Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tradisi Mendengarkan Cerita Pengalaman Orang-orang Haji

6 Juni 2024   09:30 Diperbarui: 7 Juni 2024   03:11 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jamaah haji dari negara lain (Sumber: Jawapos.com)

Cerita haji 2024 untuk jamaah calon haji sudah dimulai dengan dimulainya proses pemberangkatan rombongan haji yang dibagi berdasarkan kelompok terbang (kloter) berdasarkan kota embarkasi di seluruh Indonesia. 

Kebetulan tahun ini Bapak Saya mendapat panggilan Allah untuk berkunjung ke Baitullah. Beliau usianya sudah mencapai 79 tahun, tapi Alhamdulillah kondisi fisik dan kesehatannya masih prima sehingga diizinkan oleh pemerintah untuk berangkat. Mereka merupakan rombongan dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, dengan embarkasi Surabaya. Dari kampung saya, yang berangkat haji tahun ini dua orang, yaitu Bapak dan tante dari Ibu. 

Seharusnya bertiga dengan ibu saya, namun beliau lebih dulu dipanggil Allah tahun 2016. Tapi beliau langsung di di-ba'dalin haji tahun depannya. Jadwal keberangkatan mereka dari Maumere ke Surabaya tanggal 3o Mei, lalu Surabaya-Jeddah tanggal 2 Juni kemarin. Artinya saat ini rombongan Bapak sudah berada di Jeddah. 

Sekarang ini, jumlah jamaah calon haji untuk Kabupaten Sikka semakin banyak, karena ada jamaah yang hanya menumpang daftar untuk menjadi warga Kabupaten Sikka untuk mendapat jatah keberangkatan ke tanah suci lebih cepat. Karena  jumlah umat Islam di sini masih sedikit sehingga waiting listnya tidak terlalu lama seperti di daerah-daerah yang umat Islamnya mayoritas. Kehadiran orang-orang baru ini lalu membuat daftar tunggu keberangkatan terus bertambah panjang. Orang tua saya saja daftar dari tahun 2013 baru berangkat tahun 2024. 

Ilustrasi calon jamaah haji Indonesia (Sumber: Antarafoto.com)
Ilustrasi calon jamaah haji Indonesia (Sumber: Antarafoto.com)

Menurut cerita saudara-saudara di kampung, sejak tahun 2000-an mulai muncul warga baru yang mendaftarkan diri sebagai warga kabupaten Sikka. Setelah mendapat KTP dan mendaftar haji, mereka langsung pulang ke kampungnya lagi. Kehadiran orang-orang seperti ini lalu membuat umat Islam dari Kabupaten Sikka bertambah secara signifikan. Salah satu efek dari penambahan itu adalah tertundanya waktu keberangkatan hingga puluhan tahun lamanya. 

Cerita haji 2024 cukup sampai di situ. Sekarang, saya ingin bercerita tentang sebuah tradisi unik di kampung ketika masih anak-anak sekitar akhir tahun 70 hingga pertengahan tahun 80. 

Saat itu tentunya kesempatan untuk berhaji masih sangat terbatas, sehingga setiap tahun paling banyak mungkin 10 orang untuk jatah 1 kabupaten. Pertama, karena secara kuantitas, jumlah umat Islam di tempat saya memang masih sedikit. Kedua, keadaan ekonomi masih menjadi kendala umat Islam di kampung saya. Ketiga jamaah calon haji yang daftar adalah orang asli.

Dengan kondisi tersebut maka orang-orang yang bisa berangkat haji ke Mekkah dianggap memiliki kelebihan ekonomi dan akan mendapatkan kedudukan sosial terhormat di kampung. Kebetulan, setiap tahunnya yang mendapat kesempatan untuk haji adalah kakek-nenek dan kerabat-kerabatnya. Sudah pasti setiap perjalanan jauh pasti punya cerita yang berkesan. Dan cerita-cerita inilah yang paling banyak ditunggu oleh kaum kerabat yang ditinggalkan di kampung.

Pengalaman-pengalaman jamaah haji  selama menunaikan ibadah haji menjadi bahan cerita paling favorit yang ditunggu-tunggu. Karena itulah ketika mereka sampai di kampung kehadiran mereka sudah ditunggu di masjid hingga rumah mereka. 

Antusiasme warga menjemput jamaah haji yang baru pulang tentu karena ungkapan rasa hormat dan kasih sayang kepada sesama hamba Allah. Selain itu, warga akan menanti kabar kapan mereka akan bersilaturahmi ke rumah kerabat-kerabatnya.Dalam silaturahmi inilah para jamaah haji akan membuka cerita-cerita yang menyimpan rahasia hidup mereka. 

 Mata Bengkak si Mata Keranjang

Ilustrasi salat berjamaah di Masjid Haram (Sumber: Jawapos.com)
Ilustrasi salat berjamaah di Masjid Haram (Sumber: Jawapos.com)

Cerita ini tahunnya saya lupa, tapi berkisar antara akhir tahun 70 hingga pertengahan tahun 80. Jadi, kakek ketika hendak menunaikan shalat di Masjidil Haram secara tidak sengaja berpapasan dengan seorang perempuan muda yang masih cantik. Katanya, raut muka wanita ini mulus dan cantik sekali, sampai matanya tidak berkedip mengikuti arah jalannya. Saat itu hatinya puas dan timbul rasa penasaran untuk mencarinya. 

Setelah salat, niatnya untuk mencari perempuan tadi langsung hilang. Seketika itu juga matanya mulai terasa gatal dan mengeluarkan air mata. "Saya bingung sekali, perasaannya tidak ada debu atau binatang yang masuk ke mata," katanya dalam bahasa daerah kami. Semua yang duduk di dalam rumah tertawa melihat ekspresi dan gerakan matanya. 

Ceritanya dilanjutkan. Setelah merasa matanya semakin gatal dan perih pergilah dia ke tempat wudhu untuk membersihkan kotoran yang masuk ke matanya. Semakin banyak air yang dibasuh ke matanya, hasilnya sama saja. Matanya tetap perih dan gatal. Alih-alih bersih, yang ada matanya justru membengkak. Dan ukurannya besar sekali. 

"Seperti pelungku saya ini," katanya sembari meletakkan kedua pelungku tangan ke matanya. Lagi-lagi warga yang mendengarkannya tertawa terbahak-bahak melihat pelungku tangannya yang gemuk dan berisi. 

Karena bengkaknya tidak turun-turun akhirnya kakek ini kembali ke titik pertemuannya dengan nenek sambil menutupi matanya dengan sorban yang ada di kepalanya. Begitu ketemu nenek, sontak nenek pun kaget. "Kok bisa bengkak begitu matanya, Ji," kata nenek. Kakek mencoba mengelak dengan menyalahkan debu yang masuk ke matanya ketika salat tadi. Akhirnya mereka pun kembali ke kemah bersama rombongan.

Dalam perjalanan pulang kakek memakai kacamata sambil menutupi sebagian matanya dengan kain sorban tadi. Kakek berharap bisa mengobatinya ketika sampai di kemahnya. Ternyata bengkaknya tidak sembuh-sembuh juga. Akhirnya ada yang menyarankan kakek untuk bertanya langsung kepada Syeh apa penyebab matanya jadi bengkak tersebut. Ketika Syeh berkunjung ke kemah kakek, beliau melihat mata kakek yang bengkak di balik kacamata hitamnya. Syeh langsung nembak, "pasti tadi Bapak lihatin perempuan cantik ya!" 

Dengan malu-malu kakek jawab iya. Semua jamaah haji yang ada di dalam kemah tertawa melihat ekspresi kakek yang malu-malu sembari nunduk. Syeh yang bijak tidak ingin melihat kakek bertambah malu kemudian mendoakan kesembuhan mata kakek. 

Setelah selesai berdoa, Syeh menyarankan kakek untuk salat tobat memohon ampun kepada Allah atas perbuatan dosa yang sudah dilakukan di Masjid Haram tadi. Kakek pun menunaikan semua saran Syeh, dan Alhamdulillah, tidak sampai sejam, mata kakek kembali normal seperti biasa. 

Punggung Ditabok Pakai Sandal

Ilustrasi jamaah haji dari negara lain (Sumber: Jawapos.com)
Ilustrasi jamaah haji dari negara lain (Sumber: Jawapos.com)

Ini cerita pengalaman dari Nenek ketika menunggu waktu untuk salat berjamaah di Masjidil Haram. Perasaan nenek saat itu tidak enak, karena orang-orang yang berada di sekitarnya bentuk tubuhnya tinggi dan besar semua. Sementara nenek badannya pendek dan agak kurus. Nenek mencoba untuk menjauh agar tidak berdesak-desakan dengan mereka, tetapi usaha tersebut gagal. Alih-alih menghindar, badan nenek yang kecil itu malah terhimpit di antara jamaah-jamaah yang berbadan besar semua. Alhamdulillah, nenek tidak sampai jatuh dan terinjak. Nenek hanya berpegangan ke badan jamaah yang ada di dekatnya untuk melindungi diri. 

Dan tibalah waktu salat. Ketika nenek sedang salat Qabliyah, pada saat sujud pertama beliau merasa "prak!". Punggungnya ditabok orang dengan sandal. "Sakit juga," kata nenek. Kemudian nenek berdiri untuk lanjut ke rakaat kedua. Sampai rukuk masih aman. Begitu mau sujud pertama, punggung nenek kembali kena tabokan sandal untuk yang kedua kalinya. Nenek hanya bisa menahan rasa sakitnya sembari berpikir pasti jamaah yang di belakangnya yang iseng. 

Nenek benar-benar heran, karena di belakangnya persis tidak ada satu pun jamaah. Kalau pun ada posisinya agak jauh, sehingga mustahil bisa menabok dengan keras. Nenek mulai berpikir, ada tanda apa ini? Setelah selesai salat berjamaah nenek dan kakek kembali ke kemah bersama dengan rombongannya. Sepanjang jalan nenek bercerita pengalaman yang aneh tersebut ke kakek dan beberapa orang dalam rombongan itu. Seperti biasa, nenek disarankan untuk bertanya langsung kepada Syeh.

Tibalah waktu Syeh datang mengunjungi kemah rombongan nenek. Dalam acara tanya jawab nenek menceritakan pengalamannya ditabok sandal ketika salat berjamaah. Sambil tersenyum Syeh cuma bertanya, "apa ibu dulu pernah menabok orang lain di kampung atau di mana?" Nenek kemudian mengingat-ingat kembali kejadian-kejadian yang membuat beliau harus menabok orang lain dengan sandal. 

Akhirnya nenek teringat kalau dulu beliau pernah menabok temannya dengan sandal yang membuat orang tersebut langsung jatuh sakit. Syeh pun mendoakan nenek dan menyarankan agar salat tobat, dan harus segera meminta maaf kepada temannya begitu sampai di kampung. Dan nenek langsung datang menemui orang yang ditaboknya dulu dan meminta maaf kesalahannya tersebut.

Kaki Bengkak Sandal pun Hilang

Ilustrasi suasana di Masjid Haram (Sumber: Beritasatu.com)
Ilustrasi suasana di Masjid Haram (Sumber: Beritasatu.com)

Ini cerita pengalaman jamaah haji yang lain lagi, satu generasi dengan kakek. Ceritanya, jamaah ini masa mudanya dikenal sebagai pemuda nakal di kampung. Kenakalan zaman itu masih sebatas ngumpetin sandal orang-orang yang sedang salat di masjid. Setelah puas melihat empunya sandal kebingungan mencair sandalnya, baru dia keluar sambil membawa sandalnya dengan alasan nemu di sekitar masjid. Kami memanggilnya Kakek Pua (nama samaran tentunya). 

Rupanya kenakalan ini ikut dibawa ketika melakukan ibadah haji di Mekah. Cerita ini settingnya masih di Masjidil Haram dengan momen salat berjamaah. Begitu sampai di tempat "batas suci" masjid, Kakek Pua melihat banyak sekali sandal-sandal bagus yang modelnya beda dengan yang dia pake. 

Saat itu muncullah ide iseng dan nakalnya. Dia pun langsung berniat untuk menyembunyikan sepasang sandal yang paling bagus. Lalu pura-puralah kakek ini berjalan sambil menyeret sandal yang sudah diincarnya. Sandalnya sendiri dicopot, sementara sandal yang jadi sasaran digeser-geser terus sampai ke tempat yang agak tersembunyi. 

Di sini, sandal tersebut dibiarkan begitu saja. Kakek Pua langsung berwudu lalu masuk ke masjid dan shalat. Selesai shalat Kakek Pua yang masih memakai gamis dan sorban langsung keluar  karena  ingin melihat reaksi dan ekspresi pemilik sandal yang dia sembunyikan. Namun, sebelum kakek ini sampai ke tempat "parkir" sandal, tiba-tiba kakinya seperti terkilir dan sakitnya bukan main. Tadinya jalannya masih tegap dan gagah, sekarang jadi terseok-seok karena menahan sakit. Tidak kuat menahan sakit akhirnya Kakek Pua mencari tempat yang sepi untuk duduk sejenak sambil mengobati kakinya terlebih dahulu.

Akhirnya kakek kami ini pun duduk di tempat yang agak memojok sambil memijat-mijat bagian kakinya yang terkilir. Alih-alih berkurang sakitnya, yang ada malah kakinya bertambah bengkak dan menjalar hingga ke betis. Sakitnya pun nambah. Dia pun hanya terduduk sambil melihat jamaah lain lalu lalang di hadapannya. Kebetulan ada teman satu rombongan jadi dia langsung dibopong untuk ke bus rombongan yang sudah menunggu. 

Niatnya mau ambil sandal Kakek Pua. Ternyata barang yang dicari tidak ditemukan. Setelah mencari ke sana-ke mari sandal yang dicarinya tidak ada juga. Sandalnya hilang. Akhirnya Kakek Pua pulang dalam keadaan nyeker sambil menahan rasa sakit. Sampai di kemah dia hanya duduk meringis sambil memegang-megang kakinya yang bengkak tanpa menyadari dosa yang telah dilakukan ketika di Masjid Haram. 

Seperti biasa, solusi untuk mengetahui kesalahan jamaah ini hanya bisa diberikan oleh Syeh yang bertugas sebagai penasihat spiritual para jamaah haji dari Indonesia ini. Begitu Syeh berkunjung ke kemah ini, Kakek Pua tidak bisa duduk lebih dekat ke Syeh karena diganjal oleh kakinya yang bengkak. Kakek Pua duduk paling belakang dan sedikit terpisah dari teman-temannya yang duduk mengelilingi Syeh. 

Setelah selesai dengan tugasnya, Syeh menghampiri Kakek Pua yang sedari tadi hanya duduk sambil memegang kakinya yang bengkak. Tanpa basa-basi, Syeh ini langsung bilang, "Bapak suka iseng sembunyikan sandal orang jadi begini akibatnya." Kakek Pua hanya tersenyum malu dan pasrah dengan apa yang mau dikatakan Syeh ini. Tidak pake lama, Syeh langsung berdoa untuk Kakek Pua. Syeh kemudian berpesan agar Kakek Pua segera mengembalikan sandal yang disembunyikan ke tempatnya semula. 

Begitu ada kesempatan salat berjamaah di Masjidil Haram, Kakek Pua yang kakinya masih bengkak ini minta ditemani oleh jamaah lain langsung ke tempat sandal yang dia sembunyikan. Untung sandalnya masih ada dalam posisi yang sama seperti dia taruh. sadal itu pun diambil dan dibawa ke tempat di mana pertama kali diseret-seret. Setelah meletakkan dengan posisi seperti semula, Kakek Pua bersama temannya langsung berwudu dan masuk untuk salat berjamaah. Dan setelah salat, kaki Kakek Pua langsung sembuh. Dan ajaibnya, sandal Kakek Pua yang hilang tiba-tiba ada lagi di tempatnya. 

Pesan Moral

Ilustrasi keluarga turut mengantarkan keberangkatan rombongan haji (Sumber: Liputan6.com)
Ilustrasi keluarga turut mengantarkan keberangkatan rombongan haji (Sumber: Liputan6.com)

Saya hanya bisa mengangkat 3 cerita dari sekian banyak cerita yang sudah saya dengar selama 10 tahun musim haji di masa kecil. Cerita-cerita seperti ini biasanya akan diceritakan lagi oleh kerabat-kerabat yang mendengarkan langsung kepada orang-orang yang belum mendengarkannya. Pada momentum menceritakan ulang ini biasanya sudah mulai muncul bumbu-bumbu penyedap untuk menambah daya tarik cerita aslinya. 

Pesan moral dari tradisi ini hanya untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa semua kesalahan kita pasti akan mendapat balasan kelak. Orang-orang yang pergi haji dan menemukan momentum "pembalasan dosa" ini sangat beruntung karena sudah mendapat teguran terlebih dahulu ketika masih hidup. 

Pengalaman ini lalu dijadikan cerita di hadapan kerabat sebagai pelajaran bahwa kita mesti hidup saling menghormati, saling menghargai sesama. Jangan menyakiti orang lain, apalagi yang lebih lemah posisinya dari kita. 

Momentum silaturahmi antara mereka yang baru pulang haji dengan kerabat dan warga menjadi penanda ikatan persaudaraan yang erat dalam satu kampung. Kerabat dan warga berkumpul mendengarkan cerita sambil menikmati hidangan ala kadarnya menjadi media untuk saling mengingatkan sesama manusia melalui pengalaman dari para haji ini. Dan inilah esensi dari hubungan antar manusia, yaitu persaudaraan dunia-akhirat.

Depok, 6/6/2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun