Untuk itu mereka menyarankan untuk tidak membawa handphone ke bilik suara, atau menitipkan dulu ke petugas, atau mengantonginya ketika mencoblos. Satu per satu pemilih dipanggil untuk mengambil surat suara ke petugas untuk menuju ke bilik suara.Â
Pemilih di TPS 90 tidak menemui kesulitan dalam teknik pencoblosan. Semua surat suara sudah di-bundling berdasarkan urutan pemilihannya sesuai dengan warna surat suara.
Surat suara warna abu-abu untuk Pemilihan Presiden, warna kuning Untuk DPR RI Dapil Depok VI, warna merah  untuk DPD Dapil Jawa Barat, warna biru untuk DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil Jawa Barat 8, dan warna hijau untuk DPRD Kota Depok Dapil Kota Depok 6.
Untuk mengetahui nama caleg dan partai pengusungnya, panitia memasang sampel surat suara yang berisi nama kandidat dan partainya masing-masing di sekitar area pintu masuk TPS.
Nama Saya dipanggil beberapa saat setelah mengamat-amati nama caleg dan partai pengusungnya yang ditempel pada sebuah papan besar beberapa meter sebelum pintu masuk.
Terus terang, dari semua nama tersebut hanya ada satu nama caleg dari Kota Depok yang saya kenal, karena beliau aktif membantu pembangunan atau perbaikan jalan di perumahan kami. Bahkan, untuk bantuan yang beliu berikan tersebut, beliau minta kompensasi untuk dipasangkan baliho dirinya di sekitar area jalan yang diperbaiki.
Apakah saya akan memilih beliau kali ini? Rahasia.
Karena meskipun tidak kenal dengan calegnya saya bersimpati kepada beberapa partai karena sejalan dengan preferensi capres yang mau saya pilih. Dilema kan? Tapi inilah realitas politik yang harus dihadapi di era demokrasi numerik yang menjadikan suara mayoritas sebagai pemenang.Â
Dilema itu akhirnya harus diselesaikan segera ketika nama saya dipanggil oleh petugas untuk segera ke bilik suara dengan membawa 5 kertas suara yang sudah dikareti jadi satu. Dan "sat-set" semua dilema saya di depan papan caleg tadi terselesaikan di ujung paku yang ada di dalam bilik suara.