Putusan DKPP Tidak Bisa Menganulir Gibran Rakabuming Raka Sebagai Cawapres
Kelalaian KPU mengubah PKPU pasca-Putusan MK tersebut, yang membuat DKPP memutuskan bahwa semua komisioner KPU melanggar kode etik dan pedoman perilaku terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka, tidak bisa jadi dasar untuk membatalkan pencalonan Gibran.Â
Substansi putusan mengenai dugaan pelanggaran etik tersebut tidak  dapat dijadikan alasan untuk membatalkan hasil verifikasi dan penetapan pasangan calon yang telah ditetapkan oleh KPU. DKPP hanya mempersoalkan tindakan KPU yang tidak segera menyusun rancangan perubahan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 terkait syarat usia capres-cawapres pasca-Putusan MK. Dalil yang diajukan pemohon tidak beralasan menurut hukum sehingga tuntutan untuk mendiskualifikasi Gibran sebagai cawapres tidak bisa dipenuhi MK.Â
5. Cawe-cawe Presiden Tidak Berkorelasi Terhadap Hasil Pilpres
MK menyatakan menolak dalil pasangan Anies-Muhaimin yang menuding Presiden Joko Widodo ikut campur atau cawe-cawe dalam pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Alasannya, tidak ada korelasi antara pernyataan Jokowi yang mengaku ingin cawe-cawe dalam Pilpres 2024 terhadap hasil Pilpres 2024. Mahkamah juga tidak mendapatkan bukti adanya korelasi antara bentuk cawe-cawe dimaksud dengan potensi perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.Â
Baca juga:
Jokowi, Netralitas, dan Etika Politik
MK malah mempertanyakan dalil yang tidak diuraikan lebih detail tentang tindakan cawe-cawe yang dimaksud beserta dampak dan bukti-buktinya. Kubu Anies-Muhaimin hanya menyerahkan bukti berupa artikel dan berita yang menujukkan kegiatan dan pernyataan Jokowi yang berkehendak untuk cawe-cawe dalam Pilpres 2024, namun tanpa bukti pendukung yang kuat di persidangan. Menurut MK, artikel dan berita tersebut tidak bisa ditafsirkan begitu saja sebagai kehendak untuk ikut campur dalam pelaksanaan Pilpres 2024 dengan menggunakan cara-cara di luar hukum dan konstitusi.
"Terlebih, terhadap dalil Pemohon a quo, Mahkamah tidak mendapatkan bukti adanya pihak yang keberatan, khususnya dari peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 setelah ada penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mempersoalkan pernyataan adanya cawe-cawe dari Presiden," kata hakim MK Daniel Yusmic Foekh dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).Â
Terhadap dalil yang  menyebut kegagalan wacana presiden tiga periode membuat Jokowi mendukung salah satu kandidat yang diposisikan sebagai penerusnya juga ditolak Mahkamah. MK tidak menemukan penjelasan dan bukti adanya korelasi langsung antara wacana perpanjangan masa jabatan dengan hasil penghitungan suara dan/atau kualitas Pilpres 2024. Mahkamah hanya memberi penilaian bahwa wacana perpanjangan masa jabatan Presiden memang menjadi salah satu background politik dalam kontestasi dalam Pilpres.