Evaluasi dokumen kurikulum berfungsi untuk memperoleh umpan balik tentang keterbacaan, kebermanfaatan dan keterpakaian dokumen-dokumen kurikulum. Sedangkan evaluasi implementasi kurikulum berfungsi untuk memperoleh informasi tentang implementasi berbagai intervensi PSP dan SMK PK serta potensi masalah sebelum menimbulkan dampak lebih lanjut.
Mengatasi Learning Loss dan Learning Gap
Kurikulum Merdeka, meskipun menjadi salah satu opsi kurikulum yang boleh dipilih oleh sekolah pada masa pandemi Covid-19, intervensinya terhadap kemajuan pendidikan sangat berarti. Sebelum diberi nama Kurikulum Merdeka, kurikulum ini kerap disebut sebagai Kurikulum Prototipe untuk menggambarkan status intervensinya sebagai kebijakan bumper untuk menanggulangi potensi learning loss dan learning gap selama pandemi.
Intervensi Kurikulum Prototipe dalam kondisi darurat ternyata memiliki pengaruh yang signifikan terhadap upaya pemulihan pembelajaran akibat pandemi Covid-19. Kurikulum ini memiliki kompetensi dalam menghadapi krisis pembelajaran yang menjadi permasalahan akut di Indonesia. Proses pembelajaran justru meningkat dengan hasil belajar siswa yang optimal sehingga bisa mengurangi dampak-dampak negatif pandemi Covid-19, terutama learning loss dan learning gap.
Kurikulum Prototipe ini membawa tiga karakteristik yang membuatnya memiliki keunggulan dibanding Kurikulum 2013. Keunggulan tersebut adalah: Pembelajarannya di rancang berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter; Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi; dan Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Karakter Kurikulum Prototipe ini kemudian bertransformasi menjadi Kurikulum Merdeka yang lebih fleksibel daripada Kurtilas. Fleksibilitas ini selaras dengan misi pendidikan nasional untuk mengejar ketertinggalan. Karena itulah, Kurikulum Merdeka sama sekali tidak membebani guru dan satuan pendidikan dengan tugas administrasi yang memberatkan. Fleksibilitas ini membuat guru dan satuan pendidikan bisa lebih leluasa dalam mengajar. Selain itu, kurikulum ini juga memberikan kebebasan bagi sekolah untuk dapat menyesuaikan tujuan pembelajaran terhadap kebutuhan di sekitar tempat siswa belajar.
Berbagai riset tentang learning loss selama ini akibat bencana, atau iklim yang ekstrem memberikan rekomendasi terhadap upaya pemulihan pembelajaran akibat learning loss diantaranya dengan penyesuaian terhadap kurikulum agar dapat mengembalikan pembelajaran secara normal. Kurikulum Merdeka ternyata bisa beradaptasi dan fleksibel terhadap kondisi kekinian peserta didik. Perubahan isi pembelajaran dan waktu pembelajaran yang tidak terlalu membebani siswa membuat Kurikulum Merdeka terasa ringan sehingga peserta didik dapat lebih melakukan interaksi yang positif dan pada akhirnya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka.
Pemerintah Indonesia sendiri selalu mengevaluasi kurikulum untuk kemudian disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi, dan industri. Termasuk learning loss akibat Covid-19, pemerintah mengambil langkah dengan memberikan 3 opsi penggunaan kurikulum, salah satunya adalah Kurikulum Merdeka. Pembuatan kebijakan secara "gawat darurat" sudah pasti berorientasi pada penyempurnaan kurikulum agar bisa menyesuaikan dengan kondisi sistem dan cara pembelajaran pasca pandemi.
Dari evaluasi yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, setelah kurikulum ini berjalan hampir satu tahun ajaran, ternyata siswa pengguna kurikulum ini mendapatkan hasil asesmen yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, karena secara signifikan mampu mengurangi indikasi learning loss selama pandemi baik untuk capaian literasi maupun numerasi.
Depok, 10 Maret 2024