Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Money

Mewujudkan Ketahanan Ekonomi melalui Implementasi Hari Pasar Rakyat Nasional

27 Januari 2017   23:45 Diperbarui: 28 Januari 2017   00:13 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura menuju Masjid Gede Mataram dengan arsitektur menuju rumah ibadah Hindu (pura). Simbol kerukunan Hindu dan Islam (Foto. Dok. Penulis).

PASAR RAKYAT merupakan integrated heritage yang melahirkan peradaban bangsa Indonesia. Tanpa pasar rakyat bangsa Indonesia tidak ubahnya segerombolan pengungsi yang kehilangan rumah. Konflik SARA khususnya penistaan agama yang terus menerus berlangsung merupakan indikasi kuat bahwa bangsa Indonesia mulai meninggalkan pasar rakyat. Hari Pasar Rakyat Nasional (HPRN) yang dicanangkan Yayasan Danamon Peduli perlu mendapat dukungan seluruh lapisan masyarakat, ditetapkan pemerintah sebagai salah satu kebijakan publik, dan diselenggarakan di seluruh penjuru Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Bila kita cermati sejarah Indonesia, Pasar Rakyat telah berjaya sejak zaman pra-kemerdekaan sampai era 1990-an. Di masa kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara, Pasar Rakyat telah melambungkan Nusantara di dunia Internasional. Tidak sedikit daerah-daerah di Nusantara yang menjadi kota-kota perdagangan Internasional seperti  Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banten, Ternate, dan Tidore. Keunggulan Pasar Rakyat dapat kita cermati pada Pasar Legi Kotagede yang telah berdiri pada masa kejayaan Matram Islam sekitar abad ke-16.   

 Bila Anda mengunjungi Pasar Legi Kotagede; Anda akan menyaksikan bahwa motif penduduk untuk datang ke pasar bukan sekadar untuk transaksi produk ekonomi dan retribusi; melainkan sebagai ajang berinteraksi, berbagi informasi, bersosialisasi, dan berkomunikasi. Di warung-warung atau lapak-lapak Pasar Legi Kotagede sangat mudah muncul dialog antara pedagang dan pembeli. Pedagang lumrah menanyakan pada pembeli tentang asal daerah, jumlah saudara, pekerjaan, dan berbagai pertanyaan tentang sosial-budaya.

Lapak-lapak dalam ruang dalam Pasar Legi Kotagede. Tanpa toleransi, tidak ada sekat pembatas antarpedagang (Foto. Dok. Penulis).
Lapak-lapak dalam ruang dalam Pasar Legi Kotagede. Tanpa toleransi, tidak ada sekat pembatas antarpedagang (Foto. Dok. Penulis).
Satu mangkok besar soto ayam seharga Rp. 7000 (Foto. Dok. Penulis).
Satu mangkok besar soto ayam seharga Rp. 7000 (Foto. Dok. Penulis).

Pasar Legi Kotagede membuktikan bahwa Pasar Rakyat merupakan pondasi peradaban bangsa. Dari Pasar Rakyat lahirlah sistem politik, ekonomi, sosial-budaya, dan spiritual. Di Pasar Rakyat terjadi proses peleburan suku, agama, ras, dan adat-istiadat; sehingga lahirlah kehidupan yang harmoni dalam keteduhan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini dikukuhkan pembangunan Masjid Gedhe Mataram yang terletak di bagian barat Pasar Legi Kotagede; dibangun masyarakat penganut agama Hindu dan Islam. Hal inilah yang sulit untuk dicapai keberadaan Pasar Modern yang menjadikan keuntungan finansial sebagai kiblat.      

Masjid Gedhe Mataram dibangun penganut Hindu dan Islam (Foto. Dok. Penulis).
Masjid Gedhe Mataram dibangun penganut Hindu dan Islam (Foto. Dok. Penulis).
 

Gapura menuju Masjid Gede Mataram dengan arsitektur menuju rumah ibadah Hindu (pura). Simbol kerukunan Hindu dan Islam (Foto. Dok. Penulis).
Gapura menuju Masjid Gede Mataram dengan arsitektur menuju rumah ibadah Hindu (pura). Simbol kerukunan Hindu dan Islam (Foto. Dok. Penulis).
Seorang pengunjung menjalani ritual ‘menyembah pohon’ di bawah beringin keramat yang terletak di area depan pintu gerbang Masjid Gede Mataram. Tidak perlu khawatir dihujat, dituduh sirik, atau mendapat diskriminasi dari ormas yang menjadikan kekerasan berkedok kesalehan. (Foto. Dok. Penulis).
Seorang pengunjung menjalani ritual ‘menyembah pohon’ di bawah beringin keramat yang terletak di area depan pintu gerbang Masjid Gede Mataram. Tidak perlu khawatir dihujat, dituduh sirik, atau mendapat diskriminasi dari ormas yang menjadikan kekerasan berkedok kesalehan. (Foto. Dok. Penulis).
Jalan masuk ke Kampung Alun-alun. Konon merupakan alun-alun di masa Mataram (Foto. Dok. Penulis).
Jalan masuk ke Kampung Alun-alun. Konon merupakan alun-alun di masa Mataram (Foto. Dok. Penulis).
Ironisnya, sekitar awal tahun 2000-an, pasar rakyat perlahan-lahan punah di wajah bumi Indonesia. Berdasarkan data dari Yayasan Danamon Peduli; Pasar Rakyat mengalami penurunan yang signifikan; dari 13.550 (tahun 2007), 13. 450 (tahun 2009), 9.950 (tahun 2011), dan 9.559 (tahun 2015). Pada tahun 2014, perbandingan pertumbuhan kedua pasar ini sangat signifikan, yaitu Pasar Modern (31,4%) dan Pasar Rakyat (-8,1%). Bahkan, sepanjang tahun 2015, 283 Pasar Rakyat terbakar. Dari data tersebut, indikasi kepunahan Pasar Rakyat terlihat signifikan. Kepunahan Pasar Rakyat mengancam kehancuran peradaban bangsa Indonesia yang akan dimulai kelumpuhan ketahanan ekonomi. 

Restu Pratiwi, Ketua Umum Yayasan Danamon Peduli di sela kegiatan Diskusi Urgensi Hari Pasar Nasional 21/12/2016. (sitimewa). Foto dari: http://jakrev.com/koorporat/yayasan-danamon-peduli-gagas-pencanangan-hari-pasar-rakyat-nasional/
Restu Pratiwi, Ketua Umum Yayasan Danamon Peduli di sela kegiatan Diskusi Urgensi Hari Pasar Nasional 21/12/2016. (sitimewa). Foto dari: http://jakrev.com/koorporat/yayasan-danamon-peduli-gagas-pencanangan-hari-pasar-rakyat-nasional/

Oleh karena itu, urgensi HPRN yang dicanangkan Yayasan Danamon Peduli memiliki dasar yang kuat, baik secara historis ataupun data faktual. Pada sisi historis, Pasar Rakyat merupakan pilar utama ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Pada sisi faktual, indikasi kepunahan Pasar Rakyat terlihat nyata. Perlu adanya dukungan kolektif dalam mewujudkan HPRN menjadi sebuah gerakan kolektif.

Beberapa langkah penting yang dapat kita dilakukan, antara lain;         

Pertama, edukasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun