Mohon tunggu...
Sulaiman Nabiyan Ali
Sulaiman Nabiyan Ali Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia

Membaca Dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumbuh di Dalam Penderitaan dan Tangisan

28 November 2023   00:48 Diperbarui: 28 November 2023   00:59 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulaiman Nabiyan Ali

Ada salah seorang anak yang bernama Shankara, ia lahir dikeluarga yang sangat miskin. ia adalah anak ke 5 dari 7 bersaudara, Shankara beserta keluarganya sepanjang waktu selalu hidup di dalam penderitaan, penderitaan dalam segala hal.

Sepanjang waktu, selalu saja Shankara mendengarkan rintihan-rintihan penderitaan dari keluarganya sendiri, serta tangisan-tangisan. Tangisan-tangisan yang membuat air mata keluarganya berceceran dimana-mana, dan sesekali Shankara pun menangisi itu semua saat ia sedang sendiri. Sebab, Shanakara tidak ingin sampai dilihat oleh keluarganya saat ia sedang menangisi itu semua.

Tentu saja Shankara tidak tega melihat dirinya beserta keluarganya yang selalu menderita sepanjang waktu. Kerap kali Shankara tidak terima dengan keadaan yang seperti itu, yang selalu menerpa dirinya, Shankara tidak sanggup lagi atas segala penderitaan itu. Tiba-tiba muncul di dalam benak Shankara, sebuah pertanyaan yang dilontarkan kepada tuhan; Oh tuhan mengapa aku terlahir di keluarga ini, keluarga yang penuh dengan penderitaan seperti ini, aku tidak sanggup atas segala penderitaan ini tuhan.

Warga sekitar tentu saja semuanya memiliki mata dan telinga, namun mereka hanya sekedar melihat dan mendengar saja, tidak lebih dari itu. Kerap kali mereka melihat, namun dengan hati yang sangat tegaan untuk berpura-pura tidak melihat. Kerap kali mereka mendengar, namun lagi dan lagi dengan hati yang sangat tegaan untuk berpura-pura tidak mendengar. Sebab, tidak banyak yang ingin benar-benar melihat dan mendengarnya dengan tulus.

Shankara seketika berpikir bahwa para warga di kampungnya sedang mengalami miskin cinta dan kasih antar sesama. Shankara menjalani hari demi hari dengan hati yang teramat terpaksa untuk tetap berdiri dan untuk tetap hidup, di dalam penderitaan dan tangisan itu. Sebab Shankara tidak ingin mati konyol di dalam penderitaan dan tangisan itu.

Dan akhirnya Shankara beranjak remaja. pada suatu ketika, Shankara mulai merasakan tenang untuk menyendiri di tempat ibadah, di sebuah hutan, sawah, gunung, pantai, ladang dimanapun tempat yang sunyi jauh dari keramaian, Shankara merenungi segala problematika penderitaan dirinya beserta keluarganya yang tidak kunjung usai.

Segala problem-problem yang tidak kunjung usai beserta penderitaan dan rasa sakit yang menerpa dirinya beserta keluarganya, Shankara menjadikannya sebagai bahan untuk ia melakukan sebuah renungan yang sangat mendalam. Lambat laun, Shankara semakin gemar untuk menyendiri sembari bermuhasabah didalam kesendiriannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang anak remaja yang bernama Shankara, secepat itu didewasakan oleh penderitaan dan tangisan, keadaan lah yang mengajarkan Shankara banyak hal dan membuat Shankara tumbuh lebih dewasa walaupun sebelum waktunya untuk dewasa.

Shankara tumbuh sebagai pemuda yang penuh dengan cinta kasih antar sesama, walaupun Shankara tumbuh di dalam keluarga yang kurang akan kasih sayang, namun hal itu bukanlah sebagai alasan untuk ia membenci antar sesama, dan juga bukanlah alasan untuk tidak menyebarkan cinta kasih antar sesama.

Sebab, ia tidak menjadikan penderitaan dan tangisan itu sebagai suatu masalah, namun Shankara menjadikan penderitaan dan tangisan itu sebagai peluang. Yaitu, peluang untuk ia memahami segala kesalahan-kesalahan yang terdahulu, dengan ia mengetahui bahwa hal demikian salah, maka kesalahan itu tidak semestinya Shankara lakukan di masa yang mendatang.

Sebab, Shankara mengambil segala pembelajaran didalam kehidupannya dan keluarganya, pengalaman-pengalaman penderitaan serta rasa sakit yang ia rasakan. Shankara tidak ingin penderitaan-pederitaan yang seperti ia dan keluarganya rasakan akan dirasakan oleh orang lain dan keluarga lain.

Pengalaman-pengalaman itu, membawa Shankara pada jalan yang penuh dengan kesadaran, kesadaran yang begitu dalam, ia turut prihatin kepada orang-orang dikampungya bahwa dulu sampai sekarang warga di kampungnya masih sedang mengalami miskin cinta dan kasih antar sesama.

Shankara senantiasa menebarkan cinta kasih kepada orang-orang disekitarnya, membantu apa yang bisa ia bantu, untuk orang-orang disekitarnya tanpa pamrih, walau sekalipun ia tetap dibenci oleh orang-orang disekitarnya, ia tidak begitu peduli akan hal itu, Shankara menerima segala kebencian itu dengan tulus dan membalasnya dengan kebaikan yang penuh akan cinta dan kasih antar sesama.

Yang selalu di ingat oleh Shankara, bahwa seluruh alam semesta ini diciptakan atas dasar cinta, oleh sang maha cinta. Dan sudah seyogyanya kita senantiasa menebarkan cinta dan kasih antar sesama ciptaan nya. Lambat laun, seiring berjalannya waktu warga-warga di kampung satu persatu hatinya mulai luluh atas kesabaran dan ketulusan serta kebaikan yang Shankara lakukan terhadap sesama.

Segala keresahan-keresahan yang terdapat didalam jiwa Shankara, yang ia pendam sendiri sejak lama, sedikit demi sedikit mulai membaik dan dapat melegakan jiwanya. Kehidupan Shankara dan keluarganya serta warga sekitar mulai terbangun sehingga kehidupan itu lebih rukun, harmonis dan membawa mereka semua di kehidupan yang lebih sejahtera dari sebelumnya.

Pada suatu ketika, Shankara teringat atas pertanyaan yang sempat ia lontarkan kepada tuhan yang berisi; Oh tuhan mengapa aku terlahir di keluarga ini, keluarga yang penuh dengan penderitaan seperti ini, aku tidak sanggup atas segala penderitaan ini tuhan.

Dan pertanyaan-pertanyaan itu mulai terjawab, jawabannya itu terdapat dalam diri ia sendiri, ia hanya perlu menggali dan terus menggali. Seorang anak yang bernama Shankara, ia tumbuh dewasa di dalam penderitaan dan tangisan, Shankara bersama luka hancur lebur lalu tumbuh kembang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun