Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Elektabilitas Ganjar dalam Bayang-bayang Jokowi

15 Desember 2023   15:14 Diperbarui: 25 Januari 2024   19:09 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Emang boleh, pamor seorang sosok calon presiden yang sangat populer di seantero nusantara tiba-tiba tersungkur di ambang Pilpres 2024. Ya, Ganjar Pranowo, capres nomor urut 3 mengalaminya sekarang. Heran? Pasti. Mustahil? Belum tentu. Terus percaya? Bisa jadi. Pertanyaan dan keraguan seperti ini akan selalu muncul bergantian di tengah fenomena-fenomena politik yang mulai dipenuhi dengan kejutan.

Mengapa harus Ganjar yang mengalami penurunan elektabilitas yang sangat potensial mematahkan asanya untuk menjadi pemenang Pemilihan Presiden pada 14 Ferbruari 2024? Padahal, instrumen politik yang dibangun sejak lama sudah bekerja maksimal dalam menggalang dukungan pemilih, membangun opini yang positif, menyebarluaskan gagasan, narasi, dan program-program yang akan dikerjakan kalau terpilih menjadi Presiden RI ke delapan. Instrumen terkuat Ganjar saat ini adalah dukungan PDI-P sebagai partai politik pengusung utama, relawan dari berbagai elemen masyarakat, dan tentunya logistik dari para sponsor, donatur, dan pendukung. 

Ganjar Pranowo merupakan salah satu tokoh politik yang namanya mulai dikenal publik selama menjadi anggota DPR. Politisi PDI Perjuangan ini mulai merambah dunia kontestasi politik pada 2013 ketika menjadi calon Gubernur Jawa Tengah. Ganjar yang saat itu sudah memiliki popularitas sebagai tokoh nasional sangat mudah mengumpulkan dukungan pemilih Jawa Tengah yang dikenal sebagai basis pemilih PDI Perjuangan. Elektabilitas Ganjar pun meroket sehingga mengungguli lawan beratnya saat itu, calon petahana Bibit Waluyo. 

Nama Ganjar semakin berkibar di belantika politik melalui aksi dan gebrakan politik yang dilakukan selama menjabat sebagai Gubernur. Aktivitas-aktivitas populis Ganjar yang dilakukan secara virtual ternyata mampu menarik perhatian warga dunia maya yang kemudian berakumulasi menjadi kekuatan pendukungnya. Selama 10 tahun menjadi gubernur, Ganjar berhasil mengakumulasi popularitas yang tinggi sehingga menjadikan dia sebagai politisi paling populer di Indonesia.

Ketika bursa capres mulai dibuka, nama Ganjar menjadi komoditas politik yang memiliki daya tarik politik bagi semua partai politik saat itu. Popularitas mantan Gubernur Jawa Tengah ini menempati peringkat tertinggi mengalahkan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra. Dari berbagai survei yang dilakukan secara berkala, nama Ganjar selalu selalu konsisten menempati posisi tertinggi dalam top of mind masyarakat, yang disusul oleh Prabowo dan Anies Baswedan. Konfigurasi persaingan elektabilitas calon pemimpin nasional kemudian menempatkan ketiga tokoh ini sebagai sosok sentral calon presiden pengganti Joko Widodo. Proses penetapan ketiganya sebagai capres pun berlangsung dalam proses yang cukup panjang disertai dengan "drama" politik bongkar pasang dukungan dan koalisi.

Seperti yang sudah diperkirakan, Ganjar Pranowo akhirnya mendapatkan tiket capres dari PDI Perjuangan, setelah mendapat restu dari Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Pada saat dideklarasikan pada 21 April lalu, Megawati sendiri yang memasangkan peci secara langsung ke kepala Ganjar Pranowo sebagai simbol restu Ibu Mega dan dukungan partai. 

Penetapan Ganjar sebagai calon presiden dari PDI Perjuangan ini tentu didasarkan pada pertimbangan kekuatan elektoral yang sudah terakumulasi pada sosok mantan anggota Komisi II DPR ini. Keunggulan elektoral inilah yang menjadi pertimbangan utama Megawati memilih Ganjar ketimbang Puan Maharani, anak kandungnya sendiri yang juga menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan. Publik pun antusias dengan keputusan PDI Perjuangan mencalonkan Ganjar sebagai capres 2024. Antusiasme tersebut diindikasikan dengan penambahan elektabilitas untuk Ganjar yang sempat turun lantaran sikapnya yang menolak Israel untuk bertanding sepak bola di Indonesia dalam ajang World Cup U-17. 

Untuk penolakan Ganjar terhadap kehadiran kesebelasan Israel di Indonesia tersebut, publik sempat kecewa dan "menghukum" Ganjar yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur. Akibat dari hukuman tersebut, elektabilitasnya pun terganggu sehingga menguntungkan capres yang lain. Berdasarkan penelusuran dari data hasil survei Litbang Kompas, elektabilitas Ganjar pada Mei 2023 sebesar 32,6 persen, padahal, saat itu Ganjar telah didapuk oleh Megawati sebagai capres. Pada Januari 2023 elektabilitasnya berada di angka 37 persen. Namun, pada survei periode Agustus 2023 elektabilitas Ganjar mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah bergerak naik di angka 34,1 persen. 

Sumber: Litbang Kompas
Sumber: Litbang Kompas

Dengan modal elektabilitas 34,1 persen Ganjar Pranowo berhasil menarik PPP, Hanura, dan Perindo untuk bergabung dalam gerbong PDI Perjuangan sebagai koalisi pengusung dirinya. Koalisi ini kemudian sepakat untuk menduetkan Ganjar Pranowo dengan Menko Polhukam sebagai calon wakil presiden. Duet Ganjar - Mahfud (Gama) kemudian mendaftarkan diri sebagai peserta Pilpres 2024 ke KPU pada 19 Oktober 2023. 

Berdasar

Sumber: Tempo.co
Sumber: Tempo.co

Elektabilitas 18 Persen

Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas periode Desember 2023, elektabibilitas Ganjar Pranowo setelah dipasangkan dengan wakilnya Mahfud MD sebesar 18 persen. Tingkat keterplihan terbaru capres dengan nomor urut 3 ini berkurang drastis ketimbang 4 bulan yang lalu. Salah satu penyebab berkurangnya kekuatan dukungan pemilih tersebut adalah sikap dan pernyataan Ganjar di depan publik yang kerap menjadi blunder sehingga menurunkan kredibilitasnya sebagai calon pemimpin bangsa. Sudah menjadi rahasia umum juga, konflik tersembunyi antara elit PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo di balik pencapresan Ganjar telah memecah soliditas pemilih Ganjar. 

Peta dukungan para capres dan dinamika elektabilitas mereka selama ini identik dengan soliditas dukungan partai politik pengusungnya. Anies Baswedan mendapat sokongan dari Nasdem, PKS, dan PKB. Prabowo disokong oleh Gerindra,  Golkar, PAN, Demokrat, PBB, dan beberapa partai non-parlemen. Sementara dukungan untuk Ganjar berasal dari PDI Perjuangan, PPP, Hanura, dan Perindo. Peta dukungan parpol yang terakumulasi dalam koalisi pendukung capres ini ternyata belum signifikan untuk  membedakan kekuatan dukungan yang bisa mengunggulkan elektabilitas capres tertentu.

Pendukung Jokowi merupakan elemen penting yang paling berpengaruh dalam menentukan peningkatan elektabilitas capres. Dukungan para pendukung Jokowi selama ini terakumulasi bersama suara pemilih PDI Perjuangan yang sudah solid pada Pemilu 2014 dan 2019. Soliditas suara pendukung Jokowi dan PDI Perjuangan ini tetap terjaga hingga menjelang Pemilu 2024. 

Dengan demikian, suara pendukung Jokowi yang terintegrasi bersama pendukung PDI Perjuangan tersebut menjadi berkah untuk capres yang diusung oleh partai ini. Ganjar Pranowo yang selama ini identik dengan penerus Jokowi dari PDI Perjuangan memperoleh limpahan suara pendukung Jokowi dan PDI Perjuangan sekaligus. Fakta inilah yang membuat elektabilitas Ganjar meningkat dengan cepat meninggalkan Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Seperti yang kita saksikan selama ini, kekuatan dukungan untuk Ganjar begitu perkasa dan tidak tergoyahkan oleh isu apa pun. 

Sampai di sini jelas bahwa suara pendukung Jokowilah yang menyokong kekuatan elektoral Ganjar yang membuat popularitas dan elektabilitasnya selalu menempati peringkat teratas dalam semua survei elektabilitas. Dinamika suara pendukung Jokowi yang mulai eksodus menjelang deklarasi Ganjar sebagai capres ternyata efektif sekali mengganggu elektabilitas Ganjar. Sikap Ganjar dalam ajang World Cup U17 yang menolak kesebelasan Israel bertanding di Indonesia adalah pemicu awal dari gerakan eksodus pendukung Jokowi. 

Dampaknya ril karena untuk pertama kalinya suara dukungan untuk Ganjar dalam survei berkurang, meskipun belum signifikan. Berkurangnya dukungan tersebut ternyata sinyal yang hendak mengungkapkan adanya perselisihan antara Presiden Joko Widodo dengan elit PDI Perjuangan yang ditunjukkan melalui penolakan Israel oleh Ganjar Pranowo dan koleganya sesama politisi partai banteng. Konflik tersebut ternyata terus bergulir hingga tiba saatnya Ganjar didapuk langsung oleh Megawati sebagai capres partainya. Di sinilah eksodus pendukung Jokowi mulai bergerak masif kepada capres Prabowo Subianto. 

Hasil dari eksodus tersebut sangat efektif memukul kekuatan dukungan untuk Ganjar. Elektabilitasnya mulai melemah dari waktu ke waktu seiring dengan perpindahan dukungan pemilih Jokowi yang selama ini menyatu dengan PDI Perjuangan. Sebaliknya, capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto mulai memanen elektabilitas dari pendukung Jokowi ini. Tidak butuh waktu lama, elektabilitasnya pun mulai meningkat mendekati Ganjar, lalu menyalipnya. Pendukung Jokowi yang sudah berlabuh ke kubu Prabowo sekarang telah mengerek elektabilitas Ketua Umum Partai Gerindra ini berkali-kali lipat. Sebaliknya, elektabilitas Ganjar mulai terpuruk. Hasil survei Litbang Kompas terbaru menegaskan keterpurukan elektabilitas Ganjar untuk pertama kalinya sejak sosok berambut uban ini populer sebagai capres beberapa tahun lalu. Survei pada Desember tersebut mencatat elektabilitas Ganjar sebesar 18 persen.

Bayang-bayang Jokowi

Ganjar Pranowo dan PDI Perjuangan memiliki target yang sama untuk menjadi pemenang Pilpres maupun Pemilu 2024. Bagi Ganjar, kemenangan dalam Pilpres ini merupakan kemenangan yang akan menyempurnakan karir dan ambisi politiknya untuk menjadi orang nomor 1 di republik ini. Sementara bagi PDI Perjuangan, kemenangan dalam Pilpres akan menyempurnakan ambisi partai untuk menjadi partai pemenang pemilu sekaligus partai penguasa selama tiga kali kontestasi politik secara berturut-turut. Sayangnya, target tersebut menemui hambatan yang cukup berat yaitu kehilangan dukungan suara pendukung Jokowi. Bertarung tanpa suara pendukung Jokowi akan menjadi pertarungan terberat baik bagi Ganjar maupun PDI Perjuangan. Kehilangan suara pendukung Jokowi menjadi pukulan telak bagi Ganjar dan PDI Perjuangan untuk meraih kemenangan dalam Pilpres dan Pemilu 2024.

Indikator dari kehilangan suara pendukung Jokowi tersebut bisa dilihat pada pergerseran konfigurasi penguasaan wilayah basis suara pendukung untuk Ganjar Pranowo pada periode survei Desember dengan periode sebelum Desember, khususnya pada Agustus 2023. Dari data penguasaan wilayah tersebut terlihat jelas adanya pergeseran yang masif wilayah-wilayah yang selama ini menjadi basis penyokong suara yang memperkuat elektabilitas Ganjar. Pergeseran tersebut sangat terlihat pada hasil survei terbaru bulan Desember. 

Selama ini Ganjar menjadi sosok capres yang memiliki elektabilitas paling tinggi di Pulau Jawa. Dari data survei Agustus 2023, Ganjar mengantongi 39,6 persen dukungan pemilih di pulau terpadat ini. Ganjar menguasai suara pemilih di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah Ganjar benar-benar unggul telak dengan mengantongi dukungan suara 62 persen. Di DIY dukungan Ganjar pun terbilang tinggi, yaitu 57,9 persen. Sementara di Jawa Timur Ganjar tetap unggul di angka elektabilitas sebesar 41,1 persen.

Peta penguasaan wilayah oleh Ganjar berubah pada survei bulan Desember. Dari tiga wilayah tersebut, hanya Jawa Tengah yang tetap konsisten mempertahankan loyalitas pemilih untuk Ganjar Pranowo. Data survei menunjukkan, suara untuk Ganjar sebesar 31,6 persen. Dengan elektabilitas 30-an persen tersebut mengindikasikan intervensi terhadap pemilih Ganjar yang membuat soliditas mereka kocar kacir. Hanya mereka yang tegak lurus kepada PDI Perjuangan, Ibu Mega, dan Ganjar yang tetap setia memilih Ganjar. Mereka inilah yang menjadi penyokong utama elektabilitas Ganjar pada survei bulan Desember ini. Sedangkan separuh bagian pemilih yang lain memilih untuk meninggalkan Ganjar dan mendukung capres yang lain. 

Penurunan dukungan di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur, serta wilayah lain di pulau Jawa bagian barat yang terjadi secara masif dari Agustus hingga Desember membuat kekuatan Ganjar di Jawa berkurang signifikan. Elektabilitas Ganjar sebesar 39,6 persen rontok seketika menjadi 18,4 persen. Kekuatan Ganjar di Pulau Jawa berkurang drastis hingga 21,2 persen. Artinya, para pemilih sejati Ganjar Pranowo di Pulau Jawa yang tetap bertahan merupakan pemilih loyal PDI Perjuangan dan partai koalisinya ditambah dengan elemen masyarakat yang bersimpati kepada Ganjar Pranowo. 

Untuk dukungan di luar Pulau Jawa, nama Ganjar Pranowo memiliki pengaruh yang kuat di kawasan Indonesia Timur, mulai dari Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Di Kawasan Bali-Nusa Tenggara, elektabilitas Ganjar pada Agustus lalu tercatat mencapai 42,7 persen. Sementara di kawasan Maluku-Papua elektabilitas Ganjar sebesar 35,3 persen.

Keperkasaan elektabilitas di kedua kawasan ini menciut seiring dengan fenomena eksodusnya pendukung Jokowi kepada capres lain. Kekuatan dukungan untuk Ganjar yang bertumpu pada pendukung Jokowi memang rentan terhadap perubahan "mood" preferensi politik Jokowi terhadap capres. Pengaruh Jokowi yang sudah telanjur kuat di kawasan ini jelas berdampak buruk terhadap stabilitas tingkat keterpilihan capres yang dinilai tidak selaras dengan preferensi Jokowi. 

Dampak dari pergeseran preferensi pemilih Jokowi ini jelas membawa angin perubahan terhadap Ganjar di kedua kawasan ini. Survei pada periode Desember menunjukkan penurunan elektabilitas yang signifikan. Di Bali-Nusa Tenggara elektabilitas Ganjar berubah menjadi 27,7 persen atau melemah 15 persen dibanding elektabilitasnya pada periode Agustus. Sementara di Maluku-Papua elektabilitas Ganjar kini menjadi 18 persen atau melemah 17,3 persen dibanding periode survei sebelumnya. 

Penurunan elektabilitas Ganjar yang terjadi secara drastis menunjukkan bahwa kekuatan politik capres nomor urut 3 ini tidak lepas dari pengaruh sikap maupun preferensi politik Jokowi terhadap sosoknya selama ini. Kecemerlangan elektabilitas Ganjar dalam survei-survei selama ini berkat kemesraan yang terjalin antara dirinya dengan Presiden Republik Indonesia ketujuh ini. Selama ini Jokowi selalu memberi sinyal kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa Ganjar adalah sosok yang akan meneruskan kepemimpinannya setelah dirinya lengser pada 2024. 

Sinyal tersebut menyatukan semua suara pendukung Jokowi, baik pemilih PDI Perjuangan maupun non-PDI Perjuangan untuk mendukung kemenangan Ganjar menjadi Presiden RI yang ke delapan. Namun, 2 bulan menjelang Pilpres peta dukungan capres berubah total seiring dengan perubahan sikap politik antara Ganjar Pranowo dan PDI Perjuangan di satu pihak dengan Jokowi di pihak lain. Perubahan tersebut malah melumpuhkan kekuatan Ganjar di ambang Pilpres 2024. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun