Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Pengalaman Mudik Pansela dan Cerita Terjebak Macet Sehari-Semalam

13 April 2024   20:29 Diperbarui: 13 April 2024   22:42 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kemacetan panjang di jalan tol (Sumber: Tribunnews.com)

Kadang di masa-masa mudik yang lain, saya mulai masuk ke zona macet di SPBU Nagrek yang sejuk sekali kalau menjelang Maghrib. Kadang juga mulai dari Rumah Makan Ponyo. Pokoknya, saya selalu menandai titik macet yang paling rawan sejak berangkat hingga tiba di Tasikmalaya.

Cerita Macet
Perjalanan mudik tahun 2016 memang agak laen. Karena macetnya justru mulai dari jalan tol. Kami yang keluar dari Gerbang Tol Cikarang Utama sebelum zuhur saja, sudah terjebak macet. Gerak mobil hanya 5 kilometer per jam dengan jarak 5-10 meter. Dengan kecepatan seperti itu, untuk sampai di Gerbang Tol Cileunyi yang berada di 155 kilometer tidak mungkin ditempuh hanya 3-4 jam dalam kondisi normal. Padahal, keluar dari GT Cikarang Utama, hitungan kilometernya masih di angka 30-an.

Pergerakan mobil yang lambat di jalan tol ini sangat membosankan apalagi nyetir di bawah terik matahari yang panas. Menjelang buka puasa mobil kami masih berada di rest area KM 72, karena saat itu kami istirahat di sini untuk melepas penat. Artinya, dari GT Cikarang Utama ke Rest Area KM 72 kami hanya menempuh jarak 40 kilometer dalam waktu 5 jam.

Ilustrasi kemacetan panjang di jalan tol (Sumber: Tribunnews.com)
Ilustrasi kemacetan panjang di jalan tol (Sumber: Tribunnews.com)
Setelah istirahat perjalanan dilanjut menuju GT Cileunyi yang jaraknya masih 70 kilometer lagi. Lampu-lampu mobil sudah dinyalakan semua sehingga membuat area jalan tol menjadi terang benderang dalam perjalanan malam itu. Kemacetan agak terurai sehingga mobil bisa bergerak leluasa meski kecepatan di bawah 50 kilometer per jam. Sesekali berhenti, setelah jalan kembali.

Kami keluar dari Gerbang Tol Cileunyi sekitar jam 10 lewat. Berhenti sebentar di SPBU. Perjalanan dilanjut setelah semua urusan buang hajat diselesaikan. Pergerakan mobil agak lancar karena jalanan agak lengang. Namun tersendat ketika hendak memasuki kawasan padat merayap di Cicalengka.

Saya cuma membatin, malam-malam begini aktivitas masyarakat di sini tetap ramai seperti siang dan sore hari. Kehidupan di sini seperti tidak ada matinya, karena mobil-mobil yang bergerak ke arah timur terjebak di dalam keramaian manusia. Macetlah jalanan, dan mobil-mobil pun berhenti semua.

Semua orang terlihat sedang berjuang untuk keluar dari jebakan kemacetan ini. Ada yang berusaha untuk memanfaatkan ruang yang pas seukuran mobilnya supaya bisa nyalip ke depan, ada yang cuma bisa mainin klakson. Bagi yang sudah mendapatkan ruang gerak yang cukup akan bergerak maju meskipun cuma sedikit. Kondisi ini lama kelamaan berakhir juga setelah kami melewati zona padat tersebut.

Kali ini saya membayangkan kemacetan yang lebih panjang lagi di depan kami karena dari kejauhan sudah berjejer lampu belakang mobil yang menyala dalam aneka bentuk. Panjang juga jaraknya. Akhirnya mobil kami pun sampai di titik ini lalu bergabung bersama dalam situasi kemacetan malam itu.

Tidak ada yang bisa dilakukan lagi ketika berada di dalam kondisi macet total seperti ini selain sabar dan mengikuti dinamika pergerakan mobil yang berada di depan. Pelan tapi pasti, semua mobil tetap bergerak. Perjalanan benar-benar macet ketik memasuki turunan nagrek yang terkenal curam itu. Meski polisi sudah membuka jalur tersebut selebar mungkin, penumpukan kendaraan tidak bisa dihindari, karena ada bottle neck di jalan cabang yang membagi jalur ke Tasik dan Ciamis, dan jalur ke Garut.

Selepas jalan "cagak" ini medan jalan semakin menurun, dan banyak kendaraan yang berhenti di titik ini. Jalannya hanya untuk 2 mobil sehingga harus antre satu per satu untuk keluar dari turunan ini. Selepas turunan ini saya lupa daerahnya, tapi ingat kondisi jalannya yang lurus, datar, dan sempit. Dari posisi mobil kami saya bisa melihat dengan jelas deretan lampu-lampu berwarna merah yang berada di buritan mobil, mulai dari mobil di depan saya persis, sampai yang terjauh.

 Sahur dan Subuh di Jalan
Mata sudah semakin tidak tertahankan untuk tidur, tapi hati masih tetap keukeuh untuk terus di jalan supaya tidak kehilangan waktu yang lebih banyak. Mobil depan bergerak, saya ikut maju pelan-pelan dengan mata yang sudah sangat sayu. Meski masih bisa menandai lampu-lampu yang saya amati sedari tadi, pikiran ini mulai melanglang buana entah ke mana.

Sementara di dalam mobil, kedua anak saya dan istri sudah pulas ditemani air conditioner yang sejuk dan suara musik yang sayup-sayup. Saya tetap berusaha untuk tetap konsentrasi di tengah kemacetan yang ujungnya entah di mana. Ketika mobil berada di posisi jalan menanjak, saya harus lebih siaga menjaga kestabilan gas dan kopling agar mesin mobil tidak mati. Kalau di sini mata saya agak segar karena dipaksa demi menjag keselamatan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun