Mohon tunggu...
Muhammad Sulthon S.K
Muhammad Sulthon S.K Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jadilah pribadi yang hebat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gen Z soal 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran, Kritisi MBG hingga Sikap Pemerintah

27 Januari 2025   07:00 Diperbarui: 27 Januari 2025   02:18 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming. Sumber: Antaranews

Prabowo dan Gibran memasuki masa kerja yang ke-100 hari. Selama periode tersebut, beberapa polemik bermunculan mulai dari realisasi Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga pernyataan Prabowo untuk memaafkan para koruptor. 100 hari kerja Prabowo-Gibran tidak lepas dari komentar Generasi Z atau Gen Z.

Baru-baru ini Litbang Kompas mengeluarkan hasil survei kinerja 100 hari kerja Prabowo-Gibran yang menunjukan sebanyak 80,9% masyarakat merasa puas dengan kinerja Prabowo dan Gibran dalam 100 hari masa kerjanya, sedangkan 19,1% tidak merasa puas.

Meski Prabowo-Gibran memperoleh respon positif selama 100 hari kerja, Yayasan  Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat rapor merah selama periode tersebut. Hal itu disampaikan melalui akun instagram resmi @yayasanlbhindonesia, diantaranya: Ketidakseriusan menuntaskan catatan Hukum dan HAM hingga ketidaksiapan anggaran negara untuk penerapan program MBG. 

Menurut Ivansyah Jonathan (22), Prabowo-Gibran sudah menunjukan komitmennya terhadap janji selama masa kampanye. Salah satunya, kata Jonathan, adalah penerapan program Makan Bergizi Gratis untuk mengentaskan masalah stunting dan malnutrisi.

Meski dianggap bermanfaat bagi masyarakat, Jonathan belum sepenuhnya yakin program ini berjalan secara berkelanjutan. Pasalnya, program ini membutuhkan anggaran besar sedangkan APBN dirasa masih belum stabil.

“Untuk APBN di negara kita tuh masih kayak antara menutupi program itu sama enggak. Antara seimbang dan ga seimbang. Terus yang kedua, saya juga sempet baca berita kalau Prabowo itu dia juga sempet ngeluarin uang pribadinya dia untuk program yang dia buat sendiri. Sebenarnya itu sah-sah saja, bagus-bagus saja, Prabowo mengeluarkan uang untuk kepentingan rakyat,” jelas Jonathan saat diwawancarai secara daring, Jumat (24/01/2025).

“Cuman di situ tuh dapat dinilai atau diasumsikan kalau program Prabowo ini, menurut pribadi saya, sedikit memaksakan,” sambungnya.

Ia juga menyoroti realisasi program MBG yang dirasa masih jauh dari standarisasi. Jonathan mengatakan menu pada program MBG kurang maksimal untuk mencukupi kebutuhan anak-anak dan remaja. Ia meminta pemerintah untuk memperhatikan berjalannya program MBG dan dilakukan secara serentak di Indonesia dalam jangka waktu yang cepat.

Selama 100 hari kerja kepemimpinan Prabowo-Gibran, ia merasa belum ada progres yang cukup signifikan kecuali program MBG. Jonathan berharap program di masa kepemimpinan Prabowo dan Gibran tidak hanya berjalan efektif, tapi juga berkelanjutan.

“Jadi jangan terkesan ‘oh pemerintah gua progres nih atau segala macem’ tapi kalau misalkan nunjukin pencitraan dan progresnya doang tapi ga ada dampaknya yang pasti banget buat masyarakat, buat apa?” tutur Jonathan.

Lebih dari itu, Jonathan juga mengimbau pemerintah perlu memperketat jalannya suatu program agar tepat sasaran dan terhindar dari tindak korupsi.  Ia menginginkan Prabowo dan Gibran lebih terbuka kepada masyarakat mengenai kebijakan serta menerima kritik dan saran.

Lalu, menurut Angel Rinela, kinerja Prabowo dan Gibran perlahan sudah mulai memberikan dampak kepada masyarakat. Mereka dinilai telah memperlihatkan keseriusannya menangani masalah negara.  Meskipun secara hasil konkret belum tercapai sepenuhnya.

“Kinerja Prabowo dan Gibran selama 100 hari ini cukup menggembirakan dan sudah mulai berdampak baik bagi masyarakat. Prabowo dan gibran kelihatan serius banget memulai kerja dan punya niat baik untuk memperbaiki banyak hal. Meskipun hasilnya belum terlalu besar, mereka sudah mulai bikin langkah-langkah yang bisa jadi pondasi buat perubahan kedepannya. Tapi memang karena tantangannya besar, hasil konkret yang cepat belum sepenuhnya terlihat,” kata Angel.

Perempuan berusia 22 tahun itu mengatakan salah satu program yang telah terlihat progresnya adalah MBG. Menurutnya program itu membantu masyarakat yang kesulitan untuk memenuhi pangan dan menjadi simbol kesejahteraan masyarakat.

Selain MBG, kata Angel, komunikasi kepada masyarakat cenderung lebih transparan dan mudah memperoleh informasi terutama mengenai kebijakan pemerintah. Bahkan menurutnya kondisi ekonomi Indonesia perlahan stabil.

“Masyarakat bisa lebih mudah mendapatkan informasi tentang kebijakan pemerintah, dan itu bikin orang lebih terlibat. Selain itu, ekonomi juga mulai stabil, meski pemulihannya masih dalam tahap awal. Ini bisa jadi tanda positif bahwa kebijakan yang dijalankan mulai memberikan dampak, meski pelan-pelan,” jelas Angel.

Namun, Angel merasa masih banyak yang perlu dievaluasi dan dikelola dengan baik, terutama efisiensi anggaran. Ia menginginkan pemerintah tidak hanya fokus menggelontorkan dana ke satu program, melainkan merata ke berbagai sektor, seperti pendidikan dan layanan publik.

“Selain itu, sektor pendidikan dan kesehatan juga harus dapat perhatian lebih, karena itu sangat berdampak langsung ke kehidupan masyarakat. Teknologi pemerintahan yang lebih maju juga perlu digenjot agar layanan publik bisa lebih cepat dan efisien,” kata Angel.

Ia berharap Prabowo dan Gibran menciptakan kebijakan yang bermanfaat bagi rakyat hingga mempercepat pembangunan di daerah-daerah yang minim fasilitas. Ia mendorong  di era Prabowo dan Gibran, Indonesia lebih “bersih” sehingga negara dapat lebih maju dengan cepat.

Dihubungi secara terpisah, menurut Founder organisasi KOMBAT, Abiyyu Rafi Eriansyah (22), masih banyak polemik di internal pemerintah terutama menangani kasus tindak pidana korupsi. Pemerintah terkesan tidak serius menghukum para koruptor sehingga korupsi masih terus terjadi.

Abiyyu memandang sampai saat ini para pemangku kekuasaan berupaya memperkaya diri sendiri. Hal ini berakibat pada ketidakmampuan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup.

“Kelas bawah akan menjadi kelas bawah, kelas menengah akan menjadi kelas menengah, sementara yang kaya menjadi lebih kaya,”  kata Abiyyu saat dihubungi secara daring, Minggu (26/01/2025).

Ia juga menyayangkan pemerintah yang terlalu fokus pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sehingga dinilai abai terhadap permasalahan di berbagai sektor, seperti pendidikan, lingkungan, petani, dan nelayan.

“Gimana perihal tentang pendidikan, bagaimana perihal reforma agraria. Reforma agraria pada akhirnya alasannya adalah pohon sawit merupakan pohon yang notaben bukan itu yang diinginkan. Sawit memang pohon, tapi untuk memproduksi O2 dia tidak maksimal, tidak seperti pohon-pohon lain. Itu bukan solusi dari reforma agraria,” kata Abiyyu.

Abiyyu menyarankan semestinya Prabowo-Gibran memberikan perhatian khusus di sektor pendidikan Pasalnya, mekanisme kenaikan upah guru yang belum jelas mengakibatkan kesejahteraan guru masih belum terpenuhi secara merata dan maksimal. Lalu para siswa yang belum memperoleh fasilitas atau mengenyam pendidikan yang layak.  

“Masalah pendidikan pada akhirnya hari ini menjadi problem karena pendidikan ini seolah eksklusif, dia tidak menyeluruh, dia tidak mampu mencakup orang-orang yang tidak mampu. Nah ketika pendidikannya berjalan baik, guru-gurunya bisa disejahterakan, maka pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar pada akhirnya menjadi kondusif dan efektif. Guru tidak perlu mendapatkan uang lebih. Siswa merasa ‘gua sekolah di mana aja gua akan mendapatkan pendidikan yang sama’,” tuturnya.

Abiyyu mendesak agar Prabowo-Gibran beserta jajarannya mampu menyelesaikan permasalahan di berbagai sektor. Ia khawatir ketika realisasi program tidak berjalan maksimal, rakyat akan kehilangan kepercayaan untuk aktif berpolitik.

“Ketika mereka [rakyat] tidak menemukan bukti konkrit yang mana mereka sudah mengalami Pemilu yang berulang-ulang akan menimbulkan sikap apolitis ataupun apatis di masyarakat itu sendiri di Pemilu ke depan,” pungkasnya.

Sebagai informasi, dilansir Global Hunger Index (GHI) , di tahun 2024 Indonesia berada diperingkat 77 sebagai negara berpenduduk kelaparan di tingkat sedang dengan skor 16,9. GHI menyebut permasalahan ini dinilai dari empat indikator.

Pertama, 7,2% penduduk Indonesia kekurangan gizi. Kedua, 26,8% anak di bawah lima tahun mengalami permasalahan pertumbuhan. Ketiga, 10,0% anak-anak di bawah lima tahun mengalami kekurangan gizi. Keempat, 2,1% dari anak-anak meninggal sebelum menginjak umur lima tahun. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun