Di sebuah malam saat langit terlihat remang-remangÂ
Aku perempuan berdiri disampingmu menawarkan segelas kopi pertemuanÂ
Menyaksikan kepiawaianmu menggoreskan kata dengan tinta kesucian
Seperti menarik rembulan untuk menari denganku bersama dentuman irama yang lantang
Menjejaki dirimu seperti mengantarkan raga ini mengenal TuhanÂ
Kau mengajarkan aku membaca aksara, menuntunku menuliskan segala kegelisahanÂ
Yang kemudian semakin menguatkan kakiku untuk menentang segala macam penindasan
Pelan-pelan kau mengajakku mengenal kesyahduan dan kebahagiaan saat hujan kala langit semakin remang-remang
Namun ketika kita sama-sama terasa lengkap, di saat yang sama akupun merasa cukup singkat
Kau mengantarkanku pada sebuah pintu bernama perpisahanÂ
Kau menunjukkan perahu yang siap dijadikan wahana berlayar
Kau mengajakku perlahan-lahan ke ruang kedamaian, berusaha menetralkan jiwaku untuk berdamai dengan segala impian dan harapan yang telah kugantungkan ke awan-awan yang menjulang
Kini kau hanya ada di seberang ingatan, kau hanya fatamorgana yang tak sudi memancarkan cemerlangÂ
Bersama burung-burung kertas yang menemaniku setiap malam, aku berusaha seimbangÂ
Mengikhlaskan dan meleburkan diriku dalam sajak-sajak kesendirian
Hingga terasa semakin tertusuk, teramat dalamÂ
Karena kau...
Hanyalah lelaki di penghujung malam....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H