KOTA SURABAYA merupakan surga bagi wisatawan pecinta sejarah. Kota Pahlawan ini banjir dengan cagar budaya terkait perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Berwisata di Kota Surabaya menjadi pilihan yang tepat untuk memperkuat kesadaran sejarah dan menyuburkan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia.
Eropa di Musim Panas
Keberadaan Ibu Tri Rismaharini sebagai Wali Kota merupakan berkah bagi Indonesia khususnya untuk kemajuan Kota Surabaya. Di bawah pimpinan Ibu Tri Rismaharini, Pemerintah Kota Surabaya telah menjalin sinergi dengan masyarakat dan stakeholder untuk mewujudkan Sapta Pesona di Kota Surabaya. Â
Jika dicermati lebih dalam, tidak sedikit bangunan-bangunan bergaya Eropa warisan pemerintah kolonial masih berdiri dengan anggun di Kota Surabaya. Pesona bangunan-bangunan tersebut tidak lapuk dimakan usia dan mempercantik bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Bila mengunjungi Kota Surabaya, bangunan-bangunan tersebut membuat kita seolah-olah berlibur di salah satu kota di Eropa.
Jadi, bila Anda ingin merasakan berlibur di Eropa tetapi tidak memiliki dana, Anda cukup mengunjungi Kota Surabaya. Selain hemat dan praktis, Anda bisa belajar banyak mengenai sejarah bangsa kita.
Kampung Peneleh, tempat berdirinya rumah kelahiran Bung Karno, menjadi cagar budaya pertama yang saya kunjungi di Kota Surabaya. Terletak di Jalan Pandean IV/Peneleh Surabaya. Sejak mengunjungi kampung tersebut, saya jatuh cinta pada Kota Surabaya. Â Â Â
Segelas kopi yang disajikan Bu RT, Ibu Farida, menyambut saya di Kampung Peneleh. Bersama uap hangat yang mengepul di permukaan gelas kopi, kelelahan perjalanan Yogyakarta-Surabaya, menguap di udara pagi bulan Oktober setahun yang lalu.Â
Di sisi gelas kopi saya mencuat gelas kopi Bapak Supeno yang menjabat sebagai Ketua RT di masa kedatangan saya. Ibu Farida memilihkan gelas yang lebih besar untuk saya. Dari perbedaan ukuran gelas itu--gelas kopi untuk saya lebih besar, terlihat ungkapan keramah-tamahan dengan bahasa yang sangat halus dan penghormatan yang luar biasa untuk tamu.
Padahal, saya bukanlah warga Kota Surabaya dan bukan pula warga Kampung Peneleh. Bisa disebut, saya adalah orang yang tidak dikenal warga Kampung Peneleh. Kedatangan saya semata-mata untuk berwisata di kawasan-kawasan bersejarah Kota Surabaya. Tetapi, ternyata itu tidak mengurangi rasa hormat, perasaan persaudaraan, dan kemurahan hati dari keluarga besar RT di kampung kelahiran Bung Karno.Â
Saya sangat terkesan pada pesan yang tersirat dari kopi yang disajikan Ibu RT tersebut. Itu membuat saya merasa nyaman dan meyakini bahwa perjalanan saya selama di Kota Surabaya akan berjalan dengan lancar dan bermakna.Â
Di sana, saya berkenalan dengan Bapak Choiri yang memiliki rumah kelahiran Bung Karno. Kami pun terlibat percakapan hangat, seru, dan bermakna tentang Bung Karno. Walaupun telah menjadi milik keluarga Bapak Choiri, rumah tempat kelahiran Bung Karno cukup terawat, berdiri kokoh, serta menjadi saksi bisu kelahiran dan masa kanak-kanak Bung Karno.
Tetapi, menurut Ibu Farida:Â bila berguna di mana pun berada, itu sama saja berguna untuk warga Kampung Kelahiran Bung Karno.
Dari kampung kelahiran Bung Karno, saya melangkah menuju rumah kediaman idola saya, Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (H.O.S. Tjokroaminoto). Bagi saya, Tjokroaminoto merupakan salah satu bintang terang di antara para pahlawan Nasional. Beliau adalah salah seorang pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam. Karya dan pemikirannya melampaui zaman. Tidak mengherankan, banyak tokoh penting sejarah, pernah berguru padanya, termasuk Bung Karno.
Selain mengisi buku tamu, tidak ada administrasi lain ataupun karcis masuk yang diberlakukan untuk pengunjung. Hal ini membuat suasana rumah Tjokroaminoto terasa semakin akrab. Walaupun Tjokroaminoto telah wafat jauh sebelum kelahiran saya, energi dan kemuliaannya terasa berpendar di seluruh ruangan rumah tersebut.
Saya benar-benar larut dalam arus sejarah masa lalu yang terus meruah di rumah Tjokroaminoto. Bisa saya bayangkan Bung Karno membaca buku, berdebat dengan teman-temannya sesama anak kos, atau menerima wejangan Bapak Tjokroaminoto.
Saat merenungi sejarah yang terpusat dari rumah Tjokroaminoto, adzan salat Jumat mengalun dan menyeret saya ke masa sekarang. Saya pun bergegas menuju arah asal suara adzan. Ternyata, adzan tersebut berasal dari Masjid Peneleh yang juga bersejarah dan membuat saya terkagum-kagum dengan  arsitekturnya yang menyimpan kemegahan dalam kesederhanaan. Saya pun segera berwudhu dan menunaikan salat Jumat.
Mari berwisata ke Kota Surabaya
Mari kita jaga cagar budaya bersejarah di Kota Surabaya dan seluruh pelosok Indonesia.
Melalui wisata, kita tingkatkan kesadaran sejarah dan kita jalin erat tali persaudaraan Bhinneka Tunggal Ika
Catatan: Semua foto, video-foto, dan info grafik merupakan dokumentasi peribadi penulis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H