17 SDGs merupakan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuan-tujuan ini diumumkan pada September 2015 dan menjadi bagian dari Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. SDGs dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan global dan meningkatkan kualitas hidup serta kesejahteraan manusia di seluruh dunia.
Berikut adalah 17 SDGs:
- Tidak ada Kemiskinan (No Poverty)
- Tidak ada Kelaparan (Zero Hunger)
- Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan (Good Health and Well-being)
- Pendidikan Berkualitas (Quality Education)
- Kesetaraan Gender (Gender Equality)
- Air Bersih dan Sanitasi (Clean Water and Sanitation)
- Energi Terjangkau dan Bersih (Affordable and Clean Energy)
- Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (Decent Work and Economic Growth)
- Industri, Inovasi, dan Infrastruktur (Industry, Innovation, and Infrastructure)
- Mengurangi Ketidaksetaraan (Reduced Inequality)
- Kota dan Permukiman Berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities)
- Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab (Responsible Consumption and Production)
- Tindakan untuk Iklim (Climate Action)
- Kehidupan di Bawah Air (Life Below Water)
- Kehidupan di Darat (Life on Land)
- Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Kuat (Peace, Justice, and Strong Institutions)
- Kemitraan untuk Tujuan (Partnerships for the Goals)
Setiap tujuan memiliki target spesifik yang harus dicapai untuk mencapai pembangunan berkelanjutan secara keseluruhan. SDGs memberikan kerangka kerja global yang bertujuan untuk mendorong kerjasama internasional dan upaya bersama dari berbagai sektor untuk mencapai tujuan-tujuan ini.
Kebijakan ini sangat berpengaruh kepada berbagai aspek kehidupan. Tidak terkecuali pada berbagai industri skala global, salah satunya adalah industry pertambangan. Salah satu, industri pertambangan yang memiliki potensi besar di Indonesia namun masih harus banyak ditinjau ulang untuk Pembangunan berkelanjutan adalah industri pertambangan nikel.
Adanya kebijakan 17 SDGs membuat berbagai hasil olahan dari berbagai industry hendaknya untuk diolah kembali hingga menjadi bahan yang bermanfaat. Salah satu industry yang limbah atau produk samping produksinya dapat kembali diolah adalah industry pertambangan nikel. Â Bijih nikel laterit mewakili 70% dari seluruh sumber daya nikel. Selain nikel, tembaga juga dapat diekstraksi dari bijih ini. Besi, aluminium, dan kobalt juga terdapat dalam bijih tersebut.
Proses penambangan nikel acap kali meninggalkan beberapa persoalan antara lain Proses penambangan nikel seringkali melibatkan ekstraksi bijih nikel dari tanah atau batuan, dan ini dapat menghasilkan limbah berupa tailing atau batuan sisa yang tidak mengandung nikel. Pengelolaan limbah tambang seperti ini menjadi perhatian karena dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah jika tidak ditangani dengan benar.
Limbah hasil pelindian nikel juga dapat merujuk pada limbah kimia atau residu yang dihasilkan selama proses pemurnian nikel. Proses ini dapat melibatkan penggunaan bahan kimia tertentu, yang jika tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan risiko bagi lingkungan.
Perusahaan pertambangan dan industri pengolahan nikel biasanya diharapkan untuk mengadopsi praktik-praktik yang berkelanjutan dan bertanggung jawab secara lingkungan. Ini mencakup pengelolaan limbah, pemulihan sisa bahan kimia, dan penerapan praktik terbaik untuk mengurangi dampak negatif pada ekosistem sekitar.
Terak nikel adalah sisa padatan yang dihasilkan dari proses metalurgi nikel, khususnya pada tahap peleburan bijih nikel. Proses ini melibatkan ekstraksi nikel dari bijih nikel dan peleburannya untuk mendapatkan logam nikel yang murni. Selama proses peleburan, bijih nikel dicampur dengan bahan tambahan seperti kokas (karbon padat yang diperoleh dari batubara), batu kapur, dan bahan bakar lainnya. Akibatnya, terak nikel terbentuk sebagai produk sampingan dari reaksi kimia yang terjadi selama peleburan.
Terak nikel umumnya berupa massa padat yang mencakup sejumlah komponen, termasuk senyawa-senyawa oksida nikel dan zat-zat lainnya. Terak ini bisa mengandung logam-logam lain serta senyawa yang tidak diinginkan. Pengelolaan dan pembuangan terak nikel menjadi penting untuk mengurangi dampak lingkungan dan memastikan keberlanjutan operasi industri nikel.
Sebagai bagian dari praktik keberlanjutan, perusahaan pertambangan dan pabrik metalurgi berusaha untuk mengelola terak nikel dengan cara yang mengurangi risiko pencemaran lingkungan. Ini dapat mencakup proses-proses pengolahan tambahan untuk mengurangi kadar senyawa-senyawa berbahaya, serta tindakan untuk memastikan penanganan dan penyimpanan terak yang aman. Keberlanjutan dalam industri nikel melibatkan pemantauan dan pengurangan dampak lingkungan serta peningkatan efisiensi proses produksi.
Indonesia memiliki potensi pertambangan nikel yang besar dan menjadi salah satu produsen utama nikel di dunia. Beberapa aspek yang menjadikan Indonesia memiliki potensi pertambangan nikel yang signifikan meliputi:
Sumber Daya Alam yang Kaya: Indonesia memiliki cadangan bijih nikel yang melimpah. Beberapa daerah yang terkenal dengan potensi nikel tinggi antara lain Sulawesi, Halmahera, dan Maluku.
Permintaan Global yang Tinggi: Nikel digunakan dalam berbagai industri, terutama dalam produksi baja nirkarat (stainless steel), baterai, dan industri kimia. Permintaan global yang tinggi untuk produk-produk ini dapat memberikan peluang ekspor yang signifikan bagi Indonesia.
Industri Pengolahan Nikel: Selain sebagai produsen bijih nikel, Indonesia juga memiliki fasilitas pengolahan nikel yang berkembang. Beberapa pabrik pengolahan nikel melakukan proses peleburan dan pemurnian untuk menghasilkan produk jadi, seperti feronikel dan nikel matte.
Investasi dan Pengembangan Infrastruktur: Pemerintah Indonesia telah menarik investasi dalam sektor pertambangan nikel, termasuk pembangunan infrastruktur yang mendukung kegiatan pertambangan dan pengolahan nikel.
Pada Juni 2018, pemerintah Indonesia juga memberlakukan larangan ekspor bijih nikel mentah, mendorong industri untuk mengolah bijih tersebut di dalam negeri sebelum diekspor. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan tersebut, ada beberapa Solusi yang patut untuk dicoba diaplikasikan pada industri pertambangan nikel. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan cara melakukan recovery atau pungut ulang logam berharga. Beberapa metode pungut ulang yang akan dibandingkan adalah ion exchange method dan precipitation method.Â
Secara sederhana ion exchange method atau metode pertukaran ion dapat diartikan sebagai sebuah metode isolasi kation logam menggunakan bantuan resin penukar ion. Resin penukar ion adalah bahan sintetis atau alami yang memiliki kemampuan untuk menukar ion dengan larutan yang melewati atau berkontak dengannya. Resin ini digunakan dalam proses penukaran ion, yang seringkali digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk pengolahan air, pengolahan limbah, dan industri kimia. Beberapa jenis resin penukar ion yang umum digunakan termasuk resin kation dan resin anion. Dalam metode ini, digunakan resin penukar ion jenis Dowex XUS43605. Resin ini memiliki selektifitas yang cukup tinggi terhadap nikel dan tembaga. Resin jenis ini merupakan jenis resin yang memiliki gugus fungsi berupa HPPA (Hidroksipropil picolylamine).
Beberapa kelebihan dan kekurangan yang ada pada metode pertukaran ion adalah hemat biaya, bisa dipakai berulang kali, banyaknya variasi jenis resin yang digunakan. Namun begitu, beberapa kekurangan yang ada pada metode ini adalah selektifitas yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan metode pengendapan, persen pungut ulang yang tidak setinggi metode pengendapan, dan waktu pungut ulang yang cenderung lebih lama dibandingkan dengan metode pengendapan.
Pada precipitation method atau metode pengendapan, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah prinsip dari metode itu sendiri yakni menggunakan prinsip elektrogravimetri. Elektrogravimetri adalah suatu metoda analisis kuantitatif berdasarkan pengendapan atau pendepositan logam tersebut pada elektroda dengan bantuan arus listrik, dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu logam tertentu dalam larutannya. Larutan pengendap yang digunakan adalah natrium dithionite dan elektroda yang digunakan adalah Ag/AgCl.
Beberapa kelebihan dan kekurangan yang ada pada metode pengendapan adalah memiliki persen pungut ulang yang besar (>90%), proses pungut ulang yang cepat, dan selektifitas terhadap tembaga yang tinggi. Namun, kekurangan yang dimiliki oleh metode ini adalah menghasilkan gas Hidrogen sulfida dalam prosesnya, biaya yang diperlukan mahal. Hal yang perlu kita ketahui bersama adalah hidrogen sulfida merupakan gas yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Artinya, metode ini tidak memenuhi kaidah 17 SDGs.
Dengan kita mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode dapat disimpulkan bahwa metode pengendapan lebih menguntungkan pada sisi persentase pungut ulang namun, berbahaya bagi lingkungan. Dengan demikian, metode pertukaran ion menjadi metode paling cocok untuk diaplikasikan pada industry skala besar karena ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H