Dalam momen ngariung inilah beliau bercerita tentang masa kecil istri, dan bertanya tentang rencana saya ke depan. Saya pun menceritakan dengan senang hati tentang visi hidup saya 10 tahun lagi.Â
Waktu itu kami masih ngontrak, jadi saya sampaikan bahwa saya harus bisa beli rumah dalam waktu satu atau dua tahun setelah menikah. Setelah itu baru punya momongan, dan beli isi rumahnya pelan-pelan. Mertua mendengar dengan antusias sambil menyelipkan ungkapan doa semoga Allah mengabulkan cita-cita kami. Kami pun serempak mengucapkan "amin".Â
Kalau sekali ke Depok mereka biasanya menginap 2 sampai 3 malam. Setelah itu pindah lagi ke rumah ipar saya di Depok juga. Hubungan kami semakin dekat ketika istri melahirkan anak pertama. Waktu itu masih di kontrakan. Tapi niat untuk beli rumah mulai diwujudkan dengan mulai mencicil DP pertama ke developer. Rumah ini adanya di Parung, Kabupaten Bogor.
Anak pertama saya ini memang bukan cucu pertama mereka. Tapi mereka sangat menyayanginya. Setiap pagi mereka suka menggantikan tugas saya menjemur bayi mungil ini di bawah sinar mentari pagi di halaman rumah.Â
Kadang mereka membawa keliling bayi ini dengan kereta dorong keliling komplek kontrakan. Senang juga saya melihat kedekatan kedua mertua saya ketika sedang menjemur anak bayi kami. Mereka suka berantem untuk gantian gendongnya.Â
Saya yang sudah siap dengan pakaian kerja hanya bisa mendekat, gendong sebentar dan serahkan lagi ke mereka karena harus segera berangkat. Sebelum berangkat  tidak lupa memberi salam sambil menciumi tangan mereka satu per satu.Â
Bapak mertua dan ibu mertua suka menceritakan perkembangan anak saya begitu saya ada di rumah pada malam harinya. Kami suka berkumpul di ruang keluarga sambil menonton televisi bersama-sama. Anak bayi kalau malam-malam begitu hanya tidur di kamar bersama ibunya. Kami bertiga terlibat dalam obrolan ngalor ngidul kalau topik tentang anak sudah habis dibahas.Â
Begitu kami pindah ke rumah di Parung, mertua saya adalah orang paling sibuk mengurusi proses perpindahan. Ketika kami memindahkan barang-barang dari kontrakan ke atas pick up mertua laki bertindah seperti mandor menghitung semua barang yang ada. Bahkan beliau sampai rela harus ikut-ikut angkut barang. Kalau ibu mertua lebih konsen menjaga bayi, karena ibunya sedang mengatur barang-barang dari kamar.Â
Sesuai dengan tradisi kita, mertua saya lalu mengarahkan saya dan istri untuk tetap berada di luar area pagar rumah sebelum beliau memberi isyarat untuk masuk.Â
Beliaulah yang mengarahkan bacaan-bacaan yang mesti saya ucapkan ketika mulai memasuki area halaman rumah sampai ke pintu. Beliau juga yang mengarahkan saya untuk azan di titik-titik yang menurut pengamatan beliau bisa menjadi sumber berkah untuk keluarga kelak.Â