Salah seorang temannya mengadu. Saya, lekas menghampiri. Anak perempuan yang dimaksud tersenyum kecut. Kakak terjebak di rumah kebun, saya dapati menangis di belakang pintu reot. Ada kesal yang menggantung...
"Ayo pulang...! Ini bermain kok nangis...dan sudah berapa kali ayah larang jangan bermain di sini!"
Lama, Kakak menuntaskan tangisnya.
"Ayo...!"
"Aku malu....!"
"Ayo... kenapa malu?"
"Sini baju ayah! Mau lap air mata!"
"Ha...? Pakai baju kamu sendiri!"
Suasana kondusif kembali. Kakak pulang setelah meniti tangga hati-hati. Â Saya mengekor di belakangnya, dua kali lebih waspada. Takut, jika tangga yang dititi, yang terbuat dari batang kelapa itu, tak kuat menahan bobot badan yang kiat bengkak.Â
Tepat ketika kedua kaki menginjak tanah, saya lega. Lalu saya menengok ke tangga rumah kebun ini. Agar anak-anak tak lagi berkerumun di sini, turun naik tangga yang bisa patah kapan saja. Saya..., mengambil tangga rumah kebun, mencopotnya susah payah. Membiarkan telentang di tanah.
***