Uji Publik terkait hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) tentang Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2023 telah dilaksanakan. Hasil penelitian yang dipaparkan menunjukkan hasil positif. Penelitian yang melibatkan Badan Riset  dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyasar penduduk Indonesia usia 15-64 tahun yang jumlahnya 192.937.354 jiwa. Drs. Masyuri Imron, M.A selaku pemapar menyebut penelitian prevalensi narkoba dilatari oleh maraknya penyalahgunaan narkoba yang sudah menjadi fenomena global dan memengaruhi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Selain itu, dampak penyalahgunaan narkoba menyebabkan penurunan pada aspek kesehatan, keamanan publik, meningkatnya tingkat kejahatan, rendahnya produktivitas, dan kekacauan pada tata kelola (International  Narkotics Control Board, 2014). Hal ini berpengaruh negatif terhadap daya saing perekonomian suatu bangsa karena produktivitas menurun, utamanya di kalangan generasi muda.
Ragam upaya telah dilakukan dalam menekan laju penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Hanya saja, jumlah "pemakai" mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam utamanya berkaitan dengan pola penyalahgunaan narkoba. Penelitian prevalensi narkoba lebih jauh mencoba mengungkap pengaruh individu, keluarga, dan lingkungan sosial baik langsung maupun tidak terhadap perilaku berisiko penyalahgunaan narkoba.
Prevalensi penyalahgunaan narkoba 2023 setahun terakhir sebesar 1.73% atau setara dengan 3,337 juta jiwa. Angka ini mengalami penurunan dari penelitian sebelumnya yaitu 1.95% atau setara dengan 3,6 juta jiwa di tahun 2021. Sementara angka pernah pakai sebesar 2.20% atau setara 4,244 juta. Artinya, ada 173 orang dari 10.000 orang penduduk Indonesia yang menyalahgunakan narkoba dalam setahun terakhir. Sementara ada 220 orang dari 10.000 orang penduduk Indonesia (usia 15-64 tahun) yang pernah terpapar narkoba.
 Lebih lanjut, dari 10.000 orang penduduk laki-laki di Indonesia usia 15-64 tahun, terdapat 241 orang penyalahguna narkoba atau 2.41%, sedangkan perempuan ada 103 orang dari 10.000 atau 1,03%. Adapun jenis narkoba yang sering dikonsumsi adalah ganja (44,7%), sabu/xtc/ATS (22,3%), pil nipam, lexotan, valium dll (11,2%). Berdasarkan jenis kelamin dan jenis narkoba yang dikonsumsi, laki-laki sering menggunakan ganja (45%), sabu (22%), dan nipam (11,6%) sedangkan perempuan menggunakan ganja (35,6%), sabu (23,7%), dextro (19,6%). Berdasarkan kawasan dan jenis narkoba, di perkotaan jenis yang sering dikonsumsi ganja 48,3%, sabu 20% nipam 13,2%. Di  perdesaan yang sering dikonsumsi: sabu (33,5%), ganja (24,7%) trihexphenidly (16,3%).
Adapun faktor asal memperoleh narkoba antara lain berasal dari teman/pacar (84,5%), kerabat (5,6%), bandar (4,2% ), dan apotek (2,9%). Berkenaan dengan faktor cara memperoleh narkoba, ada kesamaan antara di desa dan di kota. Untuk di desa narkoba  diberi gratis (74,9%), beli sendiri (32,7%), beli bersama teman (30,4%), titip (23,1%). Sementara di  kota yaitu: diberi gratis (83,1%), beli bersama teman (34,9%), beli sendiri (26,2%), titip (19,7%).
Hal lain yang diungkap dalam penelitian ini berkaitan dengan pertama kali pakai narkoba di di desa, presentase ingin coba (66,2%), ajakan teman (64,89%), pakai narkoba karena stres (42,18%), berada di lingkungan pemakai (41,94%), bersenang-senang (37,76%), mudah diperoleh (17,78%). Sementara di kota, presentase ingin coba (77,27%), ajakan teman (71,42%), stres (10,23%), berada di lingkungan pemakai (18,76%), bersenang-senang (2 35,32%), mudah diperoleh 22,46%.
Beberapa poin kesimpulan penelitian ini mencakup beberapa hal. Pertama, secara umum angka prevalensi penyalahgunaan narkoba mengalami penurunan pada tahun 2023, dari 1.95% tahun 2021 menjadi 1,73% untuk setahun terakhir pakai. Pada kategori pernah pakai, terjadi penurunan dari 2,47% menjadi 2,20%. Penurunan juga terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Meskipun jika dibandingkan dengan tahun 2019, terjadi  kenaikan angka prevalensi pada perempuan. Kedua, penurunan angka prevalensi setahun pakai terjadi pada laki-laki dan perempuan baik di desa maupun di perkotaan, berdasarkan seluruh kelompok umur, semua jenis kegiatan utama di perdesaan dan penduduk yang memiliki kegiatan utama bekerja, dan mengurus rumah tangga dan tidak bekerja/lainnya di perkotaan. Ketiga, penurunan angka prevalensi pernah pakai terjadi pada laki-laki dan perempuan baik di desa dan perkotaan untuk semua kelompok umur di perdesaan dan kelompok umur 25-49 tahun di perkotaan, penduduk pada semua jenis kegiatan utama di perdesaan dan penduduk yang memiliki kegiatan utama bekerja di perkotaan.
Keempat, kenaikan angka prevalensi setahun pakai terjadi pada mereka yang memiliki kegiatan utama bersekolah di perkotaan. Kenaikan angka prevalensi pernah pakai terjadi pada kelompok usia 15-24 tahun dan 50-64 tahun di perkotaan. Pun pada penduduk yang memiliki kegiatan utama sekolah, mengurus rumah tangga, dan tidak bekerja/lainnya di perkotaan. Kelima, jenis narkoba yang banyak dikonsumsi yaitu ganja, hasis, sabu, ekstasi, amphetamine, dexamphetamine/dex adderall, nipam, lexotan, rohypnol, mogadon, valium, xanax, alprazolam, R. Clona, pil koplo, BK. Jenis narkoba yang banyak dikonsumsi pertama kali yaitu ganja, sabu, ekstasi, amphetamine, dan nipam. Rata-rata umur pertama kali menggunakan narkoba yatu 19 tahun di perdesaan dan 18 tahun di perkotaan.
Keenam, pertemanan merupakan sumber utama perolehan narkoba baik di perkotaan maupun perdesaan dan diperoleh secara gratis. Pemakaian narkoba pertama kali karena ingin mencoba dan ajakan/bujukan teman. Tempat yang banyak digunakan untuk pemakaian narkoba yaitu rumah, kamar, apartemen, tempat indekos, jalan/gang, rumah/bangunan kosong, lingkungan sekolah/kampus, pasar/warung, taman kota, kebun, kuburan, tempat hiburan malam. Ketujuh, penyalahguna narkoba yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tentang dampak penyalahgunaan narkoba cenderung berhenti memakai narkoba, khusunya di desa. Namun pada kelompok usia 15-24 tahun dan 25-49 tahun di perkotaan, cenderung masih banyak yang memakai narkoba walaupun memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Di perkotaan, laki-laki dan perempuan dengan tingkat pengetahuan tinggi cenderung masih memakai narkoba. Terakhir, kedekatan dengan pasangan maupun orang tua tidak menjamin terhindar dari penyalahgunaan narkoba karena alasan pertama kali menyalahgunakan narkoba maupun sumber perolehan narkoba lebih disebabkan oleh faktor pertemanan.
Kesimpulan tersebut tentu menyajikan ragam aspek yang perlu dicermati secara bersama-sama. Terjadi peningkatan penyalahgunaan narkoba pada perempuan sehingga perlu langkah antisipasi kelonjakan penyalahgunaan di tahun-tahun berikutnya. Antisipasi bisa dilakukan dengan inisiasi program melalui aktivitas perempuan, baik dengan meningkatkan peran kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di desa maupun di kota, atau kegiatan positif lainnya yang digagas penggerak dan aktivis perempuan.
Tempat rawan penyalahgunaan narkoba justru di sekolah, kampus, rumah, dan beberapa tempat potensial yang diasumsikan pengasawasan berjalan dengan baik. Selain itu, pendekatan pencegahan berupa penerbitan regulasi berkaitan dengan pengajaran Pencegahan dan Pemberantasan dan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) di kampus dan sekolah di wilayah perkotaan. Pembentukan dan pengaktifkan peran Satuan Tugas (Satgas Anti-Narkoba) di lingkungan pendidikan harus dilakukan, tapi tetap dievaluasi secara berkala. Selain itu, inovasi aktivitas positif berbasis "kekinian" perlu digagas mengingat kita sedang berhadapan dengan dunia baru yang memerlukan pendekatan yang lebih aktraktif. Kita menyambut baik ragam aktivitas anak sekolah yang "viral" namun tetap mengutamakan aspek edukasi yang berbasis minat dan bakat.
Harus ada peningkatan program P4GN di perkotaan, khususnya menyasar pada kelompok umur 50-64 tahun dan pendidik yang memiliki kegiatan utama mengurus rumah tangga dan tidak bekerja/lainnya. Bagi kelompok usia 15-24 tahun di perkotaan, pencegahan bisa dilakukan melalui aktivitas yang lebih beragam seperti mendorong kegiatan organisasi kepemudaan, penyediaan sarana olahraga, dan kegiatan lainnya yang berorientasi pada minat dan bakat, termasuk di dalamnya kegiatan seni dan budaya. Untuk kelompok usia 25-49 tahun peningkatan program P4GN harus disinergikan dengan lingkungan kerja dan dilakukan secara periodik sehingga diinternalisasi sebagai kebutuhan bagi ekosistem kerja.
Kegiatan pembinaan bagi rumah tangga perlu dilakukan agar para orang tua lebih memberi perhatian terhadap aktivitas anggota rumah tangganya baik di rumah maupun di luar rumah. Pengawasan lingkungan pergaulan, dengan siapa anggota keluarga berteman penting dan perlu untuk diketahui. Faktor pertemanan dan pacar menjadi pemicu paling besar seseorang menggunakan narkoba. Program Ketahanan Keluarga dan Remaja Teman Sebaya Anti-Narkoba yang digagas BNN dan stakeholder lain efektif dalam mengembalikan fungsi keluarga yang asasi dan memberi bekalan ketahanan pada diri individu remaja.
Hal lainnya, utamanya berkaitan dengan perilaku berisiko, diperlukan pengawasan terhadap penjualan minuman keras dan kegiatan nongkrong di luar rumah. Pembatasan penjualan rokok elektrik melalui perizinan dan pembatasan bagi usia perokok. Selain itu, lingkungan yang terdapat permasalahan sosial berupa miras, pencurian, perjudian, tawuran, narkoba, dan kriminalitas lainnya harus dintervensi secara integratif oleh BNN, Kepolisian, Pemerintah Daerah, dan stakeholder lainnya.
Pula ada fakta mengejutkan bahwa apotek menjadi sumber perolehan narkoba terbesar kedua di perdesaan, sehingga ini perlu menjadi perhatian khusus. Pelaksanaan program Desa/Kelurahan Bersih Narkoba (Bersinar) menjadi rekomendasi lebih lanjut yang memanfaatkan sumberdaya desa dan kelurahan sebagai entitas penopang paling utama dalam memasifkan gerakan cegah narkoba dari desa/kelurahan.
Akhirnya, penurunan angka prevalensi narkoba tahun 2023 semestinya ditakzimi sebagai catatan penting untuk memformulasikan program P4GN yang berkelanjutan. Angka 1.73% yang menukik dari 1.95% laiknya sebagai pengingat bahwa kerja keras "perang narkoba" harus terus digalakkan untuk menciptakan lingkungan kondusif bebas dan bersih narkoba. Pemerintah bersama seluruh stakeholder jelas memiliki kewajiban dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Setiap diri atau keluarga tidak bisa merasa aman sendiri sebab lingkungan sosial memiliki pengaruh luar biasa dalam menciptakan jerat narkoba. Bersama kita cegah, lapor, dan rehab dalam menekan angka penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H