Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Mudik Pansela dan Cerita Terjebak Macet Sehari-Semalam

13 April 2024   20:29 Diperbarui: 13 April 2024   22:42 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemacetan panjang di jalan tol (Sumber: Tribunnews.com)

Selepas jalan tanjakan, kondisi mata kembali seperti semula, ngantuk. Terpaksa saya ngalah dan berdamai dengan mata saya yang sudah memberi sinyal kelelahan. Mobil saya pinggirkan di salah satu minimarket lokal yang berada di daerah Malangbong. Jalur mudik Pansela di kawasan Priangan Timur memang karakter jalannya banyak tanjakan, berkelok, dan sempit. 

Ilustrasi rest area (Sumber: Tribunnews.com)
Ilustrasi rest area (Sumber: Tribunnews.com)
Jam menunjukkan pukul 3 lewat. Saatnya untuk sahur juga. Setelah mobil diparkir dalam posisi sempurna, kaca jendela dibuka sedikit, posisi sandaran jok diturunkan, dan digeser abis ke belakang, badan pun disenderkan lalu tidur.

Saya terbangun karena mendengar suara-suara dari luar mobil yang ternyata dari para pemudik yang beristirahat sekalian sahur. Saya pun membangunkan anak-anak dan istri untuk sahur, dan kami pun sahur bersama di dalam mobil. Karena waktu untuk shalat Subuh pun nanggung sekalian saja kami tunggu sampai shalat Subuh berjamaah di musholah yang berada di sekitar situ.

Mobil langsung bergerak masuk ke dalam iring-iringan kendaraan yang bergerak perlahan di jalan ketika imam musholah sedang melantunkan doa-doa setelah shalat Subuh. Kali ini perjalanan agak lancar karena polisi memberlakukan one way hingga jalan Gentong yang terkenal karena kecuramannya. Mobil mulai bergerak dengan kecepatan yang konstan hingga melewati jalan gentong yang menukik. Kondisi lalu lintas masih lancar ketika posisi kami melewati rumah makan Gentong yang jalannya sudah mulai datar kembali.

Ketemu Pagi Lagi
Lalu lintas di sini mulai tersendat kembali karena sudah lepas dari kawasan satu arah. Matahari sudah terbit ketika mobil kami merayap dalam kemcetan di sepanjang jalan Ciawi. Kini semua pemandangan sudah terlihat jelas dan menyegarkan karena udara pagi yang sejuk. Kemacetan belum mencapai ujungnya. Mobil terus bergerak tersendat-sendat.

Tempat tujuan kami dari Ciawi ini, kalau dalam kondisi normal hanya ditempuh kurang lebih sejam lamanya. Hari itu lalu lintas di jalan Ciawi sedang tidak normal. Semua kendaraan ber-plat "B", "D", "Z", dan dari daerah-daerah Jawa Barat lain seolah tumpah ruah di ruas jalan yang lebarnya hanya muat tiga mobil ini.

Mobil-mobil terus bergerak di bawah sinar matahari pagi yang kian tinggi. Satu per satu kawasan yang menjadi highlight Ciawi seperti Masjid Itje Trisnawati, dan Alun-alun Ciawi terus kami lewati dalam kondisi macet. Aktivitas warga, kendaraan warga lokal, angkutan kota, bis-bis antar-kota, dan angkutan elf yang menyatu dalam arus lalu lintas mudik membuat kondisi jalan semakin macet.

Ilustrasi jalur mudik Pansela di pagi hari (Sumber: Suaramerdeka.com)
Ilustrasi jalur mudik Pansela di pagi hari (Sumber: Suaramerdeka.com)
Dengan sisa-sisa tenaga dan semangat untuk terus berpuasa, saya tetap bersabar di dalam kondisi ini. Sesekali mata ini terasa ngantuk kembali karena pengaruh AC yang sejuk dan kondisi badan yang kurang tidur. Istri menyarankan untuk istirahat dulu di kawasan pusat kerajinan Rajapolah. Saya parkirkan mobil dan memanjakan mata saya ini dengan membiarkannya terpejam beberapa saat.

Jarak kami ke rumah tujuan yang berada di Indihiang sudah semakin dekat. Tapi waktu tempuh untuk sampai di sana tidak bisa diperkirakan, karena kondisi kemacetan ternyata masih panjang saja. Sekitar jam 8 lewat kami bergerak meninggalkan Pusat Kerajinan Rajapolah yang berada persis di pinggir jalan raya Rajapolah. Kami kembali masuk dalam deretan mobil-mobil yang macet menuju Kota Tasikmalaya.

Kali ini targetnya harus sampai rumah dulu baru istirahat. Tidak ada lagi agenda berhenti di jalan. Mobil terus bergerak dalam iring-iringan kemacetan semakin jauh meninggalkan Rajapolah. Semangat nyetir kembali menyala-nyala ketika di hadapan kami berdiri gapura "Selamat Datang di Kota Tasikmalaya" yang menyambut kedatangan kami untuk merayakan Idul Fitri di sini. Dari gapura ini jarak ke rumah hanya 5 kilometer lagi, dan bisa mengambil jalan alternatif melewati permukiman penduduk yang jalannya pas hanya untuk 2 mobil.

Begitu sampai di depan gang untuk masuk ke jalan alternatif ini, saya langsung memutar setir ke arah kanan mengikuti jalan yang terbentang lurus ke dalam. Jalan inilah yang menuntun kami hingga sampai di depan komplek perumahan yang kami tuju. Berbelok ke kanan masuk komplek dan terus berjalan hingga sampai di rumah kami yang letaknya paling pojok dan masih dikelilingi oleh persawahan yang subur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun