Menurut hemat penulis, pengelolaan koperasi dan badan hukum PT sekalipun secara manajerial haruslah sama. Yang membedakan adalah prinsip, nilai dan jati diri koperasi yang tetap harus dijunjung namun pra syarat menjadi pengelola dan pengurus haruslah mendasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan manajemen yang menjunjung tinggi good cooperative governance (GCG).
Yang membedakan tentunya adalah siapa pendirinya dan untuk apa koperasi didirikan. Koperasi berdiri untuk kesejahteraan anggota dan koperasi dibangun untuk meningkatkan kualitas ekonomi, sosial dan budaya anggota.
Ungkapan anggota sebagai pemilik, pengguna dan pengendali bisa menjadi keunggulan tetapi juga bisa menjadi bumerang bagi pengembangan koperasi. Menjadi keunggulan  jika anggota mampu memiliki rasa menjadi pemilik.
Jika ia menyadari menjadi pemilik maka ia akan benar-benar menjaga dan membesarkan koperasi miliknya . Ia akan sangat antusias untuk menambah permodalan koperasi dan akan selalu mencari cara agar koperasinya tumbuh semakin besar.
Sebagai pengguna ia akan menjadi konsumen paling loyal. Ia akan menjadi orang pertama yang membeli setiap produk koperasi dan akan memberikan saran produk apa saja yang harus dilayani keluarkan koperasi.
Lalu sebagai pengendali ia akan aktif memberikan masukan yang konstruktif dalam upaya membangun koperasi menjadi lebih maju ke depan.
Namun sebaliknya jika seorang anggota hanya memahami sebagian -sebagian fungsinya ia akan lebih banyak menuntut. Lebih parah lagi jika anggota koperasi yang tercatat ia hanya sebagai pengguna saja.
Jika kita mau berkata jujur, berapa banyak dari anggota koperasi besar yang jumlahnya ratusan ribu berapa persen yang benar-benar memahami bahwa ia adalah anggota koperasi. Masih berapa banyak pengguna layanan koperasi yang secara administratif tercatat sebagai anggota namun masih mengatakan pemilik koperasi A adalah si Fulan.
Perlunya Agenda Setting Bersama
Persoalan pendidikan koperasi persoalan membangun kesadaran berkoperasi yang benar sebenarnya adalah menjadi tanggung jawab koperasi masing-masing, tetapi alangkah baiknya jika persoalan ini menjadi agenda kerjasama antar koperasi.
Hal ini bukanlah menjadi teori lagi, persoalan klasik ini harus dipahami sebagai masalah bersama. Penulis mengapresiasi koperasi yang saat ini menguatkan public relation koperasi sebagai media pendidikan dan informasi, promosi dan ajakan untuk membangun koperasi yang semakin besar.