Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oposisi Rasa Koalisi

1 Maret 2024   10:01 Diperbarui: 5 Maret 2024   15:52 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah budaya politik demokratis yang muncul sejak gerakan reformasi bergulir tahun 1998 telah melahirkan tradisi oposisi murni dalam sistem kepartaian kita? Tradisi oposisi murni, di mana partai politik yang menjadi oposisi tetap konsisten dalam mempertahankan posisinya tanpa berkoalisi dengan pemerintah, belum terwujud dalam politik Indonesia pasca-reformasi tahun 1998. Faktor-faktor penyebabnya melibatkan dinamika politik, budaya politik, dan realitas politik dalam sistem politik Indonesia.

Sumber: Kompas.id
Sumber: Kompas.id

Pertama-tama, perlu diketahui bahwa politik Indonesia pasca-reformasi masih dalam proses konsolidasi. Transisi dari era Orde Baru yang otoriter menuju demokrasi yang lebih terbuka masih menyimpan problem-problem politik dengan segala kompleksitasnya. Partai-partai masih mencari identitas dan kekuatan politik mereka. Dalam situasi demikian, strategi kolaborasi dengan pemerintah menjadi jalan bagi parpol untuk memperoleh keuntungan politik, termasuk akses ke sumber daya dan posisi kekuasaan.

Kemudian, budaya politik di Indonesia juga berperan dalam menghambat tumbuhnya oposisi murni. Budaya politik yang cenderung pragmatis dan berorientasi pada kepentingan jangka pendek sering kali menempatkan oportunisme politik di atas prinsip. Dalam konteks politik multipartai, di mana partai-partai politik bersaing untuk mendapatkan dukungan publik dan kekuasaan politik, koalisi dengan pemerintah dapat dianggap sebagai cara yang efektif untuk mencapai tujuan tersebut.

Selain itu, sistem politik Indonesia yang menganut sistem proporsional dalam pemilihan umum juga berkontribusi terhadap dinamika ini. Dalam sistem ini, partai politik sering kali harus berkoalisi untuk membentuk mayoritas parlementer atau mendukung pemerintahan yang terbentuk. Hal ini mendorong terjadinya aliansi politik yang berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik masing-masing partai.

Terakhir, faktor eksternal seperti tekanan politik dan ekonomi juga dapat memengaruhi sikap partai politik terhadap pemerintah. Di tengah tekanan untuk mempertahankan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi, partai-partai politik merasa perlu untuk bergabung dengan pemerintah demi kepentingan nasional yang lebih besar.

Dengan demikian, fenomena bergabungnya partai politik oposisi ke dalam pemerintahan sebenarnya merupakan refleksi dari realitas politik Indonesia pasca-reformasi. Meskipun terdapat aspirasi untuk memiliki oposisi yang murni, faktor-faktor seperti dinamika politik, budaya politik, sistem politik, dan tekanan eksternal sering kali menghambat terwujudnya tradisi oposisi yang konsisten dalam politik Indonesia.

Depok, 1 Maret 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun