Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membangun Rekonsiliasi di Tengah Perbedaan Pilihan Politik

18 Februari 2024   11:00 Diperbarui: 5 Maret 2024   16:33 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#2. Persaingan yang Ketat

Konteks berikutnya adalah kompetisi atau persaingan politik yang ketat di antara para kandidat dan para pendukungnya membuat pemilu menjadi momen yang sangat tegang. Para capres dan caleg dari partai politik saling bersaing untuk mendapatkan dukungan sebanyak mungkin, yang memicu retorika yang keras dan saling serang antar lawan politik.

Persaingan politik yang ketat seringkali memicu penggunaan retorika yang keras dan serangan pribadi antara kandidat dan partai politik. Serangan-serangan ini bertujuan untuk merusak citra lawan politik dan mendapatkan keuntungan politik darinya. Perang retorika terjadi di semua lini media kampanye, baik di ruang publik maupun di media sosial.

Fenomena persaingan yang ketat ini sangat nyata dalam arena debat capres dan cawapres yang diselenggarakan KPU dan disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi. Dalam arena tersebut kelihatan sekali para capres dan cawapres saling serang secara terbuka dan agresif. Dinamika konflik gagasan atau retorika yang berlebihan merupakan cerminan dari konteks konflik pascapemilu selama ini.

Serangan-serangan yang intens terhadap lawan politik ini bertujuan untuk memengaruhi pembentukan identitas politik masyarakat, dengan mengidentifikasi diri sesuai dengan capres yang mereka dukung. Identifikasi inilah yang kemudian memperkuat polarisasi politik yang menciptakan ketegangan antar pendukung yang berbeda pandangan.

Banyak juga para pendukung kandidat menggunakan propaganda dan berita bohong (hoax) untuk memengaruhi opini publik terhadap kandidat tertentu. Penyebaran informasi yang tidak akurat atau tendensius melalui media massa dan media sosial diharapkan bisa menimbulkan konflik, memengaruhi opini, dan memperbesar kesenjangan pandangan para pendukung kandidat yang menjadi sasaran tembak.

Ketatnya persaingan antar kandidat juga menciptakan ketidakpastian terkait hasil pemilu. Sudah menjadi rahasia umum, kandidat yang kalah cenderung akan menolak hasil pemilu dan mengajukan klaim kecurangan untuk memicu protes dan konflik pasca-pemilu. Dalam konteks ini, banyak juga masyarakat yang terlibat dalam proses politik sering kali merespons dengan emosi yang kuat terhadap hasil pemilu. Kekalahan kandidat yang mereka dukung dapat memicu reaksi berupa kekecewaan, atau bahkan kemarahan yang bisa memperkeruh situasi politik dalam masyarakat.

#3. Polarisasi dan Perpecahan 

Salah satu dampak negatif dari proses pemilu adalah meningkatnya polarisasi dan perpecahan di antara masyarakat. Fanatisme terhadap calon tertentu dapat memicu konflik antar kelompok, terutama jika tidak ada sikap saling menghargai dan toleransi. Polarisasi politik mengacu pada perpecahan antara dua kelompok atau lebih yang memiliki pandangan politik yang bertentangan, sementara perpecahan mencakup konflik atau ketegangan yang terjadi akibat perbedaan pandangan politik tersebut.

Sebagai konteks yang mendorong terjadinya konflik pasca-pemilu polarisasi dan perpecahan selalu mengacu pada perbedaan ideologi dan kepentingan. Tingkat polarisasi politik di Indonesia biasanya menggambarkan perbedaan ideologi dan kepentingan antara kelompok-kelompok yang bersaing. Pandangan yang bertentangan tentang arah kebijakan pemerintah, sistem ekonomi, atau isu-isu sosial bisa menjadi faktor pemecah kubu-kubu yang saling berbeda.

Polarisasi dan perpecahan tersebut kemudian diamplifikasi oleh media sosial. Dengan luasnya akses ke media sosial, pendapat-pendapat yang ekstrem dan berita palsu atau hoaks dapat menyebar dengan cepat, memperkuat perpecahan dan memperdalam jurang antar kelompok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun