Perlu adanya supremasi hukum di Indonesia. Literatur hukum dan aparatur hukum di Indonesia perlu dibenahi secara serius. Hukum Indonesia harus lepas landas dari ranah rechtstaat yang rentan dimanipulasi, menuju ranah legal justice. Bebasnya pelaku kejahatan seksual (Sitok Srengenge) atau hukuman yang sangat ringan bagi kejahatan seksual yang menjatuhkan korban 58 perempuan di bawah umur (Soni Sandra) semakin memperburuk penegakan hukum di Indonesia. Hal inilah yang membuat lembaga peradilan di Indonesia menempati peringkat yang cukup buruk dalam jejeran lembaga peradilan dunia.
Berdasarkan Rule of Law Index 2015 yang dirilis World Justice Project Rule of Law, lembaga peradilan Indonesia berada pada peringkat ke-52 dari 102 negara di dunia. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kehidupan bangsa Indonesia membaik di berbagai sektor. Tetapi, apa gunanya kemajuan bila kejahatan masih merajalela? Tanpa supremasi hukum yang maksimal, kejahatan akan menghantui bangsa Indonesia bagai sosok Ibu dalam film Pengabdi Setan.
Dari kasus kejahatan seksual dengan pelaku Soni Sandra dan Sitok Srengenge, bisa kita tarik benang merah bahwa sikap korban (saksi) bungkam pada tindak kejahatan seksual adalah faktor kekuasaan yang dimiliki pelaku. Ketiadaan efek jera memicu tindak kejahatan seksual terus meningkat dan sulit untuk dihentikan. Sosok mereka sebagai tokoh masyarakat memicu timbulnya pelaku-pelaku yang tidak memiliki kekuasaan setara mereka, tetap melakukan tindak kejahatan yang sama. Karena itu, kita perlu membentuk komunitas yang menyebarkan kesadaran hukum. Melalui komunitas ini, kita bersinergi dengan LPSK untuk mewujudkan keadilan hukum.
Selain hukum dari lembaga peradilan, kita perlu menggali dan melestarikan hukum adat yang relevan dengan konteks zaman. Jika hukum yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila tidak bisa difungsikan, maka hukum adat dapat kita gunakan untuk mewujudkan keadilan hukum.
Diam bukanlah pilihan. Di balik ketakutan, tersembunyi keberanian. Dalam penderitaan, tersimpan benih kemuliaan. Sesungguhnya kebahagiaan hanya dimiliki orang-orang yang setia memperjuangkannya.
Referensi:
DW
Kedirinusantara
Blog Aswandi Asyafa
Rappler
LPSK
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H