Mohon tunggu...
Sulasmi Kisman
Sulasmi Kisman Mohon Tunggu... Administrasi - Warga Ternate, Maluku Utara

http://sulasmikisman.blogspot.co.id/ email: sulasmi.kisman@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengunjungi Masjid Empat Muazin

30 April 2020   21:42 Diperbarui: 30 April 2020   21:59 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Samping Masjid Sultan [dokpri, 2019]

Bangunan Samping Masjid Sultan [dokpri, 2019]
Bangunan Samping Masjid Sultan [dokpri, 2019]
Sebagaimana Kesultanan Islam lainnya di Nusantara, Masjid Sultan Ternate dibangun di dekat Kedaton Sultan Ternate, tepatnya sekitar 100 meter sebelah tenggara kedaton. Posisi masjid ini tentu saja berkaitan dengan peran penting masjid dalam kehidupan beragama di Kesultanan Ternate. Tradisi atau ritual-ritual keagamaan yang diselenggarakan kesultanan selalu berpusat di masjid ini.

Masjid Sultan Ternate dibangun dengan komposisi bahan yang terbuat dari susunan batu dengan bahan perekat dari campuran kulit kayu pohon kalumpang. Sementara arsitekturnya mengambil bentuk segi empat dengan atap berbentuk tumpang limas, di mana tiap tumpang dipenuhi dengan terali-terali berukir. Arsitektur ini tampaknya merupakan gaya arsitektur khas masjid-masjid awal di Nusantara, seperti halnya masjid-masjid pertama di tanah Jawa di mana atapnya tidak berbentuk kubah, melainkan limasan. (*)

Akhir cerita di saat Kunjungan

Sedari tadi penjelasan penjaga masjid pelan-pelan coba saya rekam dalam memori. Kali ini sambil diajak berjalan ke arah  kiri masjid. Di tengah-tengah cerita bapak orang Kulaba ini, saya menanyakan kolam yang ada diperuntukkan untuk apa? Bapak jawab, "sekarang kolam saja". "Tapi kalau dulu biasanya airnya dipakai untuk wudhu. Jernih dibandingkan sekarang, sambungnya".

Kolam di Pelataran Masjid Sultan Ternate [dokpri, 2019]
Kolam di Pelataran Masjid Sultan Ternate [dokpri, 2019]
Kembali ke Muazin. Empat Muazin ini ada sejak dulu. Saat itu jemaah dari tiga masjid adat lainnya (Sigi Heku, Jemaah Cim dan Langgar Koloncucu) semuanya salat di Sigi Lamo. Untuk mengakomodir eksistensi dari empat masjid adat lainnya maka kemudian ketika azan, dikumandangkan oleh empat Muazin. Keempat Muazin ini menggunakan jubah berwarna putih dengan peci lengkap.

Sigi Lamo ini sebutan bagi masjid kesultanan. Letaknya yang tak jauh dari Kedaton, kurang lebih 600 meter merupakan lokasi wisata yang menarik bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Meski tidak melihat dan mendengar secara langsung kumandang azan oleh empat Muazin, saya begitu terpesona dengan cerita yang sedari tadi dijabarkan. Setiap penggalan cerita seraya mengajak masuk ke lorong waktu melihat keindahan di masa lalu.

Sigi Lamo dan keunikan empat Muazinnya menjadi pengalaman yang menarik bagi saya, terkait masjid-masjid yang pernah saya kunjungi. Terlebih ini, karena disini adalah tanah dimana saya dibesarkan, tempat tumbuh dan berkembang.

Cerita tentang ini harus diteruskan pada siapa saja, kepada generasi-generasi kita. Karena adat matori agama yaitu kearifan lokal bersendi agama, patut dijaga oleh kita.

Seperti benar-benar masuk ke waktu yang lalu sampai-sampai kaget ketika pundak di tepuk. Prof Sedarnawati dan suami hendak makan durian khas disini (Ternate).  Maka kita segera beranjak pergi. Tancap gas menuju selatan ke arah Fora Madiahi. "Disana, durian enak sekali baru murah lagi apalagi pas musim begini" demikian saya menjelaskan. Perut juga sudah berbunyi pertanda lapar lagi. Wajar saja sudah siang hari tepatnya pukul 12 lebih beberapa menit. 

Catatan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun