sekali tidak mengatur batas usia minimum.Apabila ditelusuri ketentuan instrument interna-sional, ditentukannya batas usia antara 8 sampai 18 Tahun sudah sejalan dengan apa yang orang dewasa akan tetapi juga dilakukan oleh anak, pada dasarnya perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak dengan orang dewasa tidak ada perbedaan hanya saja perbedaan itu terlihat dari pelakunya yang masih di bawah umur dan yang sudah dewasa, dan niat/tujuan antara anak dan orang dewasa dalam melakukan suatu tindak pidana tentunya juga berbeda.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU SPPA yang dimaksut dengan anak yang berhadapan dengan hukum (children inconflict with the law), adalah sebagai berikut:

"Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana "Perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum merupakan sebagai upaya untuk melindungi anak dan hak-haknya agar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa kekerasan dan diskriminasi, hal ini diperlukan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang melakukan suatu tindak pidana, bahwa perkembangan kejahatan yang semakin meningkat tentunya sangat memprihatinkan yang mana pelakunya tidak hanya orang dewasa akan tetapi juga dilakukan oleh anak, pada dasarnya perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak dengan orang dewasa tidak ada perbedaan hanya saja perbedaan itu terlihat dari pelakunya yang masih di bawah umur dan yang sudah dewasa, dan niat/tujuan antara anak dan orang dewasa dalam melakukan suatu tindak pidana tentunya juga berbeda.

Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dapat diselesaikan melalui proses peradilan dan diselesaikan di luar proses peradilan pidana atau yang dikenal dengan diversi yang mana penyelesaiannya melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasann yang dikenal dengan pendekatan keadilan restorative justice. Dalam undang-undang sistem peradilan anak menegaskan adanya kewajiban bagi apparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi terlebih dahulu dengan mengedepankan keadilan restorative khusus untuk anak yang ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun dalam menyelesaikan perkara anak. Penyelesaian di luar proses peradilan tersebut diharapkan mampu memberikan rasa keadilan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Tujuan Diversi di Indonesia yaitu untuk menghindari penahanan, menghindari cap jahat atau label sebagai penjahat, meningkatkan keterampilan hidup bagi pelaku, agar pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya, mencegah pengulangan tindak pidana, untuk mengajukan intervensi- intervensi yang diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal, dan untuk program diversi akan menghindari anak mengikuti proses-proses sistem pengadilan. Langkah lanjut akan program ini akan menjauhkan anak- anak dari pengaruh-pengarundan implikasi negative dari proses peradilan tersebut.

Diversi dan restorative justice, merupakan langkah awal dalam menyelesaikan perkara pidana anak untuk dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Lahirnya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak semakin mempertegas kedua konsep penyelesaian ini untuk diterapkan di segala tahapan perkara anak. Bentuk restorative justice dalam penanganan kasus anak yang dikenal adalah reparative board atau youth panel merupakan suatu penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak dengan melibatkan pelaku, korban, masyarakat, mediator, aparat penegak hukum yang berwenang secara Bersama bermusyawarah untuk memberikan sanksi yang tepat bagi pelaku dan ganti rugi bagi korban atau masyarakat. Pelaksananan diversi dan restorative justice memberikan dukungan terhadap proses perlindungan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum. Hal ini dikarenakan prinsip utama dari diversi dan restorative justice adalah menghindarkan pelaku tindak pidana dari sistem peradilan pidana formal dan memberikan kesempatan pelaku menjalankan sanksi alternatif tanpa pidana penjara.

Konsep diversi dan restorative justice merupakan suatu bentuk penyelesaian perkara pidana anak yang memberikan perlindungan terhadap anak dengan mengedepankan prinsip the best interest of the child. Untuk melakukan perlindungan terhadap Anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana, maka para ahli hukum dan kemanusiaan membuat konsep tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana umum dengan memberikan alternatif hukuman lain yang dianggap lebih baik untuk Anak. Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana Anak sebagai pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana konvensional lebih banyak menimbulkan keburukan dari pada kebaikan. Restorative Justice juga merupakan suatu sistem penyelesaian perkara pidana dengan cara penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai pergeseran tanggung jawab pidana anak dari hukuman pidana yang bersifat konservatif menjadi hukuman pidana yang lebih ramah terhadap anak dengan konsep Diversi dan Restorative Justice. (Sekian, Penulis)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun