Seringkali orang tua atau guru dalam kondisi marah mengeluarkan kata-kata yang menghakimi anak. Misalnya, “Kamu anak nakal, bakal menjadi preman kalau besar nanti,” “Dasar pemalas, apa mau jadi gelandangan kalau sudah besar?”
Kata-kata tersebut keluar karena terlewatinya batas kesabaran orang dewasa atas tingkah laku anak yang menjengkelkan. Dengan kata-kata kasar tersebut, memang ada kemungkinan si anak akan tersadar atas kesalahannya. Namun, ada kemungkinan pula malah membuat si anak bertambah nakal karena merasa tidak bisa dimengerti.
Dengan pengertian dan perhatian, permasalahan anak bisa digali dan dicari permasalahannya bersama-sama dengan melibatkan anak. Di situlah pentingnya komunikasi antara orang dewasa dan anak. Dengan komunikasi yang baik, harapannya setiap kesalahan anak tidak disikapi dengan hukuman yang menyakitkan.
Dengan demikian, orang dewasa –orang tua dan guru—tidak akan dengan semena-mena “menentukan nasib” masa depan anak atau siswa dengan hanya melihat beberapa kenakalan atau kesalahannya.
***
Sukoharjo, 9 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H