Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jelajah Wisata Sejarah di Kota Surabaya

15 September 2019   20:06 Diperbarui: 15 September 2019   20:37 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kampung Kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis

KOTA SURABAYA merupakan surga bagi wisatawan pecinta sejarah. Kota Pahlawan ini banjir dengan cagar budaya terkait perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Berwisata di Kota Surabaya menjadi pilihan yang tepat untuk memperkuat kesadaran sejarah dan menyuburkan kebanggaan kita sebagai bangsa Indonesia.

Eropa di Musim Panas

Keberadaan Ibu Tri Rismaharini sebagai Wali Kota merupakan berkah bagi Indonesia khususnya untuk kemajuan Kota Surabaya. Di bawah pimpinan Ibu Tri Rismaharini, Pemerintah Kota Surabaya telah menjalin sinergi dengan masyarakat dan stakeholder untuk mewujudkan Sapta Pesona di Kota Surabaya.  

Ibu Tri Rismaharini. Sumber: bitabrita.com
Ibu Tri Rismaharini. Sumber: bitabrita.com
Berkat sinergi yang dipimpin Ibu Tri Rismaharini, kualitas pelayanan dan kemudahan wisata semakin meningkat. Masuknya jasa transportasi online (Go-Jek/Grab) membuat perjalanan wisata bertambah nyaman, efektif, memuaskan, dan menggugah hati untuk kembali ke Kota Pahlawan ini. 

Tugu Pahlawan - Surabaya. Sumber: dokumentasi penulis.
Tugu Pahlawan - Surabaya. Sumber: dokumentasi penulis.
Keunikan Kota Surabaya terletak pada cagar budaya yang terkait dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagian besar situs cagar budaya itu telah menjalani 'alih fungsi' dengan tepat guna. Tidak mengherankan, sebagian besar situs-situs cagar budaya itu tampak terawat, bersih, nyaman, memiliki nilai guna sesuai kebutuhan zaman, dan menebarkan aura legendaris.


Jika dicermati lebih dalam, tidak sedikit bangunan-bangunan bergaya Eropa warisan pemerintah kolonial masih berdiri dengan anggun di Kota Surabaya. Pesona bangunan-bangunan tersebut tidak lapuk dimakan usia dan mempercantik bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Bila mengunjungi Kota Surabaya, bangunan-bangunan tersebut membuat kita seolah-olah berlibur di salah satu kota di Eropa.

Jadi, bila Anda ingin merasakan berlibur di Eropa tetapi tidak memiliki dana, Anda cukup mengunjungi Kota Surabaya. Selain hemat dan praktis, Anda bisa belajar banyak mengenai sejarah bangsa kita.

Info grafik Keunggulan Wisata Kota Surabaya. Sumber: penulis
Info grafik Keunggulan Wisata Kota Surabaya. Sumber: penulis
Segelas Kopi di Kampung Peneleh

Kampung Peneleh, tempat berdirinya rumah kelahiran Bung Karno, menjadi cagar budaya pertama yang saya kunjungi di Kota Surabaya. Terletak di Jalan Pandean IV/Peneleh Surabaya. Sejak mengunjungi kampung tersebut, saya jatuh cinta pada Kota Surabaya.     

Depan pintu gerbang Kampung kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis
Depan pintu gerbang Kampung kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis

Segelas kopi yang disajikan Bu RT, Ibu Farida, menyambut saya di Kampung Peneleh. Bersama uap hangat yang mengepul di permukaan gelas kopi, kelelahan perjalanan Yogyakarta-Surabaya, menguap di udara pagi bulan Oktober setahun yang lalu. 

Di sisi gelas kopi saya mencuat gelas kopi Bapak Supeno yang menjabat sebagai Ketua RT di masa kedatangan saya. Ibu Farida memilihkan gelas yang lebih besar untuk saya. Dari perbedaan ukuran gelas itu--gelas kopi untuk saya lebih besar, terlihat ungkapan keramah-tamahan dengan bahasa yang sangat halus dan penghormatan yang luar biasa untuk tamu.

Padahal, saya bukanlah warga Kota Surabaya dan bukan pula warga Kampung Peneleh. Bisa disebut, saya adalah orang yang tidak dikenal warga Kampung Peneleh. Kedatangan saya semata-mata untuk berwisata di kawasan-kawasan bersejarah Kota Surabaya. Tetapi, ternyata itu tidak mengurangi rasa hormat, perasaan persaudaraan, dan kemurahan hati dari keluarga besar RT di kampung kelahiran Bung Karno. 

Saya sangat terkesan pada pesan yang tersirat dari kopi yang disajikan Ibu RT tersebut. Itu membuat saya merasa nyaman dan meyakini bahwa perjalanan saya selama di Kota Surabaya akan berjalan dengan lancar dan bermakna. 

Depan pintu masuk rumah kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis
Depan pintu masuk rumah kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis
Bersama Bapak Supeno yang menjabat sebagai Bapak RT Kampung kelahiran Bung Karno 2018. Sumber: penulis
Bersama Bapak Supeno yang menjabat sebagai Bapak RT Kampung kelahiran Bung Karno 2018. Sumber: penulis
Saya bersama Bapak Choiri (memakai kaos warna biru) dan Bapak Supeno. Sumber: penulis
Saya bersama Bapak Choiri (memakai kaos warna biru) dan Bapak Supeno. Sumber: penulis
Waktu kedatangan saya, warga kampung kelahiran Bung Karno sedang bergotong-royong untuk memperbaiki jalan. Mereka memperlihatkan perasaan persaudaraan dan kekeluargaan yang terbina dengan baik. Salah satu ruas jalan tersebut persis di depan rumah kelahiran Bung Karno. 

Di sana, saya berkenalan dengan Bapak Choiri yang memiliki rumah kelahiran Bung Karno. Kami pun terlibat percakapan hangat, seru, dan bermakna tentang Bung Karno. Walaupun telah menjadi milik keluarga Bapak Choiri, rumah tempat kelahiran Bung Karno cukup terawat, berdiri kokoh, serta menjadi saksi bisu kelahiran dan masa kanak-kanak Bung Karno.

Penulis dengan latar belakang rumah kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis.
Penulis dengan latar belakang rumah kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis.
Suasana Kampung Kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis
Suasana Kampung Kelahiran Bung Karno. Sumber: penulis
Menjelang pukul sembilan pagi, saya berpamitan pada Ibu Farida, Bapak Supeno, Bapak Choiri, beserta warga yang berpapasan dengan saya. Sebab, saya ingin melanjutkan perjalanan. Rasanya begitu berat bagi saya untuk meninggalkan kampung kelahiran Bung Karno itu. Saya pun mengutarakan harapan untuk kelak kembali lagi dan berbagi sesuatu yang berarti untuk warga di kampung tersebut.

Tetapi, menurut Ibu Farida: bila berguna di mana pun berada, itu sama saja berguna untuk warga Kampung Kelahiran Bung Karno.

Info grafik 4 Langkah Cantik Berwisata di Kota Surabaya. Sumber: Penulis.
Info grafik 4 Langkah Cantik Berwisata di Kota Surabaya. Sumber: Penulis.
Rumah Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto

Dari kampung kelahiran Bung Karno, saya melangkah menuju rumah kediaman idola saya, Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (H.O.S. Tjokroaminoto). Bagi saya, Tjokroaminoto merupakan salah satu bintang terang di antara para pahlawan Nasional. Beliau adalah salah seorang pemimpin organisasi pertama di Indonesia, yaitu Sarekat Islam. Karya dan pemikirannya melampaui zaman. Tidak mengherankan, banyak tokoh penting sejarah, pernah berguru padanya, termasuk Bung Karno.


Bagian dalam rumah H.O.S Tjokroaminoto. Sumber: penulis
Bagian dalam rumah H.O.S Tjokroaminoto. Sumber: penulis
Saya beserta pemandu di rumah Tjokroaminoto. Sumber: dokumentasi pribadi
Saya beserta pemandu di rumah Tjokroaminoto. Sumber: dokumentasi pribadi
Saya di dalam kamar Bung Karno di Rumah Tjokroaminoto. Sumber: dokumentasi pribadi.
Saya di dalam kamar Bung Karno di Rumah Tjokroaminoto. Sumber: dokumentasi pribadi.
Rumah Tjokroaminoto berdiri tidak jauh dari rumah tempat kelahiran Bung Karno. Di sini pula Bung Karno pernah indekos dan belajar pada Tjokroaminoto. Berkat Pemerintah Kota Surabaya, rumah ini telah ditata dan dikelola sebagaimana museum, sehingga terbuka untuk umum. 

Selain mengisi buku tamu, tidak ada administrasi lain ataupun karcis masuk yang diberlakukan untuk pengunjung. Hal ini membuat suasana rumah Tjokroaminoto terasa semakin akrab. Walaupun Tjokroaminoto telah wafat jauh sebelum kelahiran saya, energi dan kemuliaannya terasa berpendar di seluruh ruangan rumah tersebut.

Saya benar-benar larut dalam arus sejarah masa lalu yang terus meruah di rumah Tjokroaminoto. Bisa saya bayangkan Bung Karno membaca buku, berdebat dengan teman-temannya sesama anak kos, atau menerima wejangan Bapak Tjokroaminoto.

Saat merenungi sejarah yang terpusat dari rumah Tjokroaminoto, adzan salat Jumat mengalun dan menyeret saya ke masa sekarang. Saya pun bergegas menuju arah asal suara adzan. Ternyata, adzan tersebut berasal dari Masjid Peneleh yang juga bersejarah dan membuat saya terkagum-kagum dengan  arsitekturnya yang menyimpan kemegahan dalam kesederhanaan. Saya pun segera berwudhu dan menunaikan salat Jumat.

Penulis di Masjid Peneleh. Sumber: penulis.
Penulis di Masjid Peneleh. Sumber: penulis.
Selepas salat Jumat, saya meneruskan jelajah wisata ke beberapa daerah yang terkait Perang Surabaya, yaitu: wilayah Tugu Pahlawan, Jalan Tunjungan, Jembatan Merah, dan Hotel Yamato (Hotel Majapahit). Sepanjang perjalanan di kawasan ini, kekaguman pada Kota Surabaya, rasa terimakasih pada pengorbanan para pahlawan dan rasa syukur pada nikmat kemerdekaan, terus membuncah dalam dada saya.

Penulis di depan Gedung Siola di Jalan Tunjungan. Sumber: penulis.
Penulis di depan Gedung Siola di Jalan Tunjungan. Sumber: penulis.
Penulis di depan Hotel Majapahit (Hotel Yamato). Sumber: penulis.
Penulis di depan Hotel Majapahit (Hotel Yamato). Sumber: penulis.
Penulis dengan latar belakang Tugu Pahlawan Surabaya. Sumber: penulis
Penulis dengan latar belakang Tugu Pahlawan Surabaya. Sumber: penulis
Penulis di depan Monumen Proklamasi. Sumber: penulis.
Penulis di depan Monumen Proklamasi. Sumber: penulis.
Penulis di Jembatan Merah. Sumber: penulis
Penulis di Jembatan Merah. Sumber: penulis
Dalam hati, saya berharap agar warga Surabaya bangga dengan kekayaan cagar budaya di Kota Surabaya dan berpartispasi aktif dalam melestarikannya. Sebab, tidak sedikit cagar budaya Kota Surabaya merupakan akar sejarah nasional Indonesia.  

Info grafik Bangga Surabaya. Sumber: penulis.
Info grafik Bangga Surabaya. Sumber: penulis.

Mari berwisata ke Kota Surabaya

Mari kita jaga cagar budaya bersejarah di Kota Surabaya dan seluruh pelosok Indonesia.

Melalui wisata, kita tingkatkan kesadaran sejarah dan kita jalin erat tali persaudaraan Bhinneka Tunggal Ika


Catatan: Semua foto, video-foto, dan info grafik merupakan dokumentasi peribadi penulis. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun