Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menimbang Tapera Sebagai Solusi atau Potensi Masalah Baru?

1 Juni 2024   21:36 Diperbarui: 2 Juni 2024   00:03 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proyek perumahan rakyat (Sumber: Sindonews.com)

Bayangkan kalian memiliki harapan besar untuk memiliki rumah impian, namun harus menghadapi kenyataan bahwa upaya tersebut terkendala oleh kebijakan yang tidak transparan dan berpotensi membebani keuangan. Inilah dilema yang dihadapi masyarakat Indonesia dengan peluncuran program Tabungan Rakyat (Tapera). 

Meskipun digadang-gadang sebagai solusi untuk membantu rakyat mendapatkan rumah, apakah Tapera benar-benar efektif dalam mencapai tujuan tersebut, atau justru menambah lapisan kompleksitas dan potensi masalah baru? Mari kita telaah lebih dalam bagaimana Tapera berfungsi dan apakah ia mampu memenuhi kebutuhan rumah rakyat dengan adil dan efisien.

Peluncuran  Tapera oleh pemerintah yang direncanakan mulai efektif pada 2027, bertujuan untuk membantu masyarakat yang belum memiliki rumah agar dapat lebih mudah mengakses kepemilikan rumah. 

Skema ini melibatkan pemotongan iuran sebesar 3 persen dari gaji atau sumber pendapatan resmi lainnya. Meskipun memiliki tujuan mulia, kebijakan Tapera ini menuai berbagai polemik terkait efektivitas dan relevansinya.

Ilustrasi pelayanan peserta Tabungan perumahan rakyat/Tapera (Sumber: BBC.com)
Ilustrasi pelayanan peserta Tabungan perumahan rakyat/Tapera (Sumber: BBC.com)

Tapera diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang belum memiliki rumah dengan menyediakan dana yang dikumpulkan dari iuran bulanan untuk membantu mereka membeli rumah. Jika diterapkan secara efektif, program ini dapat menyediakan akses pembiayaan yang lebih terjangkau bagi kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. 

Dengan tabungan yang terkumpul, peserta dapat memanfaatkan dana ini untuk mendapatkan rumah pertama mereka melalui mekanisme yang lebih terstruktur dan didukung oleh pemerintah.

Namun, efektivitas Tapera dalam membantu masyarakat memiliki rumah masih dipertanyakan karena beberapa alasan mendasar. Salah satu kekhawatiran utama adalah ambiguitas dalam sasaran program ini. Ketentuan bahwa iuran dipotong dari gaji semua pekerja seolah-olah memukul rata semua pekerja sebagai kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah. 

Faktanya, banyak pekerja yang sudah memiliki rumah sendiri, sehingga kebijakan ini dapat dianggap tidak adil bagi mereka yang tidak membutuhkan bantuan untuk kepemilikan rumah. 

Ilustrasi Tapera akan memotong gaji 3 persen (Sumber: Detik.com)
Ilustrasi Tapera akan memotong gaji 3 persen (Sumber: Detik.com)

Memaksa semua pekerja untuk berkontribusi dalam skema ini tanpa mempertimbangkan kepemilikan rumah yang sudah ada dapat menimbulkan ketidakpuasan dan dianggap sebagai pemotongan gaji yang tidak perlu. Selain itu, ketentuan kepemilikan rumah sudah diatur dalam BPJS Ketenagakerjaan, yang mencakup program pembiayaan perumahan bagi para pekerja. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kebutuhan adanya aturan khusus seperti Tapera. Dengan adanya BPJS Ketenagakerjaan yang sudah menyediakan solusi serupa, Tapera tampaknya hanya menambah lapisan birokrasi tanpa menawarkan manfaat yang jelas atau tambahan bagi masyarakat.

Baca juga: KPR: Jalan Menuju Rumah Impian atau Jerat Utang Tak Berujung?

Lebih lanjut, definisi warga yang belum memiliki rumah juga dianggap ambigu. Beberapa individu yang menjadi sasaran program Tapera mungkin sudah memiliki rumah, namun tetap diwajibkan untuk berkontribusi dalam skema ini. 

Tanpa kriteria yang jelas dan selektif, program ini dapat kehilangan fokus dan tidak mencapai tujuan utamanya untuk membantu mereka yang benar-benar membutuhkan. Untuk meningkatkan efektivitas Tapera, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini didesain dengan mempertimbangkan situasi nyata masyarakat. 

Sebelum menerapkan pemotongan gaji, harus ada evaluasi yang akurat mengenai status kepemilikan rumah para pekerja. Kebijakan ini juga harus diselaraskan dengan program yang sudah ada seperti BPJS Ketenagakerjaan untuk menghindari redundansi dan memastikan bahwa upaya bantuan perumahan tepat sasaran dan efektif. 

Dengan demikian, Tapera dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk membantu masyarakat memiliki rumah, bukan sekadar kebijakan tambahan yang menambah beban bagi pekerja yang sudah memiliki rumah.

Ilustrasi BPJS Ketenagkerjaan (Sumber: Dataindonesia.id)
Ilustrasi BPJS Ketenagkerjaan (Sumber: Dataindonesia.id)
Kriteria Tapera Sebagai Kebijakan Publik

Peluncuran Tapera lalu memunculkan beberapa pertanyaan penting terkait apakah kebijakan ini telah memenuhi syarat atau kriteria pembuatan kebijakan publik, terutama dalam mengatur kepentingan masyarakat secara langsung. 

Untuk menilai hal ini, kita perlu mempertimbangkan beberapa aspek utama dari pembuatan kebijakan publik, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipasi publik, dan efektivitas implementasi.

1. Transparansi dan Akuntabilitas

Salah satu syarat utama pembuatan kebijakan publik yang baik adalah transparansi dalam perumusan dan implementasi kebijakan. Dalam kasus Tapera, ada kekhawatiran mengenai kurangnya transparansi terkait siapa saja yang akan dikenai iuran dan bagaimana dana yang terkumpul akan dikelola. 

Tanpa mekanisme pengawasan yang jelas dan terbuka, ada potensi besar bahwa dana Tapera bisa disalahgunakan. Transparansi yang rendah juga dapat mengurangi akuntabilitas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program ini.

2. Partisipasi Publik

Kebijakan publik yang baik seharusnya melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pembuatannya. Dalam peluncuran Tapera, ada indikasi bahwa kebijakan ini tidak melalui konsultasi publik yang memadai. Banyak pekerja dan masyarakat umum yang merasa tidak dilibatkan dalam diskusi mengenai kebutuhan dan desain program ini. Ketiadaan partisipasi publik yang luas bisa menyebabkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

3. Efektivitas Implementasi

Kebijakan yang dirancang untuk mengatur kepentingan masyarakat secara langsung harus memiliki mekanisme implementasi yang jelas dan efektif. Tapera, meskipun memiliki tujuan untuk membantu masyarakat yang belum memiliki rumah, berpotensi menghadapi tantangan besar dalam hal implementasi. 

Penetapan iuran yang dipotong dari gaji semua pekerja tanpa mempertimbangkan apakah mereka sudah memiliki rumah atau belum, menunjukkan kurangnya perencanaan yang matang. Ini juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpuasan di kalangan pekerja.

Potensi Kebocoran 

Potensi masalah yang muncul terkait dengan syarat kebijakan publik di balik peluncuran Tapera menimbulkan kecurigaan terjadinya potensi kebocoran dalam kebijakan Tapera ini. Terutama jika dana yang terkumpul tidak dikelola dengan baik dan diawasi secara ketat.  Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kebocoran dan korupsi antara lain: 

  • Kurangnya Pengawasan: Tanpa pengawasan yang ketat dari lembaga independen, dana yang terkumpul dari iuran Tapera bisa disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
  • Birokrasi yang Kompleks: Tambahan lapisan birokrasi untuk mengelola Tapera dapat menciptakan celah bagi praktik korupsi jika tidak ada sistem yang transparan dan akuntabel.
  • Ketiadaan Laporan Publik: Jika tidak ada laporan yang terbuka dan rutin tentang penggunaan dana Tapera, masyarakat tidak dapat mengawasi secara langsung dan mempertanyakan jika terjadi penyimpangan.

Banyak pakar kebijakan publik yang menentang peluncuran Tapera dalam kondisi saat ini. Mereka menyoroti bahwa kebijakan ini berpotensi menjadi sarang korupsi baru jika tidak dikelola dengan baik. Tanpa transparansi dan pengawasan yang memadai, Tapera hanya akan menambah beban finansial bagi pekerja tanpa memberikan manfaat yang signifikan. 

Pemerintah seharusnya fokus pada reformasi sistem yang sudah ada, seperti BPJS Ketenagakerjaan, yang sudah memiliki mekanisme untuk membantu kepemilikan rumah bagi pekerja.

Ilustrasi proyek perumahan rakyat (Sumber: Sindonews.com)
Ilustrasi proyek perumahan rakyat (Sumber: Sindonews.com)
Kurangnya transparansi, partisipasi publik, dan potensi kebocoran pada tabungan perumahan rakyat mengindikasikan bahwa peluncuran Tapera belum sepenuhnya memenuhi syarat pembuatan kebijakan publik yang mengatur kepentingan masyarakat secara langsung. Kebijakan ini perlu dirancang ulang dengan pendekatan yang lebih inklusif dan akuntabel.

Pemerintah harus memastikan bahwa setiap langkah dalam pelaksanaan Tapera diawasi dengan ketat untuk mencegah korupsi dan memastikan dana benar-benar digunakan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan rumah.

Depok, 1/6/2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun