Mohon tunggu...
SUMADI
SUMADI Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DI BAPAS KELAS I TANGERANG

Membantu menambah wawasan masyarakat tentang Hukum Pidana dan Keadilan Restoratif, serta pembaharuan hukum yang berlaku saat ini

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pola Asuh yang Salah Berakibat Anak Melakukan Tindak Pidana

21 Juni 2023   12:47 Diperbarui: 21 Juni 2023   12:54 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pola Asuh Yang Salah Berakibat Anak Melakukan Tindak Pidana

(Oleh: Sumadi,S.H.,M.H JFT PK Muda di Bapas Kelas I Tangerang)

Pendahuluan

Anak adalah generasi penerus bangsa yang wajib negara lindungi hak-haknya. Negara ini butuh generasi penerus bangsa yang sehat, berpendidikan formal maupun informal, beragama serta beretika baik. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan. Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Pengertian Pola Asuh

Secara epistimologi kata "pola" diartikan sebagai cara kerja, dan kata "asuh" berarti menjaga, merawat, mendidik membimbing, membantu, melatih anak yang berorientasi menuju kemandirian. Secara terminology pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari tanggung jawab kepada anak (Arjoni, 2017).

Pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat (Fitriyani, 2015).

Pola asuh memiliki kaitan yang erat terhadap pembentukan karakter anak sehingga penerapan pola asuh yang baik sangat diperlukan untuk membentuk karakter,sikap dan sifat anak yang baik pula sehingga anak dapat diterima di lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolahnya. Menurut Hurlock (1978) orang yang paling berpengaruh dalam pembentukan karakter anak salah satunya adalah orang tua, pembentukan karakter anak yang baik perlu adanya dampingan dari orang tua dengan penerapan pola asuh yang tepat.

Menurut Edward (2006) Pola asuh orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pendidikan orang tua, lingkungan, dan budaya. Dalam lingkungan keluarga, anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya kemudian. Pendidikan karakter yang utama dan pertama bagi anak adalah lingkungan keluarga. Didalam lingkungan keluarga, seorang anak akan mempelajari dasar-dasar perilaku yang penting bagi kehidupannya. Karakter dipelajari anak melalui model para anggota keluarga terutama orang tua. Model orang tua secara tidak langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Bila anak kita melihat kebiasaan baik orang tua maka maka dengan cepat akan mencontohnya, demikian sebaliknya bila orang tua berprilaku buruk maka akan ditiru oleh anak-anak.

Mengapa sebagai orang tua perlu menerapkan pola asuh yang benar dan tepat? menurut Martin Luther (1483-1546) keluarga merupakan agen yang penting dalam membentuk karakter dan mendidik anak, jika orang tua dapat memberikan pendidikan atau pola asuh yang baik kepada anak maka sifat dan sikap anak akan baik pula.

Dalam pola pengasuhan anak dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

Pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang memiliki sifat memaksa, mengatur dan bersifat kasar. Dalam pola asuh ini orang tua seolah-olah memiliki kuasa untuk mengatur anak dengan mengikuti segala kemauan dan perintah yang diberikan orang tua, jika anak tidak melakukan perintah yang diberikan maka orang tua akan memberi sebuah hukuman atau sanksi.

Dalam pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan dampak bagi perkembangan psikolog anak di antaranya anak akan memiliki sifat pemalu, tidak memiliki pendirian, tidak percaya diri dan tidak kreatif, selain itu pola asuh otoriter ini dapat mengakibatkan anak menjadi stres, tertekan dan depresi hal tersebut dapat terjadi karena anak dituntut harus menuruti apa yang diperintahkan orang tua dan tidak boleh membantah, sedangkan kemauan anak dan orang tua terkadang memiliki perbedaan.

Pola asuh permisif, pola asuh permisif berbanding terbalik dengan pola asuh otoriter, apa sih pola asuh permisif itu? jadi pola asuh permisif merupakan pola asuh mendidik anak yang mana orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk bertindak dan berperilaku tanpa adanya pengarahan dan batasan dari orang tua, pola asuh ini dapat dapat mengakibatkan anak menjadi egois, berbuat semaunya sesuai apa yang diinginkan. Akibat dari perilaku anak yang demikian dapat berdampak pada kompetensi sosial anak yang kurang serta kontrol diri yang kurang sehingga bisa saja anak tidak diterima di lingkungan masyarakat.

Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang dilakukan oleh orang tua dengan memberikan kebebasan namun diimbangi pula dengan memberikan bimbingan atau arahan kepada anak. Dengan menerapkan pola asuh ini anak tidak akan merasa terkekang dan tertekan ataupun terlalu bebas sehingga anak dapat memiliki sifat terbuka, bijaksana, mandiri dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri serta dapat berperilaku baik di lingkungan masyarakat.

Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 26 ayat (1) berbunyi:

"Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;

menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan

memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak."

Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 berbunyi: "Orang Tua dan Keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan Anak dan merawat Anak sejak dalam kandungan."

Beberapa contoh kasus-kasus tindak pidana pencabulan terhadap sesama anak dibawah umur yang terjadi karena faktor mencontoh orang tua saat melakukan hubungan intim. Anak terdorong rasa penasaran karena mendengar suara desahan yang berbeda dari kamar orang tuanya, sehingga anak melihat dari celah lubang yang berbatasan langsung dengan kamar orang tuanya. Kemudian terekam di kognitif anak hingga anak melakukan hubungan tersebut dengan pacarnya, dan terjadilah peristiwa tindak pidana yang semestinya belum saatnya mereka lakukan.

Kasus-kasus lain yang terjadi adalah karena pola asuh orang tua yang terlalu keras (otoriter) dan terkadang permisif terhadap anak, mengakibatkan mental anak menjadi cenderung pendiam saat dirumah dan berbeda saat diluar rumah. Mentalitas atau cara berpikir anak terkesan tidak takut dan cenderung tidak beretika ketika menghadapi sesama teman atau orang lain yang lebih tua saat diluar rumah karena luapan emosi yang tidak tersalurkan saat berada dirumah. Seperti tawuran pelajar, gangster, bullying, bahkan menjadi "alat" tindak pidana narkotika. Kontrol orang tua sangat penting saat didalam maupun saat mereka bergaul diluar rumah. (sekian)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun