Oposisi rasa koalisi yang menjadi panggung politik akomodasinya Presiden Joko Widodo, bisa dilihat pada performa tiga lembaga yang berfungsi mengawasi jalannya pemerintah. Jokowi berhasil menyelaraskan fungsi ketiga lembaga ini dengan kepentingannya melalui pimpinan-pimpinan yang berafiliasi kepada pemerintah.
Pertama adalah DPR yang kursi ketuanya diserahkan kepada partai pemenang Pemilu 2019, yaitu PDIP. Kursi ini kemudian diisi oleh Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Setelah DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memilih La Nyalla Mattalitti, anggota DPD dari Jawa Timur untuk memimpin lembaga yang menjadi tetangga DPR ini. Terakhir adalah kursi Ketua MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang diisi oleh Bambang Soesatyo dari Partai Golkar.
Terpilihnya Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi menjadi titik kulminasi politik akomodasi yang menghimpun penguasaan seluruh lembaga legislatif di tangan pendukung Jokowi. PDIP merupakan partai pengusung Jokowi-Amin di Pilpres 2019, sementara Golkar menjadi bagian dari koalisi pendukung Jokowi. La Nyalla sendiri diketahui sebagai salah satu tokoh politik yang aktif berkampanye untuk memenangkan Jokowi-Amin.
Di DPR sendiri Jokowi telah menguasai 471 kursi atau setara 81,9 persen kekuatan politik parlemen sebelum Partai Demokrat bergabung. Dengan masuknya Demokrat ke dalam koalisi pemerintah, hampir semua kekuatan politik parpol di DPR sudah menjadi bagian pemerintah. Kekuatan politik di DPR sekarang nyaris tanpa oposisi karena 525 kursi atau setara dengan  91,3 persen adalah bagian dari pemerintahan Jokowi. Potensi kekuatan oposisi saat ini hanya bertumpu pada PKS yang hanya menguasai 50 kursi. Dan inilah realitas politik oposisi dalam sistem politik Indonesia sekarang.
Kondisi ini memang kondusif bagi terciptanya pemerintahan yang stabil dan mulus jalannya. Semua kebijakan pemerintah pasti akan diloloskan DPR tanpa perlawanan yang berarti. Suara oposisi nyaris tak didengar sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah berjalan tanpa kontrol dan penyeimbang dari kubu lawan. Mekanisme checks and balance dalam demokrasi pun terhalang oleh politik oposisi rasa koalisi ini.
Model Oposisi Baru
Hasil final penghitungan suara Pilpres 2024 belum rampung oleh KPU. Namun, dari perkembangan laporan sekarang, posisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih unggul dengan perolehan di atas 50 persen. Hasil ini mengonfirmasi akurasi quick count yang menempatkan paslon nomor urut 2 ini sebagai pemenang Pilpres 2024 dengan perolehan suara 58 persen-an. Artinya, peluang Prabowo-Gibran untuk dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih terbuka lebar.
Tantangan terberat presiden terpilih setelah penetapan KPU adalah memastikan dukungan politik partai yang besar demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan 5 tahun mendatang. Prabowo-Gibran harus bisa mengelola dukungan politik dari DPR untuk menjamin stabilitas pemerintahan mereka hingga 2029. Salah satu strategri pengelolaan dukungan politik tersebut adalah menambah dukungan dari partai lain di luar koalisi pilpres. Pemerintahan baru memerlukan dukungan dari kubu oposisi yaitu partai yang kalah dalam pilpres.