Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agar Pemudik Siap untuk Mudik

17 Juni 2017   22:37 Diperbarui: 17 Juni 2017   22:42 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemudik yang menggunakan sepeda motor terjebak macet. (Foto. Dok. pikiranrakyat.com)

SALAH SATU TUJUAN MUDIK adalah untuk mempererat atau menyambung benang-benang kekeluargaan. Umat Muslim lazim menyebutnya sebagai ajang silaturrahim. Silaturrahimmerupakan salah satu jalan yang akan menyempurnakan keimanan seorang Muslim. Kesehatan dan keselamatan nyawa pemudik adalah di atas segala-galanya. Perjalanan mudik harus menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi pemudik. Agar perjalanan mudik tidak memicu gangguan kesehatan fisik atau psikologis. Untuk mencapai terjaganya kesehatan dan keselamatan dalam perjalanan mudik, pemudik perlu siap untuk mudik.  

Tidak Siap untuk Mudik

Banyak hadis mendukung silaturrahim dan menjadi salah satu tujuan utama mudik. Hadis ini merupakan salah satunya: Dari Abu Ayyub Al-Anshori r.a bahwa ada seorang berkata kepada Nabi saw., “Beritahukanlah kepadaku tentang satu amalan yang memasukkan aku ke surga. Seseorang berkata, 'Ada apa dia? Ada apa dia?' Rasulullah saw. Berkata, “Apakah dia ada keperluan? Beribadahlah kamu kepada Allah jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan ber-silaturahimlah.” (Bukhari).  Berdasarkan hadis ini, silaturrahim merupakan jalan untuk menyempurnakan keimanan umat Muslim dan mengantarkan ke surga.

Sayangnya, mayoritas pemudik cenderung tidak siap untuk mudik. Bila menyaksikan liputan mudik di televisi, kita bisa menyaksikan wajah-wajah cemas dan panik para pemudik. Jarang sekali kita saksikan raut wajah pemudik seperti raut wajah gembira para backpaker yang berangkat bertualang menuju dunia baru. Hal ini disebabkan karena para pemudik cenderung terobsesi untuk sampai di daerah tujuan. Kesehatan dan keselamatan menjadi rentan terabaikan. Perjalanan mudik menjadi tidak asyik dan mudah menimbulkan stress. Tidak mengherankan, pemudik rentan mengalami gangguan kesehatan, tindak kriminal, atau kecelakaan yang berujung kematian.   

Dari tahun ke tahun, pemerintah telah berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan publik untuk mudik dengan aman dan nyaman. Berdasarkan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2004 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu, pemerintah khususnya Kementerian Perhubungan yang berkoordinasi dengan sektor terkait, pemerintah menyediakan fasilitas mudik gratis bagi pemudik yang menggunakan alat transportasi berupa sepeda motor. Sebab, pemudik yang yang menggunakan sepeda motor, berpotensi besar mengalami kecelakaan. 

Kendati demikian, pemudik harus siap untuk mudik. Pemudik harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan kesehatan pribadi. Tanpa inisiatif siap untuk mudik, upaya-upaya pemerintah untuk mewujudkan pelayanan transportasi yang aman dan nyaman, tidak akan terwujud secara maksimal. 

Perencanaan Mudik

Pada Hari Iedul Fitri yang diasumsikan sebagai Hari Kemenangan, kita tentu ingin memiliki usia dan sehat. Harapan tersebut hanya bisa diwujudkan bila pemudik siap untuk mudik. Agar pemudik siap untuk mudik, proses mudik memerlukan perencanaan yang matang. Gagal merencanakan mudik berarti berencana untuk gagal mudik dengan aman dan selamat. Upaya-upaya yang perlu dilakukan antara lain:

Pertama, cerdas memilih alat transportasi. 

Berdasarkan data Kemenhub, kecelakaan kendaraan roda dua mencapai 70 persen dan mendominasi angka kecelakaan pada 2016. Dengan demikian, kendaraan roda dua atau sepeda motor merupakan kendaraan yang tidak disarankan untuk mudik. Apalagi bila menempatkan anak-anak atau penyandang disabilitas sebagai bagian dari pemudik. 

Untuk menurunkan angka kecelakaan lalu-lintas dengan penggunaan sepeda motor, pemerintah telah mengakomodasi pemudik melalui program mudik gratis. Sayangnya, program mudik gratis masih terbatas di daerah kawasan padat lalu-lintas dengan menjadikan Jakarta sebagai titik pusat. Pemudik yang menggunakan sepeda motor, harus memiliki tingkat kesadaran yang besar untuk keselamatannya. Dalam artian, pemudik sebaiknya lebih berhati-hati dan waspada. Sebelum mudik, pemudik harus memastikan ‘kemampuan’ sepeda motor untuk digunakan. Kemampuan ini terkait ‘kesehatan’ mesin ataupun perangkat sepeda motor. Sepeda motor yang ‘bermasalah’ sebaiknya tidak digunakan sebagai alat transportasi untuk mudik.

Selain itu, pemudik yang menggunakan sepeda motor, perlu mengendalikan laju kecepatan sepeda motor sesuai dengan medan jalan yang ditempuh. Upaya untuk menjaga kesehatan diri dan keselamatan nyawa, harus berada di atas obesi untuk ‘segera sampai’ di tujuan. Daripada ‘ngebut’ berujung maut, biarlah perlahan tapi aman dan selamat.

Selain sepeda motor yang mudah dimiliki secara pribadi, terdapat pula kendaraan pribadi berupa mobil. Di bandingkan sepeda motor dan kendaraan umum, mobil pribadi memiliki tingkat kenyamanan paling tinggi. Kendati demikian, pemudik yang menggunakan mobil pribadi harus tetap waspada, terus memantau perkembangan situasi mudik melalui media massa (media sosial), dan memastikan mobil digunakan memiliki ‘kesehatan’ yang prima. 

Bagi pemudik yang belum memiliki mobil pribadi, terdapat alat transportasi yang relatif aman seperti pesawat, kereta api, kapal, dan bus. Namun, peningkatan pada musim mudik juga rentan menimbulkan peluang terjadinya penipuan atau peningkatan harga tiket. Untuk menghindari tindak kriminal atau kerugian-kerugian lainnya, calon pemudik khususnya kereta api dan bus, harus memesan tiket jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Agar harga tiket tidak jauh berbeda dengan harga biasa, serta terhindar dari kemungkinan mendapatkan ‘tiket palsu’ atau tiket yang dijual calo. Pemesanan tiket jauh-jauh hari sebelum keberangkatan juga akan mengurangi potensi stress pemudik.        

Kedua, mengurangi beban mudik.

Agar mudik aman dan tidak menimbulkan resiko, pemudik sebaiknya mengurangi beban yang dibawa. Parsel atau oleh-oleh sebaiknya dikirim jauh-jauh hari sebelum mudik melalui jasa pos. Bila tidak memungkinkan, parsel atau oleh-oleh dapat dikirim setelah lebaran. Mengurangi beban untuk mudik akan membuat perjalanan mudik semakin mudah dan ringan.   

Ketiga, menjaga kesehatan

Agar proses mudik tidak menimbulkan gangguan yang berarti, para pemudik harus menjaga kesehatan. Tanpa fisik dan mental yang sehat, pemudik akan rentan mengalami serangan penyakit. Akibatnya, pemudik berpotensi besar menderita penyakit dalam perjalanan mudik atau ketika tiba di daerah tujuan. Tentunya, tidak seorang pun mengharapkan merayakan hari kemenangan dengan kondisi fisik dan mental yang terganggu, bukan? 

Bila tidak benar-benar dalam kondisi darurat, pemudik yang menderita penyakit yang cukup berat, sebaiknya tidak mudik ke daerah tujuan yang berpotensi besar memperparah gangguan kesehatan yang diderita. Agar persiapan semakin lengkap, pemudik yang telah memiliki kartu BPJS atau asuransi kesehatan lainnya, jangan sampai lupa membawa kartu tersebut dalam perjalanan mudik. Bila sewaktu-waktu pemudik mengalami kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam perjalanan mudik, kartu tersebut akan sangat bermanfaat dan meringankan biaya pengobatan.          

Keempat, optimalisasi alat komunikasi dan media sosial

Pemudik perlu memiliki alat komunikasi yang memiliki koneksi internet khususnya telepon genggam dengan perangkat android. Dengan alat komunikasi tersebut, pemudik bisa mengakses informasi atau berbagi informasi mengenai proses mudik. Berbekal alat komunikasi ini, sejak mulai persiapan mudik, pemudik bisa terus memantau perkembangan mudik di zona wilayah yang menjadi tujuannya. Pemudik pun bisa saling berkomunikasi dengan pemudik lain dan aparat keamanan dengan menggunakan jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan WA. 

Berbekal alat komunikasi tersebut, para pemudik bisa berbagi informasi tentang daerah lintasan mudik yang tidak kondusif, sehingga terhindar dari bahaya kecelakaan. Pemudik juga bisa melaporkan pada pihak yang berwajib mengenai oknum-oknum pelayan publik sektor transportasi yang terindikasi melakukan tindak kriminal, sehingga bisa segera ditindak dan tidak menyebabkan kerugian bagi pemudik. Dengan demikian, para pemudik bisa saling berbagi kepedulian dan tanggung jawab untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan di jalan secara kolektif.  

Kelima, pilih hari yang aman untuk mudik.

Memilih hari yang aman untuk mudik sangat disarankan bagi pemudik. Resiko kecelakaan akan semakin rendah. Pemudik yang membawa anak-anak atau pemudik yang menyandang disabilitas, bisa lebih terlindungi dan aman. 

Hari yang aman untuk mudik adalah hari-hari yang jauh sebelum Iedul Fitri. Pemudik bisa mudik sebulan atau tiga minggu sebelum Iedul Fitri. Di saat itu, kepadatan arus mudik-balik tidak terlalu padat. Selain itu, pemudik juga bisa mudik tiga minggu atau sebulan setelah Iedul Fitri di mana arus mudik-balik telah mengalami penurunan secara signifikan. 

Ketika Gagal Mudik 

Bagi pemudik yang ‘gagal merencanakan mudik’ tahun ini, sebaiknya tidak nekad mudik dan tidak berkecil hati, serta tetap merayakan hari kemenangan di mana pun berada. Apalagi salat Iedul Fitri yang menjadi salah satu tujuan utama pemudik, sesungguhnya adalah amalan sunnah dan tidak berdosa bila ditinggalkan. Jangan sampai karena amalan sunnah kita tanpa sadar melakukan perbuatan yang bersifat aniaya; baik menganiaya diri sendiri ataupun menganiaya orang lain.   

Karena itu, kita tidak harus menunaikan salat Iedul Fitri di kampung halaman, tapi bisa diselenggarakan di belahan bumi mana pun. Bukankah di mana pun kita berada; kita ‘berdiri di hadapan’ Tuhan? Bila para Muslim Indonesia bisa menyelenggarakan salat Iedul Fitri di negara-negara mayoritas komunis (atheis) seperti Rusia atau negara konflik seperti Palestina, mengapa Muslim Indonesia tidak bisa menyelenggarakan salat Iedul Fitri di bumi Indonesia yang mayoritas Muslim dan jauh dari zona perang? 

Untuk tetap menjadikan Hari Iedul Fitri sebagai momen terindah untuk maaf-memaafkan, pemudik yang belum berkesempatan untuk mudik tahun ini, bisa saling berkirim kartu lebaran. Meskipun tersedia banyak aplikasi ‘kartu lebaran’ di media sosial, kartu lebaran yang dikirim melalui pos akan lebih otentik, bisa disimpan bertahun-tahun, dan menjadi arsip keluarga.      

Meskipun Hari Iedul Fitri hanya satu hari, sebagian besar amal atau sunnah yang ditunaikan pada hari itu, seperti bermaaf-maafan dan menyambung (mempererat) hubungan kekeluargaan, sesungguhnya bisa dilakukan setiap hari. Betapa indahnya bila setiap hari kita kembali fitri atau pada kembali suci.

Pada konteks yang lebih luas, semua bangsa Indonesia adalah bersaudara dan satu keluarga. Betapa indahnya setiap hari kita silaturrahim untuk menyambung atau mempererat benang-benang kekeluargaan sebangsa dan se-Tanah Air. Bila kita memelihara semangat Iedul Fitri setiap hari, niscaya Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang rukun, damai, harmoni, dan toleransi. Dengan demikian, kita akan terhindar dari upaya oknum-oknum tertentu yang memanipulasi agama Islam untuk memecah belah NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun