Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Problem Ambang Batas Parlemen dalam Sistem Pemilu Proporsional

2 Maret 2024   22:04 Diperbarui: 23 Maret 2024   11:40 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Pemilu 2009, aturan ambang batas pemilu atau electoral threshold tidak lagi digunakan sebagai syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2014 karena dinilai tidak efektif mengurangi jumlah parpol pada Pemilu 2004 dan 2009. 

Sebagai ganti,  muncullah ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Ambang batas parlemen merupakan syarat minimal persentase perolehan suara partai politik dari total suara sah untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR.

Ketentuan baru tentang ambang batas ini diterapkan dalam rangka penyederhanaan partai politik setelah aturan ambang batas pemilu (electoral threshold) dianggap tidak efektif. Berbeda dengan ET yang menggunakan basis perhitungan kursi, PT dihitung berdasarkan jumlah suara sah nasional yang diraih partai.

Ambang batas parlemen pertama yang diterapkan dalam Pemilu 2009 adalah 2,5 persen. Nilai tersebut bertambah menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014 dan menjadi 4 persen pada Pemilu 2019. Kenaikan nilai tersebut diharapkan dapat semakin menyaring jumlah partai yang masuk ke Senayan.

Ternyata PT tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik di DPR meskipun nilainya terus diubah dari pemilu ke pemilu. Peningkatan nilai PT di tiap-tiap pemilu ternyata tidak bisa mengurangi jumlah partai yang mendapat kursi di parlemen. 

Pemilu 2009 dengan PT 2,5 persen terdapat 9 partai yang lolos ke DPR; Pemilu 2014 dengan PT 3,5 persen partai yang lolos ke DPR sebanyak 10 parpol; Pemilu 2019 dengan PT 4 persen masih ada 9 partai yang lolos ke DPR.

Sumber: Beritasatu.com
Sumber: Beritasatu.com

Alasan tidak efektifnya PT dalam menyederhanakan partai adalah angka PT yang ditetapkan oleh para penyusun undang-undang selama ini tidak memiliki alasan atau landasan rasional yang kuat dalam menentukan besaran angka tersebut. Nilai ambang batas tersebut lahir bukan dari hasil kajian akademis tetapi karena kentalnya permainan politik partai yang sarat dengan kepentingan pribadi. 

Alih-alih menyederhanakan partai, besaran PT yang selalu meningkat justru semakin meningkatkan suara terbuang dan menyebabkan hasil pemilu tidak proporsional

Tingginya PT selama ini berpotensi melanggar hak asasi caleg yang memperoleh suara tinggi tetapi tidak bisa lolos karena partainya secara nasional tidak memenuhi ambang batas parlemen. 

Selain itu, ambang batas parlemen yang terlalu tinggi juga menghilangkan esensi kedaulatan rakyat itu sendiri karena suara yang diberikan kepada caleg menjadi sia-sia (CNN Indonesia.com, Kerap Digugat & Berubah, Apakah Ambang Batas Parlemen Perlu Ada? 1/3/2024).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun