"Tapi sepedanya tidak bisa naik dua orang", kata saya lagi.
Dia sedikit heran. Saya langsung timpali sebelum dia bertanya kenapa?
"Soalnya sepeda ini lain. Tidak seperti sepeda kamu. Sepeda saya ini dibuat dari kayu".
Dia langsung kaget. Matanya melihat ke saya dengan ekspresi heran dan agak tidak percaya.
"Kau pasti bohong. Saya tidak percaya ada sepeda dari kayu", katanya sambil melemparkan ranting asam di tangannya ke saya.
Saya pun tidak kalah argumentasi. Saya sengaja menantang dia untuk ke rumah saat itu juga, karena saya sudah tahu dia pasti tidak mau karena sudah siang. Setelah itu kami tidak lagi membahas tentang sepeda kayu tadi sampai kami meninggalkan sekolah.
Ternyata cerita tentang sepeda kayu ini menyebar ke keluarganya. Dia menceritakan ini ke bapaknya dan saudara-saudaranya. Mereka semua heran dan tidak percaya. Maka teman saya ini ditugaskan untuk memastikan kebenaran cerita ini dengan mengecek langsung barangnya secara fisik.
Akhirnya mau juga teman ini datang ke rumah hanya untuk memastikan kebenaran sepeda kayu yang dibeli bapak. Tibalah hari yang kami nantikan bersama.
Begitu pulang sekolah kami langsung keluar kelas sama-sama berlari ke jalan raya dan menyusuri jalan setapan yang dilindungi oleh pepohonan. Sepanjang jalan kami bercanda dan tidak peduli dengan teriknya matahari siang itu.
Dan kami pun tiba di rumah. Kebetulan hanya ada ibu dan bapak yang baru selesai makan siang. Kami disuruh makan dulu sebelum lanjut main. Teman sudah tidak sabar ingin segera melihat sepeda kayu yang membuat dia dan keluarganya jadi penasaran. Saya pun langsung membawa dia ke bagian belakang rumah.