Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sinergi LPSK dan Masyarakat untuk Memberantas Kejahatan Seksual

31 Oktober 2017   23:31 Diperbarui: 1 November 2017   00:08 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meme diolah dari foto film Pengabdi Setan. Copyright: Rapi Film

Upaya untuk melaporkan tindak kejahatan, sering kali tidak semudah yang kita duga sebagaimana kasus pemerkosaan dengan pelaku Soni Sandra tersebut. Melihat latar belakang Soni Sandra sebagai penguasa, ia terindikasi kuat menggunakan kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan tindak pidana pemerkosaan. 

Agar korban dan keluarga korban tidak melaporkan tindak kejahatan tersebut, Soni Sandra melakukan intimidasi. Karena tidak adanya laporan, Soni Sandra semakin leluasa memperkosa perempuan di bawah umur sampai mancapai angka yang fantastis. Bahkan, ia terindikasi kuat menggunakan kekuatan uang untuk meringankan hukuman. Bahkan, setelah melapor pun, korban ada yang mencabut laporan, sebagaimana dokumentasi berikut ini. 

Kini, predator seksual bernama Soni Sandra masih berpeluang untuk menekan hukuman dengan jalan pengajuan Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri pada Kamis 19 Mei 2017. Mengingat posisi Soni Sandra sebagai pengusaha dan memiliki modal sosial, tidak menutup kemungkinan hukuman akan semakin ringan, serta berpeluang bebas dalam jangka tiga atau lima tahun ke depan. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan bebas dalam waktu lebih singkat.

Kebebasan Soni Sandra bukan sesuatu kemustahilan. Sebab, Sitok Srengenge yang terbukti bersalah melakukan tindak kejahatan seksual pada seorang mahasiswi Universitas Indonesia berinisia RW, hingga kini masih bebas dari jeratan hukum. Sebelum terbukti bersalah melakukan tindak pemerkosaan, Sitok Srengenge dikenal sebagai salah seorang sastrawan garda depan Indonesia. Bisa Anda bayangkan kekuasaan yang dimiliki Sitor Srengenge. Tidak hanya sekadar bebas, Sitok Srengenge juga masih aktif dalam kegiatan seni khususnya di Yogyakarta. Kebebasan Sitok Srengenge merupakan rapor merah dalam penegakan keadilan hukum tindak kejahatan seksual di Indonesia. 

Kekuasaan pelaku memang sebuah momok yang menghambat korban dan saksi untuk melaporkan tindak kejahan seksual. Selain berpotensi besar bebas, pelaku juga tidak mendapatkan efek jera. Tidak adanya efek menimbulkan tindak kejahatan seksual tetap merajalela dan menebarkan ketakutan. 

Selain itu, ketiadaan efek jera berpotensi menimbulkan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) bagi korban dan keluarganya. Korban berpotensi besar untuk mengalami tindak kejahatan yang sama dari pelaku. Pelaku yang merasa tindakannya 'bebas hukum' berpotensi untuk melakukan tindakan yang sama. Posisi pelaku sebagai tokoh masyarakat yang berpotensi besar sebagai teladan (rule models) berpotensi besar menciptakan proses belajar sosial (social learning process) ke arah negatif. Di mana individu-individu lain melakukan imitasi terhadap tindakan yang sama.  

Mewujudkan Keadilan Hukum Bagi Korban Kejahatan Seksual

Meme diolah dari foto film Pengabdi Setan. Copyright: Rapi Film
Meme diolah dari foto film Pengabdi Setan. Copyright: Rapi Film
Tanda kesadaran hukum (justice awareness) publik, LPSK tidak bisa maksimal mewujudkan keadilan hukum dan membantu kita untuk berhenti mengabdi pada ketakutan. Perlu partisipasi publik untuk meningkatkan kinerja LPSK untuk mengehentikan ketakutan dan mewujudkan keadilan hukum. Kita harus memiliki inisiatif untuk melaporkan tindak kejahatan, baik yang dialami sendiri atau dialami orang lain. Untuk memicu tumbuhnya kesadaran hukum, kita sebaiknya tidak bertindak sendiri, tetapi membentuk komunitas dan melibatkan langkah-langkah yang terencana, antara lain:

Pembentukan komunitas sadar hukum

Melaporkan tindak kejahatan memang tidak mudah khususnya melibatkan pelaku yang memiliki kekuasaan. Tetapi, sikap pembiaran jauh lebih berbahaya karena pelaku berpotensi untuk melakukan tindakan yang sama, seperti Soni Sandra. Karena itu, kita perlu membentuk komunitas-komunita sadar hukum khususnya di daerah yang sulit dijangkau LSM. Komunitas ini berfungsi untuk menjalin komunikasi antaranggota masyarakat dengan LSM ataupun lembaga-lembaga perlindungan yang relevan terutama LPSK. 

Komunitas juga bertujuan untuk edukasi di bidang hukum, sehingga bisa meningkatkan kesadaran hukum. Selain mendukung untuk memperoleh keadilan hukum, komunitas juga memberi dukungan moral pada korban, dan memberi pendampingan semasa korban menjalani pemulihan pada trauma. Sehingga, stigma sosial terhadap korban menjadi berkurang dan korban bisa kembali ke lingkungan masyarakat. Di sisi lain, komunitas juga memberi dukungan pada anggota yang memiliki posisi sebagai saksi. Berkat dukungan komunitas, kita tentu akan lebih berani melaporkan tindak kejahatan pada LPSK dan menjalani proses peradilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun