Mohon tunggu...
Sultan Sulaiman
Sultan Sulaiman Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Buruh Negara

Huruf-huruf yang tak pernah selesai/www.daengraja.com/sulaiman.putra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Hutan, Memelihara Kelangsungan Hidup Satwa Endemik

5 Oktober 2016   22:42 Diperbarui: 5 Oktober 2016   22:51 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pekerjaan mappangempang:menambak (bugis) memiliki stereotypekuat di kepala orang-orang Bugis-Makassar sebagai jalan cepat meraih pundi rupiah melimpah. Tak heran, jika ekspansi ke wilayah pesisir telah marak dilakukan sejak dulu. Di Gorontalo, orang-orang Bugis-Makassar menjadi penambak, disebut penjarah sebab telah merusak hutan bakau yang dilindungi. Perhatian terhadap Bugis-Makassar mencuat, headline di koran lokal beberapa pekan lalu berusaha membenarkan sesuatu. Dalang kerusakan hutan bakau di sepanjang pesisir pantai di Bumi Panua Kab. Pohuwato Provinsi Gorontalo adalah para perantau Bugis-Makassar.

Kedatangan para Bugis-Makassar membuka tambak di Gorontalo juga berkaitan dengan upaya (membantu) ekonomi masyarakat. Pemerintah jelas turut andil terhadap kerusakan ekosistem bakau. Soal tambak ini, Bugis-Makassar menjadi ahli sejak dulu, karena laut telah menjadi nadi bahkan jantung. Mereka para cucu dari nenek moyang pelaut yang memiliki falsafah: sekali layar terkembang pantang surut biduk ke pantai. Merantau merupakan tradisi panjang: lebih baik mati kelaparan di kampung orang daripada berdiam di kampung berselimut malu (siri).

Di Pohuwato luas Hutan Mangrove mengalami penyusutan besar-besaran, dari angka 45.575 hektare yang ditetapka nmelalui SK Menteri Kehutanan No. 471/Kpts-II/1992, kini hanya bersisa 36.575  hektare dan terus berkurang akibat ekspansi masif dalam bentuk alih fungsi lahan menjadi tambak, lahan pertanian, dan pertambangan.

Hal ini semakin mencemaskan setelah ditetapkannya Perda No. 04 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Gorontalo. Sebelumnya telah terbit pula SK Menteri Kehutanan No. 325/Menhut-II/2010 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Gorontalo yang mengebiri Kawasan Mangrove dan memproyeksikannya untuk pertambangan, perkebunan, tata hutan kota, dan tambak. Alasannya kala itu, bahwa wilayah yang sudah terlanjur dirambah mustahil dihutankan kembali. Sehingga perlu untuk sekadar menetapkan luasan lahan yang masih lestari. Namun penetapan itu ternyata tak berarti banyak sebab praktik jual beli lahan terus terjadi sampai hari ini.

Aparat gabungan yang terdiri dari pihak kepolisian, pemerintah, dan DPRD Kab.Pohuwato telah melakukan sidak ke titik perambahan hutan bakau. Menggelar aksi dramatis dengan melepaskan peliharaan warga dengan membuka pintu air tambak mereka. Dengan meraung, seorang ibu pemilik tambak bermohon agar diberi dispensasi, minimal setelah peliharaan mereka sudah cukup umur: setelah panen tiba. Bersama linangan air mata sang ibu yang menanggung kerugian, aparat gabungan merasa perlu member pelajaran, agar mereka yang dituduh “perusak” segera hengkang dari kawasan hutan yang dijarah.

Persoalan semacam ini, telah terlanjur menjadi simalakama. Suatu (katanya) penegakan hukum hanya berani menikam rakyat kecil yang terlanjur nelangsa. Padahal jika ditelusuri, soal praktik jual beli lahan ini dilatari oknum yang memiliki kuasa dan dekat dengan lingkaran kekuasaan. Benar bahwa ada oknum kepolisian yang benderang menjual lahan bakau seluas 5 hektare dengan harga seratus juta. Harga yang tentu segera diaminkan bagi warga Bugis-Makassar perantauan yang sudah terbiasa dengan kali, bagi, jumlah, dan memang berprofesi sebagai penambak. Harga segitu jelas sangat murah.

Bukan hanya itu, informasi yang penulis dapatkan dari salah satu orang penting yang sudah lama mengikuti persoalan tersebut bahwa para pendatang tak bisa disalahkan, apalagi diperlakukan seenaknya sebab, selain aparat kepolisian, oknum pemerintah, bahkan warga yang datang menawarkan lahan dengan harga miring, hanya sekira dua juta rupiah untuk satu hektarnya.

Saya, tidak hendak berdiri pada salah satu pihak. Hanya saja, para pendatang ini sudah mengakui bahwa mereka tak paham soal Kawasan Hutan Mangrove: entah Tanjung Panjang atau Cagar Alam Panua. Yang mereka tahu bahwa pribumi, oknum aparat, dan (oknum) pemerintah telah menawarkan lahan dengan harga murah, mereka (pendatang) hanya menyambut dan membelinya penuh suka cita.

Benar bahwa Pemerintah bersama DPRD Provinsi Gorontalo baru-baru ini telah menetapkan Peraturan Daerah No. 07 Tahun 2016 tentang Kawasan Ekosistem Mangrove yang dimaksudkan sebagai langkah proteksi menghalau laju kerusakan Hutan Bakau. Hanya saja perda tersebut terkesan setengah hati karena pada kenyataannya sulit diimplementasikan. Betapa banyak hal-hal urgen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita akhirnya mental pada aturan yang tidak pernah ditegakkan.

Salah seorang anggota panitia khusus malah membeberkan, perda tersebut sebatas perda-perdaan yang disusun alakadarnya. Saat melakukan peninjauan ke Kawasan Hutan Mangrove yang dirambah, para anggota panitia khusus enggan berjalan lebih jauh ke pedalaman hutan dan mengulik lebih dalam, mengungkap dalang perusak sesungguhnya.

Ke depan, konflik antar etnis menjadi isu yang santer terdengar. Seluruh pihak, pemerintah dan aparat pengamanan diminta melakukan antisipasi. Mengingat persoalan ini menjadi makin krusial. Christian Purba Direktur Forest Watch Indonesia (FWI) mengungkit bahwa persoalan semacam ini terjadi karena lingkaran korupsi lingkungan kian meraja. Laju kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan papan yang meroket yang mendorong perluasan lahan. Hutan menjadi sasaran!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun