kemerdekaan Indonesia, nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau dikenal dengan sebutan Ki Hadjar Dewantara merupakan salah satu tokoh nasional yang memiliki peran aktif dalam memerdekakan bangsanya melalui pendidikan.
Dalam catatan sejarahJejak perjuangan Ki Hadjar Dewantara dalam sejarah kemerdekaan Indonesia yang hingga saat ini masih berdiri kokoh adalah perguruan Taman Siswa dan semboyan "Ing ngarso sung tulodo - Ing madyo mangun karsa - Tut wuri handayani" yang kerap digunakan sebagai motivasi dalam mengambil keputusan maupun tindakan untuk kepentingan umum.Â
Kehadiran perguruan Taman Siswa tidak semata-mata membebaskan rakyat dari penjajahan saja melainkan juga sebagai bentuk kritikan terhadap sistem pendidikan kolonial yang cenderung membatasi hak-hak pribumi memperoleh pendidikan tinggi melalui sekolah yang di dirikan Belanda pada abad ke-19 terlebih penerapan politik etis di Indonesia.
Sistem pendidikan yang tidak demokratis itulah membuat Ki Hadjar Dewantara berani melawan kolonialisme melalui pendidikan dengan perbekalan pengetahuan, strategi, dan pengalaman selama berproses diberbagai organisasi sosial dan politik bersama sejumlah tokoh perjuangan lainnya.
Salah satu organisasi yang digeluti Ki Hadjar Dewantara adalah Budi Utomo pada tahun 1908. Organisasi ini memiliki asas perjuangan yang super dahsyat dalam mengangkat derajat rakyat untuk berani berdiri diatas kakinya sendiri. Melalui Budi Utomo, Ki Hadjar Dewantara berperan sebagai propaganda menyadarkan rakyat pentingnya kemeredekaan.
Usai dari Budi Utomo, pada tahun 1912 Ki Hadjar Dewantara bersama Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker mendirikan Indische Partij yang merupakan organisasi perjuangan dalam kemerdekaan Indonesia. Berdirinya organisasi ini, menjadi jalan awal perlawanan kolonialisme Ki Hadjar Dewantara melalui pendidikan.
Setelah Indische Partij berdiri, Ki Hadjar Dewantara bersama  Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker mengajukan badan hukum kepada Belanda untuk memperoleh status legalitas organisasi. Namun, pengajuan tersebut ditolak oleh Belanda karena menganggap organisasi tersebut menentang pemerintahan Hindi Belanda.
Penolakan tersebut tak membuat semangat Ki Hadjar Dewantar pupus, tokoh pendidikan itu kembali membentuk wadah pergerakan baru yang disebut "Komite Bumiputera" pada tahun 1913 sebagai wadah kritikan atas tindakan pemerintah Hindi Belanda kerap melakukan perayaan kemerdekaan dari penjajahan Prancis.
Kiritkan Ki Hadjar Dewantara terhadap pemerintah Hindi Belanda dilancarkan melalui karya tulisannya. Setidaknya ada dua karya tulisanya yang membuat Belanda murka dan mengasingkan Ki Hadjar dewantara di negeri seberang. "Als Ik Eens Nederlander Was" dan "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" (dua judul tulisan kritikan Ki Hadjar Dewantara untuk Belanda).
Pada tahun 1922, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air dan mulai mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa pertama kali di Yogyakarta. Sistem pengajaran di Taman Siswa bertujuan mengangkat derajat rakyat terjajah dan membentuk jiwa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.
Berdirinya sekolah Taman Siswa tak berlangsung baik begitu saja, pada tahun 1932 pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan ordonansi sekolah liar sebagai cara menghentikan aktvitas lembaga yang telah didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara saat itu.
Ordonansi sekolah liar ini dikeluarkan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah Hindi Belanda sebagai partikelir atau mengurus persoalan sekolah-sekolah swasta yang tidak mendapat bantuan biaya dari pemerintah Hindi Belanda.
Selain itu, dalam ordonansi tersebut juga mengatur perizinan sekolah-sekolah swasta dan menuntut setiap pengajar harus mengantongi surat izin mengajar yang dikeluarkan secara resmi oleh pemerintah Hindi Belanda juga sistem pengajaran.
Kebijakan tersebut mulai diberlakukan pada 1 Oktober 1932, tujuan utama hadirnya ordonansi ini sebagai bentuk kesengajaan pemerintah Hindi Belanda dalam menghambat sekolah-sekolah nasional terutama Taman Siswa yang bercita-cita kemerdekaan Indonesia.
Aturan tersebut tentu sangat bertentangan dengan spirit kebangsaan yang telah dibangun Ki Hadjar Dewantara melalui pendidikan, apalagi ruang gerak perguruan dibatasi dan dikekang setiap saat. Akibat dari ordonansi, banyak cabang sekolah Taman Siswa harus diperintahkan pemerintah Hindi Belanda untuk ditutup.
Mengutip buku yang ditulis Sagimun MD berjudul "Ki Hadjar Dewantara", aturan itu tak membuat Ki Hadjar Dewantara gentar dalam menentang kolonialisme. Sang tokoh pendidikan kembali melakukan aksi protes dengan mengirim telegram kepada Gubernur Hindi Belanda karena menghambat perkembangan rakyat Indonesia di negerinya sendiri.
"Makhluk yang tak berdaya sekalipun akan melawan untuk mempertahankan hidupnya", isi telegram yang ditulis Ki Hadjar Dewantara untuk pemerintah Hindi Belanda sebegai aksi protes terhadap aturan ordonansi yang membatasi ruang kekebasan sekolah-sekolah nasional.
Aksi protes Ki Hadjar Dewantara mendapat perhatian serius dari berbagai pihak baik media, cabang-cabang Taman Siswa, organisasi politik dan organisasi massa yang berdampak pada kegelisahaan pemerintah Hindi Belanda hingga kembali mengeluarkan surat edaran yang menjelaskan kemerdekaan pendidikan tidak diganggu oleh pihaknya.
Namun, Ki Hadjar Dewantara tetap pada pendiriannya yakni meminta pemerintah Hindi Belanda agar segera mencabut ordonansi. Perjuangan itupun membuahi hasil, pemerintah Hindi Belanda membatalkan aturan ordonansi yang membatasi kemerdekaan pendidikan.
Atas perjuangannya melawan kolonialisme, Ki Hadjar Dewantara terus menuangkan ide dan gagasannya melalui tulisannya yang beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.Â
Melalui kegigihannya dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat, Ki Hadjar Dewantara berhasil menempatkan konsep-konsepnya sebagai dasar pendidikan nasional bangsa Indonesia.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H