Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Putusan MA dan Paradigma Anak Muda dalam Pilkada

7 Juni 2024   10:02 Diperbarui: 10 Juni 2024   07:40 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gibran Rakabuming Raka, Walikota Surakarta termuda hasil Pilkada 2020 (Sumber: Liputan6.com)

Bisa saja, kecurigaan sejumlah kalangan terhadap motif dinasti politik di balik putusan MA ini malah akan semakin melanggengkan kekuasaan orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa petahana yang kuat di daerah maupun di tingkat nasional.

Ilustrasi dinasti politik (Sumber: Investor.id)
Ilustrasi dinasti politik (Sumber: Investor.id)

Mengacu pada data hasil Pilkada serentak 2020 dari Perludem, para pemimpin muda hasil Pilkada 2020 ternyata masih dibayang-bayangi dinasti politik. 

Hubungan kekerabatan dengan petahana atau elite politik daerah tersebut bervariasi, mulai dari yang paling dekat seperti istri, anak, saudara, ipar, menantu hingga sekadar hubungan kekerabatan jauh.

Dari 20 daerah dengan calon kepala daerah terpilih berusia maksimal 34 tahun, 13 (65 persen) di antaranya merupakan anak, istri, atau menantu dari elite politik di daerah masing-masing. Indikasi dinasti politik ini juga terjadi untuk posisi wakil kepala daerah.

Dari 17 calon wakil kepala daerah terpilih, 10 (58,82 persen) di antaranya adalah anak dari elite politik di daerah masing-masing. Sementara itu, dari 37 kepala daerah terpilih berusia 34 tahun, 23 (62,16 persen) di antaranya mempunyai hubungan kekerabatan dengan elite politik di daerahnya.

Pilkada 2020 memang berhasil mengorbitkan banyak orang muda untuk tampil sebagai pemimpin di daerahnya masing-masing.

Sayangnya, pengaruh hubungan kekerabatan dengan elit politik lokal di balik sosok kepala daerah berusia muda ini justru akan melanggengkan dinasti politik selama 5 tahun berikutnya.

Harapan perubahan yang disematkan kepada kepala daerah muda ini pun pupus karena eksistensi mereka di jabatan tersebut justru merepresentasikan kekuatan dinastinya sendiri, bukan karena pilihan rakyat.

Dinasti politik sekilas memang konstitusional karena mencerminkan penegakan hak asasi manusia. Namun, pengelolaan politik berdasarkan garis keturunan ini justru sangat berbahaya dalam penyelenggaraan kekuasaan dan jabatan publik seperti kepala daerah.

Dinasti politik bukan saja mengancam demokrasi, tetapi juga koruptif dalam arti penyelewengan kekuasaan hingga penyalahgunaan anggaran negara untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun