Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Peran Influencer Dalam Menggiring Opini Bisnis Masyarakat

10 Juli 2024   12:18 Diperbarui: 10 Juli 2024   12:42 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi influencer (Sumber: Kompas.com)

Influencer di bidang saham bernama Ahmad Rafif Raya (ARR) membuat geger para investor saham setelah dirinya menjadi sorotan karena gagal mengelola dana yang dititipkan investor sejumlah Rp71 miliar.

ARR sendiri mengaku telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan investasi sehingga mengalami kerugian. Namun, laporan yang diberikan selalu untung. 

Atas laporan kondisi investasi yang tidak sesuai tersebut, mayoritas investor memutuskan untuk melakukan penarikan yang melebihi nilai keuntungan yang diberikan.

Penarikan ini membuat nilai dana pengelolaan terus menyusut dari tahun ke tahun. ARR sendiri telah berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan ini, dengan menanggung seluruh nilai investasi sebesar Rp71 miliar yang dikonversi menjadi utang. Pembayaran utang akan dilakukan secara bertahap selama 3 tahun, terhitung mulai 1 Juli 2024 hingga 1 Juli 2027.

Ilustrasi influencer Ahmad Rafif Raya (Sumber: CNNIndonesia.com)
Ilustrasi influencer Ahmad Rafif Raya (Sumber: CNNIndonesia.com)

ARR adalah seorang influencer di bidang saham yang diketahui mengelola akun Instagram @waktunyabelisaham dan akun pribadinya @rafifraya. Melalui kedua akun tersebut, ARR diduga menawarkan investasi dengan sistem titip dana.

Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menghentikan kegiatan penawaran investasi dan pengelolaan dana publik yang dilakukan ARR karena terindikasi melanggar ketentuan Pasal 237 Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK).

Dari hasil klarifikasi diketahui bahwa ARR adalah pengurus dan pemegang saham dari PT Waktunya Beli Saham yang tidak memiliki izin usaha dari OJK sebagai Manajer Investasi dan Penasihat Investasi. Ahmad hanya memiliki izin sebagai Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE).

Kedua izin tersebut hanya sebatas mewakili kepentingan perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi dan Perantara Pedagang Efek. Kedua izin tersebut bukan merupakan izin untuk menawarkan investasi, menghimpun atau mengelola dana masyarakat atas nama pribadi atau perorangan.

ARR sendiri telah mengonfirmasi bahwa dirinya telah melakukan penawaran investasi, penghimpunan dana, dan pengelolaan dana masyarakat tanpa izin. Ia menghimpun dana masyarakat dari hasil penawaran investasi menggunakan nama-nama pegawai dari PT Waktunya Beli Saham untuk membuka rekening efek nasabah di beberapa perusahaan sekuritas.

Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (Sumber: Kompas.com)

Untuk mencegah kerugian yang lebih besar, OJK pun menjatuhkan 3 tindakan tegas terhadap ARR dan perusahaannya. Pertama, membekukan sementara izin Wakil Manajer Investasi (WMI) dan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) atas nama Ahmad Rafif Raya (ARR) sampai dengan proses penegakan hukum selesai.

Kedua, meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir media sosial dan situs yang berkaitan dengan Ahmad Rafif Raya dan PT Waktunya Beli Saham.

Ketiga, meminta ARR bertanggung-jawab atas kerugian para pihak yang telah menitipkan dananya untuk berinvestasi dan mengembalikan seluruh dana yang telah dititipkan.

Mengapa peran influencer sekarang menjadi begitu strategis dan dipercaya bisa meningkatkan reputasi bisnis hingga meraih kekuasaan dalam politik?

Sini saya jelaskan sedikit tentang apa itu influencer dan cara mereka menjalankan bisnisnya sehingga bisa membantu klien mereka dalam mencapai sasaran mereka.

Influencer dan Profesionalitasnya

Secara umum, influencer bisa didefinisikan sebagai pengguna media sosial yang memiliki keahlian khusus yang menggunakan pengaruh mereka untuk mempromosikan tujuan yang sifatnya spesifik.

Martin J. Ried (et. al) dalam artikel: "Political Influencers on Social Media: An Introduction" menyebutkan lebih khusus lagi tentang kriteria influencer.

Menurutnya, influencer memiliki pengikut di platform media sosial karena keahlian khusus mereka dan hubungan otentik yang mereka rawat dengan para pengikutnya.

Dalam bisnis, influencer sangat berhati-hati dalam merawat hubungannya dengan para pengikutnya melalui konten yang ditampilkan.

Hubungan ini adalah aset yang sangat berharga bagi influencer dalam menggunakan pengaruhnya untuk mempromosikan tujuan-tujuan spesifik. Relasi ini menjadi media promosi mulai dari produk bisnis, edukasi dan advokasi sosial, hingga sosialisasi pandangan politik tertentu. Dalam hubungan ini juga  mereka menikmati perannya dengan berbagai embel-embel kapasitas profesionalnya.

Dalam media sosial, kualitas influencer ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah pengikut (followers) dan jumlah platform yang digunakan.

Hierarki jumlah pengikut akan menentukan kasta mulai dari kasta yang paling rendah hingga kastanya para sultan. Kasta terendah influencer adalah nano dengan jumlah follower paling sedikit. Diikuti dengan level yang lebih tinggi yaitu mikro, menengah, mega, hingga makro sebagai level tertinggi dalam dunia influencer.

Ilustrasi influencer (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi influencer (Sumber: Kompas.com)

Jumlah follower masih menjadi indikator yang menentukan kelas influencer karena loyalitas follower menunjukkan reputasi influencer. Semakin banyak follower semakin tinggi kelas influencer. Kelas influencer ini mencerminkan reputasi influencer yang bagus dalam menjalin hubungan dengan follower. Reputasi inilah yang dimonetisasi menjadi pendapatan influencer.

Oleh karena itu, setiap influencer akan bertindak profesional dalam aksinya sebagai tangga  yang akan dilewati, mulai dari influencer nano hingga menjadi influencer makro. Kualitas influencer akan meningkat seiring dengan pengembangan kompetensi dan kapasitas profesionalnya.

Dari tindakannya yang profesional inilah influencer akan menerima pendapatan yang bersumber dari aktivitasnya di media sosial.  Dengan kata lain, influencer profesional akan mendapat bayaran melalui posisi mereka yang berada di dalam sirkel "komoditas, penjual, pembeli".

Monetisasi aktivitas influencer merupakan manifestasi dari akumulasi modal sosial yang dilakukan secara daring. Artinya, influencer dapat melakukan monetisasi aktivitasnya dengan engagement dari pengikutnya dalam bentuk like, share, dan komen secara daring di media sosial.

Dengan kata lain, jumlah pengikut dan besarnya engagement akan menentukan kekuatan influencer dan daya jangkau pengaruh yang bisa ditimbulkannya.

Kekuatan pengaruh inilah yang membuat kedudukan influencer sangat strategis dan bernilai ekonomis di dunia mata bisnis maupun non-bisnis. Pengaruh influencer sekarang sudah kerap dimanfaatkan untuk kepentingan promosi, marketing, hingga penjualan. Influencer dianggap bisa melakukan semua misi bisnis lantaran pencitraan profesionalisme yang intens dan masif di media sosial. Pengaruh influencer diyakini mampu menjual sebuah produk kepada segmen audien yang spesifik dengan target yang terukur.

Menggiring Opini

Dalam era digital saat ini, influencer memiliki peran penting dalam membentuk opini publik melalui media sosial. Dengan basis pengikut yang besar dan setia, para influencer mampu memengaruhi pandangan, preferensi, dan keputusan pengikut mereka. Profesionalitas mereka dalam hal kredibilitas, transparansi, interaksi, konsistensi, dan etika memainkan peran kunci dalam membangun dan mempertahankan kepercayaan publik.

Dengan menjaga standar profesionalitas yang tinggi, influencer dapat memanfaatkan pengaruh mereka secara positif dan konstruktif, membantu pengikut mereka membuat keputusan yang lebih baik. Profesionalitas influencer tidak hanya ditentukan oleh kuantitas followers-nya, melainkan kredibilitas, keahlian, kejujuran, keterlibatan dengan pengikut (engagement), konsistensi, dan tanggung jawab sosial.

Para influencer yang profesional biasanya memiliki kredibilitas dan keahlian dalam bidang tertentu, seperti fashion, kecantikan, teknologi, kesehatan, atau gaya hidup. Mereka tidak hanya berbagi informasi tetapi juga memberikan panduan, tips, dan rekomendasi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang mendalam. Kredibilitas dan keahlian influencer sudah pasti diperoleh melalui pendidikan sesuai dengan keahliannya masing-masing. Beberapa influencer bahkan memiliki sertifikasi profesional yang mendukung keahlian mereka.

Ilustrasi pergerakan harga di bursa saham (Sumber: Okezone.com)
Ilustrasi pergerakan harga di bursa saham (Sumber: Okezone.com)

Selain pendidikan, pengalaman praktis juga menjadi standar kualitas profesi influencer. Pengalaman praktis yang luas di bidang tertentu membantu mereka memberikan wawasan yang lebih realistis dan bermanfaat. Apalagi pengalaman tersebut berkaitan dengan kolaborasi bersama brand atau merek besar dan terpercaya. Kredibilitas influencer semakin dipercaya melalui brand yang dipromosikan tersebut.

Selanjutnya, profesionalitas influencer ditentukan oleh kejujuran dan transparansi yang ditunjukkan pada setiap konten yang mereka bagikan. Kejujuran ini mencakup pengungkapan sponsor untuk konten yang dibayar atau  disponsori oleh pihak ketiga. Para influencer juga harus transparan dan jujur dalam mereview atau memberikan ulasan tentang produk atau layanan, meskipun itu merupakan bagian dari kemitraan berbayar. Untuk menjamin kejujuran dan transparansi tersebut, influencer harus obyektif, yaitu menghindari klaim yang berlebihan atau tidak realistis yang dapat menyesatkan pengikut mereka.

Engagement atau keterlibatan yang tinggi menjadi bukti profesionalitas influencer dalam menjalin hubungan dengan publik, terutama dengan pengikut mereka. Influencer yang profesional akan selalu terlibat secara aktif dengan pengikut mereka. Melalui engagement yang intens, influencer bisa mengetahui umpan balik atau feedback atas konten-konten yang dibagikan. Dengan begitu, influencer akan membaca dan merespons komentar, pertanyaan, dan kritik pengikutnya untuk hubungan yang lebih kuat dan personal. Engagement ini juga bisa diciptakan dengan menggunakan fitur-fitur interaktif seperti polling, Q&A, dan live streaming untuk meningkatkan keterlibatan pengikut.

Selain kredibilitas, kejujuran, dan engagement, profesionalitas influencer juga bisa dilihat pada konsistensinya dalam membagikan konten. Karena konsistensi terkait dengan kepercayaan publik. Konsistensi ini harus ditunjukkan dengan memposting konten secara teratur atau mengikuti jadwal sehingga pengikut tahu kapan harus mengharapkan konten baru. Selain terjadwal, konten yang di-posting juga konsisten dalam kualitas. Artinya, influencer harus menjaga standar kualitas tinggi dalam setiap posting, baik visual, informasi, maupun live streaming.

Aspek terakhir dari profesionalitas influencer adalah etika dan tanggung jawab sosial dalam memengaruhi opini publik. Prinsip utama dalam etika dan tanggung jawab sosial influencer ini adalah menghindari konten atau penyebaran informasi yang salah atau berpotensi merugikan orang lain.  Selain itu, influencer harus menggunakan platform mereka untuk mendukung isu-isu sosial yang penting, seperti lingkungan, kesetaraan, atau  kesehatan mental.

Pertanyaan berikutnya adalah, sejauh mana profesionalitas influencer menjadi modal untuk dipercayai oleh publik?

Profesionalitas adalah modal utama influencer untuk dipercayai oleh publik. Profesionalitas influencer pada umumnya dibangun di atas reputasi dan rekam jejak (track record) yang ditunjukkan secara konsisten dalam waktu yang lama. Reputasi ini lahir dari validasi pihak ketiga berupa pengakuan atau penghargaan dari lembaga atau organisasi profesional. Reputasi influencer juga dibentuk oleh feedback positif, yaitu ulasan dan testimoni positif dari pengikut dan kolaborator. Validasi pihak ketiga dan feedback positif ini akan memperkuat kepercayaan sehingga bisa meningkatkan kredibilitas profesi influencer.

Manipulatif

Kasus pengelolaan saham yang keliru oleh influencer AAR merupakan contoh influencer yang gagal dalam memanfaatkan pengaruhnya memberikan edukasi bisnis kepada followers. Alih-alih memberi keuntungan, bisnis investasi saham yang dikelola oleh influencer bernama Ahmad Rafif Raya malah tekor sehingga merugikan para investornya hingga Rp71 miliar.

Ada 3 pelanggaran ARR yang menyebabkan dirinya gagal berperan sebagai influencer profesional yang bisa mewujudkan harapan followers untuk mengembangkan modal yang telah mereka titipkan kepadanya. Ketiga pelanggaran tersebut adalah tidak profesional, tidak jujur, dan tidak patuh. 

Dalam mengelola dana titipan investor, AAR hanya mengandalkan popularitasnya sebagai investor saham, tetapi minim dalam pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi dalam jual-beli saham.

Kompetensi dan pengalaman AAR dalam berbisnis saham selama ini belum jelas sehingga dia kerap melakukan kesalahan fatal dalam jual beli saham di pasar modal. Reputasi AAR dalam memperhitungkan potensi risiko dan manfaat dalam jual beli saham belum teruji dalam waktu yang lama sehingga reputasi profesionalitasnya patut diragukan.

Menurut ketentuan OJK, para influencer tidak boleh memberikan rekomendasi saham apalagi mengelola dana tanpa izin OJK, karena hanya pihak yang mendapatkan izin dari OJK yang boleh mengelola dana publik. Artinya, para influencer hanya bisa menyampaikan informasi yang benar seputar investasi kepada para pengikutnya di media sosial.

Mengacu pada peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut, ARR telah memanipulasi izin dari OJK untuk jabatannya sebagai Wakil Manajer Investasi dan Wakil Perantara Perdagangan Efek untuk menghimpun dan mengelola dana investasi pasar modal secara pribadi. Tindakan ini menunjukkan ketidakpatuhan pada aturan pengelolaan dana publik.

Lepas dari polemik dan kontroversialnya, dunia bisnis sekarang sudah menjadikan peran influencer sebagai ujung tombak dalam mempromosikan produk atau layanan yang bisa menyasar langsung kepada pangsa pasarnya. Para influencer profesional kerap dimanfaatkan sebagai sosok untuk mencitrakan atau merepresentasikan brand dari sebuah produk.

Namun, tidak semua influencer memiliki reputasi yang baik dalam memerankan profesinya di dalam sebuah mata rantai bisnis. Kasus influencer yang gagal mengelola saham menjadi contoh nyata kegagalan influencer dalam menjalankan peran mereka sebagai edukator atau pendidik agar masyarakat paham tentang seluk beluk bisnis investasi di pasar modal. Alih-alih mencerahkan, influencer ini justru memanfaatkan keterbatasan pengetahuan masyarakat dalam investasi pasar modal.

***

Depok, 10/7/2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun