Dengan memahami dan menerapkan ajaran-ajaran Al-Qur'an, masyarakat dapat menciptakan kondisi yang mendukung untuk pengembangan teknologi yang berkelanjutan, beretika, dan bermanfaat bagi umat manusia. Kemampuan membaca Al-Qur'an dan upaya umat Islam dalam menciptakan literasi Al-Qur'an memiliki dampak yang signifikan dalam memperkuat iman, mengembangkan pengetahuan agama, dan memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat dan dunia secara keseluruhan.
Literasi al Quran di Indonesia
Muhammad Syarif Bando dalam buku: Literasi Kunci Negara Produsen (2023) menulis bahwa tradisi penulisan teks dalam Islam berkembang sedemikian dahsyat dan sistematis, sehingga teks selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan Islam di wilayah manapun dia tumbuh. Sesuai dengan kondisi pada masanya, teks-teks tersebut ditulis tangan oleh para pengarangnya, dan pada gilirannya disalin serta disebarkan kembali oleh murid-murid dan pengikutnya pada periode kemudian untuk keperluan transmisi ilmu pengetahuan.
Karya-karya intelektual Islam yang dihasilkan oleh para penulis atau ulama Nusantara ditulis tidak secara homogen dalam satu jenis bahasa dan aksara, seperti bahasa dan aksara Arab saja. Teks-teks tersebut juga ditulis dalam puluhan bahasa dan aksara lokal, seperti bahasa Melayu, Jawa, Aceh, Minangkabau, Madura, Sunda, Bugis, Sasak, Wolio, dan lainnya. Aksara yang digunakan juga memanfaatkan aksara Jawi (Arab gundul), Pegon, Serang, Hanacaraka, Cacarakan, Rejang, Kaganga, dan aksara lokal lainnya.
Naskah-naskah keislaman lokal yang dihasilkan itu pada hakikatnya merupakan buah dari berbagai upaya penafsiran para pengarangnya terhadap doktrin-doktrin Islam yang bersifat universal dan kosmopolitan, dan ditulis dalam rangka menyesuaikan doktrin-doktrin tersebut dengan konteks dan budaya lokal masyarakat setempat, karena meskipun "benih" Islamnya sama dengan di tempat asalnya, "tanah" tempat benih tersebut disemai memiliki sejumlah keragaman sosiologis yang berbeda, sehingga kreativitas para ahli agama sangat dibutuhkan untuk menemukan dan merumuskan identitas serta kekhasannya sendiri.
Tradisi literasi Islam tradisional telah mengilhami kesadaran intelektual para santri untuk kreatif dalam mengembangkan Islam, baik sebagai ajaran universal, sekaligus membumikannya sebagai ajaran yang sesuai dengan kebiasaan hidup masyarakat, di mana Islam itu tumbuh. Dan inilah sumbangan nyata Islam dalam membentuk tradisi literasi umat yang beragam polanya, namun tetap terikat pada sumber utama ajarannya, yaitu al-Quran dan Hadis.
Baca juga:
Kontribusi Islam Terhadap Tradisi Literasi Nusantara
Literasi al Quran di Indonesia tumbuh bersama berkembangnya agama Islam yang masuk ke Indonesia pada abad ke-14 Masehi. Tradisi literasi al Quran yang tumbuh di pondok pesantren memberi corak tersendiri terhadap pemahaman teks al Quran dan penerapannya dalam kehidupan. Dinamika masyarakat yang terus bergerak membuat literasi al Quran pesantren harus keluar dan menyesuaikan diri dengan perkembangan hidup manusia modern. Literasi al Quran pun terus berkembang dari masa ke masa yang terus menghasilkan corak literasi yang beragam.
Kondisi literasi al Quran di Indonesia saat ini dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu akses terhadap al Qur'an, pemahaman terhadap teks al Quran, dan penerapan ajaran-ajaran al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
Di Indonesia, al Quran sangat mudah diakses melalui berbagai saluran, termasuk cetakan fisik, aplikasi digital, situs web, dan pusat keagamaan. Al Quran juga sering disediakan di masjid, sekolah Islam, dan pusat pembelajaran agama. Namun, di daerah-daerah terpencil dan komunitas yang kurang mampu akses terhadap al Quran masih terbatas.