"Menyaksikan lezatnya aneka jajanan olahan ketan dan tepung beras khas Jawa di tengah kebisingan tawar menawar harga"
Cenil, klepon, lopis, bubur candil, ketan hitam, lopis, srawut, gethuk, Â wingko, jemblem tape, ketan, nasi jagung, nasi ampok, ini varian menu andalan lapak jajan mbak Maya.
Berada di sudut pasar menjadikan penjual jajanan sesekali bersuara agak lantang, menanyakan kembali pesanan para pembeli. Ada yang suka tanpa gula merah, ada yang ingin santannya diberi takaran lebih. Ada yang bungkus ada yang langsung menyantapnya di depan lapak.
Lopis, Jajanan dari beras ketan yang dipadukan dengan saus gula jawa dan parutan kelapa ini, adalah kesukaan mama. Dulu semasa hidupnya, sepulang dari pasar tak pernah absen membawa satu atau dua bungkus. Satu bungkus lopis, satunya bubur candil.
Tak hanya senang dengan membagikan cita rasa jenang grendul, sebutan lain pada bubur candil ini pada anak-anaknya. Saat malam tiba mama juga beberapa kali mengulang cerita tentang jajanan ini. Katanya, jajanan ini juga sudah tenar sejak tempo dulu.
Bubur candil juga akan mudah ditemukan saat bulan ramadan, menjadi pilihan takjil untuk berbuka puasa. Rasa kenyal dari tepung ketan dan kanji menjadi lengkap dengan manis dan gurihnya santan dan gula  jawa yang telah didihkan dengan beberapa lembar daun pandan.
Jajanan khas Jawa yang juga mewarnai lapak mbak Maya menjadi idola bagi mama-mama pasar di timur Indonesia. Bahkan terlihat beberapa kali ibu-ibu menyodorkan rantang agak besar. Sepertinya jajanan ini hendak dibawa ke rumah, disantap bersama keluarga.
Olahan yang dominan dari beras ketan ini menjadi pilihan yang tepat untuk sarapan. Bukan sekadar manisnya, ini juga mengenyangkan. Apalagi nasi jagung, paling pas dilahap dengan ikan asin dan kerupuk gembreng serta sambal terasi.
Sembari menunggu giliran, saya menyempatkan bertanya kepada penjualnya. Saya pikir mbak Maya namanya. Ternyata Mbak Maya adalah pemilik lapak, yang sekarang memberikan peluang bagi rekannya yang juga sesama orang Jawa untuk berjualan. Saya lupa pasti nama penjualnya. Tetapi beliau mengakui dari sekadar hobi kini jualan menjadi aktivitas yang berarti.
"Ketan dan lopis paling cepat habis", ungkapnya. Tiap jajanan diberi mulai harga lima ribuan. Lapak jajanan khas Jawa yang ada di sudut pasar Gamalama tepat dekat pos petugas Dishub, setiap hari ramai pembeli. "Tutupnya tak tentu, tapi biasanya sekitar jam 9". Lapak dibuka jam 7 pagi. Mama mama yang berjualan sayur, om penarik gerobak, tukang ojeg hingga guru-guru jadi langganan.
Sudah tak sabar mencoba. Saya memesan satu porsi. Isinya dua buah. ternyata lopis tidak dipotong-potong, ukurannya segitiga besar. Meski belum makan, saya sudah menebak akan kurang kenyang. Jadinya saya meminta satu buah lagi. Warna hijau dari bungkusan daun pisang, menjadikan lopis semakin menggoda. Ada taburan parutan kelapa dan gula merah, semakin menambah rasa gurih dan manisnya.
Setelah habis menikmati potongan terakhir, tanpa sadar ada bulir air mengalir dari mata. Semasa hidupnya, mama begitu lekat dengan makanan, dengan jajan jajanan. Mama tak hanya doyan jajanan tradisional, mama juga menghabiskan separuh hidupnya untuk berjualan. Memesan sepiring lopis adalah cara sederhana untuk membayar rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H